Minggu, 01 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Sumpah


Angin berhembus dengan kencang sampai membuat kertas-kertas itu beterbangan, dia hanya duduk termenung melihat kertas-kertas yang telah berjatuhan ke meja, lemari, lantai dan bingkai foto. Dia hanya duduk di sofanya dengan wajah penuh kecemasan. Namanya Henry, seorang anak laki-laki yang baru lulus SMP.

Henry bimbang pada apa yang akan terjadi di SMA nanti. Apakah nasibnya akan sama seperti di SMP? Dimana dia selalu di hina, di jailin, di bully dan dijauhi oleh teman-temannya. Namun, bukan itu yang dipikirkan oleh Henry, yang dipikirkannya adalah “Apakah dia bisa mendapatkan seorang teman?”

“Kapan aku bisa mendapatkan seorang teman? Apa aku tidak berhak memiliki kesempatan untuk menikmati hidup seperti orang lain?” Pikir Henry.
Henry memang orang yang tertutup, dia selalu minder jika diajak ngobrol oleh temannya, terutama anak perempuan. Alasan dia minder adalah traumanya saat dibully di SDnya secara tidak manusiawi.


Salah satu contoh kecilnya adalah saat dia kelas 5, saat itu adalah jam 06.20 pagi. Henry sedang bermain dengan mainan action figurenya di kelasnya dengan serunya. Dia tidak memerdulikan jika teman-temannya melihat dia memainkan mainannya. Tiba-tiba datang seorang temannya yang bertubuh kurus dari Henry dan rambutnya rancung ke atas.
‘Hen, boleh nggak aku pinjam mainannya?’ Tanya temannya.
‘Oh, Fauzi. Boleh, ini.’ Kata Henry memberikan mainannya pada Fauzi.

Bel tanda masuk pun berdering, semua murid kembali duduk ke kursinya masing-masing. Henry hanya bisa melihat Fauzi yang duduk memainkan mainan Henry. Setelah bel istirahat berdering, Henry mendatang Fauzi dan meminta dia mengembalikan mainannya, Fauzi menolaknya dengan kasar.
‘Kalau kamu mau, kamu harus kejar aku Black Henry!’ Kata Fauzi yang mendorong Henry sampai Henry terdorong ke sebuah meja.

Henry bergegas berdiri dan berlari keluar untuk mengejar Fauzi, Henry mengejar Fauzi secepat yang ia bisa namun sayangnya, akibat perut Henry yang buncit, dia sudah sesak nafas lagi sehingga dia tidak kuat lagi. Henry terhenti untuk bernafas, mengetahui itu, Fauzi mulai memanasi Henry.

“Kenapa? Udah capek lagi? Mau lihat aku bakar mainan kampungan kamu ini?’
Mendengar itu, Henry mulai marah, dia pun mengejar Fauzi lagi secepat mungkin tanpa memerdulikan kondisinya. Fauzi pun berlari lebih cepat lagi, mereka pun berlari terus-terusan tanpa henti, Fauzi memang seorang pelari yang hebat di sekolah tapi Henry bukanlah seorang pelari yang bagus, bahkan dia dapat nilai D pada tes lari. Akhirnya setelah 10 menit mengejar Fauzi, Henry berhasil merebut mainanya dari tangan Fauzi, Fauzi terlihat tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi.

“Nggak mungkin gembel kayak dia bisa ngalahin aku.’ Ucap batinnya kesal.
Karena tidak percaya pada apa yang terjadi, Fauzi langsung mencoba merebut mainan itu dengan paksa, tentu saja Henry tidak begitu saja membiarkan mainannya direbut oleh Fauzi. Oleh karena itu, terjadilah perebutan mainan oleh 2 anak kecil dengan maksud yang tidak penting.
‘Balikin mainannya dong! Aku belum selesai mainnya.’ Paksa Fauzi.
‘Nggak mau! Aku capek ngejar kamu tahu!’ Berontak Henry.
‘Anjing! Lepasin nggak!’ Teriak Fauzi memaksa.

