Hari ini sudah tanggal 6
Januari. Henry telah bersiap diri untuk semester 2. Henry sudah mengenakan
Seragam barunya yang ditambah rompi abu-abu almamater, sepatu baru dan tas
baru. Henry benar-benar sudah siap, dia pun turun untuk menyantap sarapannya.
‘Henry ayo
makan.’ Ajak ibu yang sudah duduk di meja makan dengan makan kesukaan Henry
diatas meja.
Henry tersenyum
dan bergegas duduk untuk menyantap sarapannya. Ibunya tersenyum melihat anaknya
memakan srapannya dengan lahap. Tapi, senyumannya sirna saat melihat bekas luka
Henry yang menggembung. Ibu juga teringat bahwa hari ini adalah hari dimana ia
akan kehilangan sesuatu yang penting itu.
‘Alhamdulillah.
Henry pergi dulu ya bu.’ Kata Henry yang telah selesai menyantap sarapannya.
‘Ok, tapi ibu
nanti bakal lembur. Jadi, bawa kunci cadangan ya. Ada mie di lemari buat makan
nanti.’ Jelas ibu.
‘OK,
Assalamualaikum bu.’ Kata Henry.
‘Waalaikum
salam.’ Kata ibu.
Henry pun mencium
tangan ibunya dan segera meraih tasnya untuk pergi ke sekolah dengan penuh
semangat.
Di kelas. Henry
sedang mengobrol dengan Ismail dan Nada dengan asyiknya.
‘Kenapa tiba-tiba
kamu mau nembak si Diah?’ Tanya Nada terkejut.
‘Iya, kenapa? Bukannya kamu
nggak mau nembak si Diah?’ Tambah Ismail.
‘Bulan depan aku
bakal di operasi.’ Jawab Henry datar.
‘Apa?! Operasi
apa?!’ Tanya Ismail terkejut.
Henry menunjukan
bekas lukanya yang mengembung pada mereka berdua.
‘Kenapa bekas luka
itu bisa menjadi seperti itu?’ Tanya Nada heran.
‘Kata ibu aku sih
ada tumor didalamnya dan ini harus segera di operas.’ Jawab Henry.
‘Ini pasti
gara-gara si Fauzi! Harusnya dia ganti rugi!’ Kata Ismail emosi.
‘Udah deh mail,
dia udah nggak penting lagi.’ Kata Henry mencoba menenangkan Ismail.
‘Terus? Apa
hubungannya sama si Diah?’ Tanya Nada.
‘Aku punya
firasat buruk tentang operasi itu. Jadi, aku mau Diah tahu perasaan aku sebelum
aku dioperasi.’ Jelas Henry.
Ismail pun
menepuk pundak Henry. ‘Oh, gitu ya? Tenang hen! Kalian kan udah deket banget,
tembak langsung aja disini!’ Kata Ismail santai.
‘Kamu yakin?
Emang dia bakal nerima aku?’ Tanya Henry ragu.
Ismail menepuk
pundak Henry lebih keras lagi. ‘Ya iyalah! Percaya deh.’ Katanya.
Tiba-tiba Diah
masuk ke kelas, tapi ada yang aneh dengan Diah.Wajahnya murung, kepalanya
tertunduk dan ia terlihat sedih.
‘Tuh orangnya
datang! Ayo tembak dia sekarang.’ Suruh Ismail.
‘Tunggu!’ Cegah
Nada. ‘Jangan tembak dia dulu hen. Kayanya dia lagi ada masalah deh.’ Lanjutnya.
‘Benar juga, coba
kamu cari tahu.’ Suruh Henry.
Nada mendekati
Diah yang sedang duduk dengan kepalanya yang tertunduk pada mejanya. Henry dan
Ismail melihat mereka sedang berbicara namun, mereka tidak dapat mendengar
mereka. Mereka terkejut melihat Diah yang tiba-tiba menangis sambil memeluk Nada
dengan erat.
Henry merasa
heran pada apa yang terjadi pada Diah. Dia mencoba mendekati Diah namun, Ismail
memegang pundaknya dan berkata. ‘Tenang hen, biar kita tanya Nada nanti. Biarin
Diah sendiri dulu.’
Henry
menganggukan kepalanya dan kembali duduk di kursinya.
Selama jam
pelajaran, Henry tidak bisa konsen pada materi yang diterangkan oleh guru.
“Apa
yang terjadi pada Diah?” Pikirnya.
Dia melihat Diah yang murung dengan air
matanya yang membasahi pipinya. Henry masih penasaran pada apa yang terjadi
pada Diah. Sebenarnya, dia bisa langsung menanyakannya pada Diah sekarang
karena mereka sejajar. Tapi, Henry lebih memilih untuk menunggu Nada
memberitahunya daripada langsung menanyakannya pada Diah. Karena, dia tahu
kalau emosi Diah sedang tidak stabil.
Di jam pulang
sekolah, Henry sedang menunggu Nada di depan gerbang sekolah. Tak lama
kemudian, Nada dan Ismail sudah terlihat oleh Henry.
‘Hai nad, dimana Diah?’
Tanya Henry.
‘Di BK.’ Jawab
Nada.
‘Di BK? Ngapain dia
di BK?’ Tanya Henry heran.
‘Itu berita
buruknya.’ Kata Ismail.
‘Apa?’ Tanya
Henry makin heran.
Ismail berkata.
‘Yang membuat Diah menangis adalah....’ Nada pun memotong. ‘Ibunya sudah
meninggal.’
Henry terlihat schoked, dia tidak menyangka ibu Diah
yang baru ia kenal telah meninggal.
‘APA?! Kenapa bisa?’ Tanya Henry schoked.
‘Katanya sih,
gara-gara kanker paru-paru.’ Jawab Nada.
Henry mulai
menangis. Pantas saja ibu Diah mengatakan hal yang aneh-aneh padanya. Ternyata
saat itu ibu Diah sedang sakit. Di pikirannya, teringat pesan terakhir ibu
Diah.
“Tolong jaga Diah ya.”
‘Henry?’ Kata
Ismail. Henry pun sadar dari lamunannya. ‘Kamu nggak apa-apa hen?’ Tanya
Ismail.
Henry mengusap
air matanya dan berkata. ‘Iya, aku nggak apa-apa.’
‘Jadi, gimana
hen? Bakal susah kalau nembak si Diah kalau situasinya kayak gini.’ Keluh
Ismail.
‘Kalau aku nggak
bisa dapetin hatinya, setidaknya aku mau lihat senyumannya lagi. Bahkan untuk
terakhir kalinya, mungkin.’ Kata Henry.
‘Itu juga sulit
hen.’ Kata Ismail bingung.
‘Nggak juga, aku
tahu caranya.’ Kata Nada.
‘Apa?’ Tanya
Henry.
Nada berkata.
‘Tanggal 30 nanti ulang tahun si Diah dan....’ Henry pun memotong. ‘Kita bisa
gunakan itu untuk membuat Diah ceria kembali!’
‘Betul.’ Kata
Nada.
“Tanggal 30 ya?
Berarti aku harus nggak jajan sampai tanggal 28.” Pikir Henry.
‘Jadi, rencananya
apa?’ Tanya Ismail.
‘Tentu aku
punya.’ Jawab Henry mantap.
Henry pun
memberitahu rencananya pada mereka berdua.
“Diah, tolong
berikan senyumanmu untuk terakhir kali untukku.” Ucap benak Henry.
Jam sudah
menunjukan pukul 16.30. Ibu sedang duduk di suatu ruang tamu yang rapi sekali.
Tiba-tiba, seorang pria berkacamata, berambut keriting dan bertubuh kurus
keluar dari pintu yang berada di sebelah kanan. Pria itu membawa nampan dengan
2 cangkir teh diatasnya. ‘Silahkan.’ Kata pria itu memberikan secangkir teh
pada ibu.
‘Haris. kapan
kita mulai?’ Tanya ibu.
Pria itu duduk di
kursi yang bersebrangan dari kursi ibu. Dia meminum tehnya dengan santai.
‘Sabar dulu lah, emang kamu mau apa? Emang gaji kamu nggak cukup buat shopping?’ Keluh Haris.
‘Bukan.’ Jawab
ibu ketus.‘Bekas luka Henry
sudah memburuk keadaannya. Aku butuh uang untuk operasi bekas lukanya.’ Jelas
ibu.
Haris meletakan
cangkirnya ke atas meja. ‘Begitu ya? Tapi kamu yakin kamu mau menjual ginjal
kamu?’ Tanya Haris.
Ibu menganggukan
kepalanya dengan canggung.
‘Apa kamu tahu
resikonya kalau kamu cuma punya 1 ginjal saja?’ Tanya Haris.
‘Aku akan
melakukan apapun demi Henry. Hanya dia yang aku punya. Apa aku harus merelakan
ia mati? Dialah hartaku yang paling berharga.’ Jawab ibu tegas.
Tiba-tiba, Haris
berdiri dari kursinya. Dia pergi ke ruangan yang ada di sebelah kiri. Ibu hanya
terdiam agak ketakutan. Tak lama kemudian, Haris keluar dari ruangan itu dan
memberikan sebuah koper berisi uang yang cukup banyak. ‘Ini! Cepat bawa Henry
kerumah sakit!’ Suruh Haris Tegas.
‘Apa?’ Tanya ibu
terkejut.