Lalu, Fauzi memukul perut Henry dengan sekuat tenaga, beruntung Henry memiliki perut yang cukup besar, jadi pukulan Fauzi tidak terasa begitu sakit. Namun, karena Fauzi memukul perut Henry secara terus-menerus, Henry sudah mulai merasa sakit. Karena Henry sudah tidak kuat lagi, dia langsung menjatuhkan dirinya ke lantai dan memegang mainannya didepan tubuhnya untuk melindungi mainannya. Fauzi pun tidak habis akal, dia memanggil teman-temannya untuk membantunya merebut mainan Henry, Fauzi dan teman-temannya menendang, menginjak dan memukul Henry secara membabi buta sampai Henry terjatuh pingsan.
‘Zi, dia pingsan! Gimana nih?’ Tanya salah satu temannya panik.
Fauzi mengambil mainan Henry dari tangan Henry dan berkata’Udah tinggalin aja, nggak ada untungnya kasihan ke gembel ini.’ Fauzi pun membuang air liurnya tepat ke kepala Henry lalu, Fauzi dan teman-temannya meninggalkan Henry yang pingsan tidak berdaya begitu saja.
Begitu kejamnya bully dan diskriminasi di dunia ini.


Henry terenung sejenak, memikirkan akankah dia akan seperti itu di SMA nanti? Dimana banyak tawuran, bully dan narkoba merajalela. Henry pun meninggalkan sofanya dan mulai memungut kertas-kertas yang berserakan tadi. Dia terdiam saat memungut kertas yang menutupi fotonya.
‘Sejelek ini kah aku? Apa ini alasan mereka menyiksaku?’ Pikir Henry sedih.
Dia memandang fotonya dengan sedih. Kulitnya yang hitam, tubuhnya yang tambun, wajahnya yang penuh jerawat. Tidak heran mengapa semua orang ingin menjadikannya korban bully. Namun, Henry memiliki kelebihan, dia adalah murid yang serba bisa. Akibat kepintarannya ini, banyak orang memanfaatkannya, contohnya saja, cinta terakhirnya saat kelas 3 SMP yang berakhir tragis.

Saat itu Henry sedang duduk dibangkunya, dia sedang belajar pelajaran yang akan dibahas hari ini, tiba-tiba seorang gadis menghampirinya. Dia bertubuh tinggi, kulitnya putih, rambutnya panjang dan ada tahi lalat di dagunya.
‘Henry bisa bantu aku ngerjain PR ini nggak?’ Tanya gadis itu.
Henry memandang gadis itu sejenak dan dia mulai merasakan hal yang aneh.
‘Oh, Cindy, boleh-boleh.’ Kata Henry salah tingkah.
Cindy pun duduk di sebelah Henry dan Henry mulai mengajarkan apa yang ia bisa pada Cindy. Setelah sekian lama, Henry makin merasa deg-degan berada di dekat Cindy, wajahnya agak memerah setiap ia melihat Cindy.
“Inikah yang namanya cinta?” Pikir Henry.

Setelah beberapa minggu Henry membantu Cindy dan sudah merasa lebih dekat, Henry berniat untuk menembak Cindy. Dia menganggap bahwa memiliki pacar akan membuatnya tidak kesepian lagi. Di jam istirahat, Henry menghampiri Cindy dibangkunya dan berkata ’Sin, ada yang mau aku kasih tahu.’
‘Apa?’ Tanya Cindy.
‘Kamu mau nggak jadi pacar aku?’ Tanya Henry malu-malu sampai wajahnya memerah.
Cindy tertawa mendengar apa yang baru saja ia dengar, Henry mulai tersenyum dan bertanya ‘Apa itu artinya kamu nerima aku?’
Cindy tetap tertawa, dia menghentikan tawanya dan berteriak ‘Najis!’
Henry terlihat sangat schoked.
‘Aku deketin kamu Cuma biar aku tambah pintar aja, kamu pikir aku deketin kamu karena aku suka? Jangan mimpi deh! Nggak akan ada cewek yang suka sama cowok buruk rupa kayak kamu!’ Hina Cindy habis-habisan.
Semua teman-teman Henry menertawakan Henry, Henry hanya terdiam menahan rasa sakit yang diterimanya. Ini adalah hal paling memalukan dalam hidupnya, dan dia pun tahu satu hal ‘Cinta itu kejam.”


Henry pun mulai menangis mengingat masa lalunya yang kelam, dia sudah sering disakiti secara fisik dan mental sampai membuat dia menjadi seorang yang tertutup seperti ini. Dunia ini seakan-akan tidak pantas ditempati oleh dia, tidak ada orang yang sudi menjadi temannya selain ibunya sendiri.
Tiba-tiba masuklah seorang wanita yang memakai daster merah, wanita itu melihat Henry yang sedang menangis.
‘Kamu kenapa nak?’ Tanya  wanita itu.
Henry mengusap air matanya dan dia berkata ‘Ngak apa-apa kok bu.’
Ibunya menatap anaknya dengan canggung, dia tahu kalau anaknya berbohong padanya. Dia mendekati anaknya dan memeluk anaknya dengan hangat.
‘Jangan bohong hen, kamu tahu kan kalau kamu tidak akan bisa membohongi ibumu sendiri. Ayo ke kamar dulu, ceritain ke ibu, apa yang membuatmu sedih ya.’ Ucap ibu.
Henry menganggukan kepalanya, ibu melepas pelukannya dan membopong Henry ke kamarnya. Henry berjalan pelan ke kamarnya sambil terus mengusap air mata kesedihannya, ibu yang melihatnya dari belakang merasa sedih melihat anaknya yang menangis seperti itu. Sesampainya di kamar Henry, ibu menyuruh Henry duduk di kasurnya, sementara ibu duduk di kursi yang berada tepat didepan Henry.