‘Kamu ibu yang
hebat, Siti, aku salut sama kamu. Tapi, kamu tidak perlu menjual ginjal kamu
hanya untuk Henry. Aku pasti bantu kamu kok!.’ Jawab Haris.
‘Nggak, aku nggak
bisa nerima uang ini. Aku nggak bisa ngegantiin uang ini.’ Tolak ibu.
‘Kamu tidak perlu
menggantinya. Aku udah janji sama Hasan, sahabatku untuk membantu kamu dan
Henry saat dia sudah meninggal.’ Kata Haris.
Ibu pun terdiam.
Haris menggenggam pundak ibu dan berkata dengan pelan. ‘Sekarang, bawa koper
ini dan bawa Henry ke Rumah Sakit di dekat Stasiun itu. Kalau kamu butuh yang
lainnya, bilang aja ya. Aku pasti bantu, mengerti?’
Ibu menganggukan
kepalanya dan berkata. ‘Makasih banget Haris. Aku pasti bakal ngegantiin uang
ini.’
Haris melepaskan
genggamannya dan tersenyum pada ibu. ‘Jangan pernah berpikir untuk
menggantinya, aku ikhlas kok.’ Kata Haris.
Ibu pun mulai
tersenyum. Ia berpamitan pada Haris dan pergi meninggalkan rumah Haris sambil
membawa koper itu untuk biaya operasi Henry.
Haris melihat
istri almarhum Sahabatnya yang sudah pergi melalui jendela.
"Kenapa kamu harus
pergi duluan Hasan? Apa kamu nggak kasihan sama istri kamu yang harus berjuang
sendirian demi Henry?" Ucap benak Haris.
Ibu duduk termenung
memeluk koper itu dengan erat di dalam Angkot.
“Haruskah aku membawa Henry
sekarang? Tidak, bulan depan saja. Henry harus menyiapkan mentalnya dulu.’
Pikir ibu.
Sekarang sudah
tanggal 30. Henry, Ismail dan Nada sedang mengobrol di bangku paling ujung.
Sedang merencanakan kejutan ulang tahun Diah.
‘Kapan kuenya bisa diambil?’
Tanya Henry.
‘Jam 1.’ Jawab
Nada.
‘Berarti kita
harus nyegat Diah selama 75 menit.’ Kata Henry. ‘75 menit? Kita kan pulang jam
12 kan?’ Potong Ismai
‘Jarak antara
Sekolah dan Bakery kurang lebih 1 KM. Jadi, perkiraan aku butuh waktu 15 menit
untuk mengambil kuenya dan memberikannya ke Diah.’ Jelas Henry.
‘Jadi, gimana
caranya kita nyegat Diah?’ Tanya Nada.
‘Kamu coba ajak
Diah buat belajar bareng di Kantin Sekolah. Kita cegat dia dengan cara
ngobrol-ngobrol biasa aja sampai Ismail datang bawa kuenya.’ Jelas Henry.
‘Kok
aku yang bawa kuenya?’ Potong Ismail kesal.
‘Kamu bisa ambil
kuenya pake motor, itu bakal mengirit waktu. Dan Diah pasti bakal nerima ajakan
ini kalau Nada ada.’ Jelas Henry.
‘OK, ngerti deh.’
Kata Ismail agak bete.
‘Awalnya kita
bakal belajar bareng dulu. Kalau udah jam 1, Mail harus minta ijin ke toilet
buat ngecohin si Diah biar dia nggak curiga. Tau lah maksud aku apa kan?’ Jelas
Henry.
‘Iya deh, kamu
udah siapin kadonya?’ Tanya Nada.
‘Iya, ada di tas
aku.’ Kata Henry.
Tiba-tiba, Diah
pun masuk ke kelas. Henry menyuruh Nada untuk ,mengajak Diah. Nada mendekati
Diah dan mulai mengajaknya. Diah terlihat menganggukan kepalanya dengan
canggung dan ia langsung duduk di kursinya.
‘Sepertinya
rencana berjalan lancar.’ Hibur Ismail.
‘Kuharap begitu.’
Kata Henry datar.
“Diah, tolonglah kembali ceria seperti seharusnya.” Ucap
benak Henry.
Bel tanda pulang
sudah berdering. Henry, Ismail, Nada dan Diah bergegas menuju kantin. Mereka langsung
duduk di meja kantin yang kosong dan mereka pun mulai mengerjakan PR bersama.
Jam sudah
menunjukan pukul 1. Sesuai rencana, Ismail pergi ke toilet. Mereka bertiga pun
kembali belajar sampai jam 1.15.
‘Akhirnya selesai
juga. Pulang yuk!’ Ajak Diah puas.
‘Tunggu dulu,
Ismail belum balik nih.’ Cegah Henry.
‘Iya Diah, tunggu
Ismail dulu ya. Kita pulang bareng ya.’ Tambah Nada.
‘Nggak ah, aku
mau pulang.’ Bentak Diah kesal.
‘Tunggu dulu deh,
kita kan harus solider.’ Bujuk Nada.
‘Kan aku nggak
se-Angkot sama si mail, dia kan pacar kamu bukan pacar aku. Ngapain aku
ngurusin dia?’ Bentak Diah jutek.
‘Kamu bilang apa?!
Kamu bisa nggak sih nunggu dia bentar aja.’ Tanya Nada emosi.
‘Nggak! Aku mau
pulang! Kenapa sih kalian nyegat aku terus?’ Bentak Diah emosi.
Dan percekcokan antara Nada dan Diah pun terjadi. Henry melihat mereka
berdua beradu mulut dengan penuh keheranan.
"Pintar juga si Nada. Mancing emosi
Diah agar Diah sibuk memarahi dia. Kuharap Ismail cepat kembali sebelum mereka
saling menjengut-jengut kerudung mereka satu sama lain.” Pikir Henry kagum.
Tak lama
kemudian, Ismail datang membawa kue yang sudah diberi lilin berbentuk “16” yang
menyala sambil menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Di kue itu terdapat tulisan
“Happy Birthday Diah!!”. Henry dan Nada pun berdiri dan menyanyikan lagu “Happy
Birthday” juga.
Diah terlihat
senang dan terkejut jadi 1 sampai air matanya keluar. ‘Ayo, make a wish Diah!’ Suruh Henry girang.
Diah menutup
matanya dan langsung meniup lilin sampai padam. Semua orang yang ada di kantin
bertepuk tangan dengan suka cita padanya termasuk Henry, Ismail dan Nada.
Mereka pun
memotong kuenya dan membagikannya pada orang-orang yang berada di sekitar
Kantin. Mereka juga berfoto dengan suka cita.
Diah mendekati
Henry dan meminta Nada untuk memotret mereka berdua, Diah berpose lucu layaknya
ABG biasa sementara Henry hanya tersenyum seperti biasanya. Saat Nada selesai,
Diah mendekati Nada untuk melihat hasilnya. Henry hanya tersenyum melihat Diah
yang sudah kembali ceria.
‘Terima kasih
untuk semuanya ya.’ Kata Diah senang.
‘Tunggu Diah! Aku
punya sesuatu buat kamu!’ Cegah Henry sambil memberikan sebuah kado pada Diah.
Diah terkejut
melihat isi dari kado itu. Sebuah boneka Hello Kitty dengan tulisan “I Love
You” di bajunya. Diah mulai mengeluarkan air matanya.
‘Sebenarnya, aku
suka sama kamu, Diah. Sejak pertama kali bertemu.’ Kata Henry malu-malu.
Tiba-tiba Diah
menampar Henry cukup keras. Henry hanya diam pasrah dan membisu tanpa sepatah
kata apapun yang keluar.
‘Tega kamu hen!
Beraninya kamu giniin aku di saat seperti ini! Aku kecewa sama kamu hen! Jangan
ganggu aku lagi!’ Teriak Diah sambil menangis.
Diah pun meraih
tasnya dan berlari keluar dengan boneka itu diikuti oleh Nada yang ingin menenangkannya. Ismail
mendekati Henry yang terdiam 1000 bahasa.
‘Tega kamu ya?
Kamu bilang, kamu cuma mau liat dia ceria lagi.’ Kata Ismail kesal.
‘Aku cuma
penasaran.’ Jawab Henry datar.
‘Aku ngerti, tapi
coba liat! Dia bakal benci kamu dan kamu bakal kehilangan dia loh.’ Kata Ismail
kesal.
‘Aku nggak peduli
kalau dia bakal membenciku selamanya, setidaknya dia tahu perasaan aku yang
sebenarnya.’ Jawab Henry datar.
‘Aku kecewa hen.’
Kata Ismail.
Ismail pun pergi
menyusul Nada untuk menenangkan Diah.
Henry pun
kehilangan segalanya. Cinta dan teman-temannya telah sirna. Henry mengusap
bekas lukanya yang mengembung dengan canggung sambil melihat fotonya bersama
Diah tadi.
“Setidaknya aku
bisa melihat senyummu untuk terakhir kalinya, Diah. Terima kasih telah membuat
hidupku lebih bermakna.” Ucap Benak Henry.
Henry teringat
lagi pada pesan dari Almarhum ibu Diah. Henry merasa down karena ia tidak dapat memenuhi wasiat dari ibu Diah.
“Maaf tante,
sepertinya saya tidak bisa menjaga Diah lagi.” Ucap benak Henry sedih.
0 komentar:
Posting Komentar