‘Ada apa Henry? Kenapa tadi kamu menangis?’ Tanya ibunya lembut.
‘Henry takut bu.’ Jawab Henry pelan.
‘Takut kenapa?’
‘Henry takut Henry nggak bakal punya teman dan dibully lagi di SMA nanti bu.’
Ibu memandang anaknya dengan canggung, dia mengerti apa yang dirasakan anaknya. Banyak sekali penderitaan yang ia lalui di sekolahnya, itu bisa terlihat dari banyaknya bekas luka ditubuh dan wajahnya terutama pipinya yang menghitam akibat Fauzi. Ibu memeluk anaknya lagi dan berkata ‘Tenang saja hen, kamu tidak perlu memikirkan hal seperti itu. Kamu harus belajar dengan giat agar kamu bisa menjadi dokter sama seperti ayah ya.’ Hiburnya
Henry mulai mengeluarkan air matanya lagi.
‘Tapi, Henry kesepian bu. Henry mau seperti orang lain, memiliki teman, pacar dan dapat bergaul dengan teman-teman mereka.’ Ucap Henry sambil menangis.
Ibu memegang kedua pipi Henry dengan lembut.
‘Tenang saja, suatu saat nanti, kamu pasti bakal punya banyak teman asalkan kamu mau terbuka pada mereka.’ Kata ibu. ‘Juga, jangan mikirin pacaran dulu, ibu nyekolahin kamu buat belajar bukan buat pacaran.’ Lanjutnya
Ibu melepaskan tangannya dari pipi Henry, Henry mengusap air matanya perlahan.
‘Ibu ngerti kenapa kamu mau pacaran, ibu ngerti pasti kamu butuh perhatian lebih dari orang lain. Tapi, tolong jangan coba buat pacaran dulu, karena ibu nggak tega lihat kamu sakit hati lagi seperti tahun lalu.’ Kata ibu.


Henry terlihat merenungkan apa yang telah ibunya katakan padanya, dia mengerti kenapa ibunya melarang dia berpacaran itu karena ibu sayang padanya. Ibu tidak mau melihat dia sakit hati sampai dia masuk rumah sakit gara-gara dia tidak mau makan selama 3 hari akibat Cindy menolaknya secara tidak manusiawi.
‘Henry mengerti bu.’ Kata Henry mantap.
‘Kalau ada yang berani nyakitin kamu, lawan aja ya. Ibu pasti tanggung jawab kalau dia nuntut.’ Kata ibu.
Henry menganggukan kepalanya.
‘Ingat hen, kalau kamu merasa kesepian kamu masih punya ibu sama Allah. Kamu nggak akan merasa kesepian hen, ibu selalu disini buat kamu.’ Hibur ibu.
Henry menganggukan kepalanya. Ibu berdiri dari kursinya dan berkata ‘I think it’s enough, ibu mau kebawah dulu masak ayam goreng kesukaan kamu ya.’
Henry mulai tersenyum dan menganggukan kepalanya, ibupun pergi ke dapur meninggalkan Henry sendirian.
Henry berbaring di kasurnya, memikirkan apa yang telah ibunya katakan lagi. Dipikir-pikir ibu memang benar, tidak penting memikirkan pacaran bagi seorang anak sekolahan, yang wajib mereka lakukan adalah belajar keras agar mereka bisa menggapai cita-cita mereka yang mereka buat dari kecil. Dan gara-gara masalah cinta ini, ini yang membuat Henry tidak konsen belajar, nilainya selalu kecil saat dia sedang naksir apalagi setelah ditolak oleh orang yang ia suka.
Percakapannya dengan ibu tadi telah membuka matanya, tidak akan ada gunanya jika dia tetap begini saja, terpuruk dihantui masa lalunya yang kelam. Dia harus berubah agar dia bisa menggapai cita-citanya, Henry menjulurkan lengan kananya dengan tangannya mengepal ke arah langit-langit.

“Aku bersumpah, aku tidak akan jatuh cinta lagi!!” Ucap batinnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates