Selasa, 10 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Sumpah Yang Diingkar

Hari ini sudah tanggal 6 Januari. Henry telah bersiap diri untuk semester 2. Henry sudah mengenakan Seragam barunya yang ditambah rompi abu-abu almamater, sepatu baru dan tas baru. Henry benar-benar sudah siap, dia pun turun untuk menyantap sarapannya.

‘Henry ayo makan.’ Ajak ibu yang sudah duduk di meja makan dengan makan kesukaan Henry diatas meja.

Henry tersenyum dan bergegas duduk untuk menyantap sarapannya. Ibunya tersenyum melihat anaknya memakan srapannya dengan lahap. Tapi, senyumannya sirna saat melihat bekas luka Henry yang menggembung. Ibu juga teringat bahwa hari ini adalah hari dimana ia akan kehilangan sesuatu yang penting itu.

‘Alhamdulillah. Henry pergi dulu ya bu.’ Kata Henry yang telah selesai menyantap sarapannya.
‘Ok, tapi ibu nanti bakal lembur. Jadi, bawa kunci cadangan ya. Ada mie di lemari buat makan nanti.’ Jelas ibu.
‘OK, Assalamualaikum bu.’ Kata Henry.
‘Waalaikum salam.’ Kata ibu.

Henry pun mencium tangan ibunya dan segera meraih tasnya untuk pergi ke sekolah dengan penuh semangat.


Di kelas. Henry sedang mengobrol dengan Ismail dan Nada dengan asyiknya.

‘Kenapa tiba-tiba kamu mau nembak si Diah?’ Tanya Nada terkejut. 
‘Iya, kenapa? Bukannya kamu nggak mau nembak si Diah?’ Tambah Ismail.
‘Bulan depan aku bakal di operasi.’ Jawab Henry datar.
‘Apa?! Operasi apa?!’ Tanya Ismail terkejut.

Henry menunjukan bekas lukanya yang mengembung pada mereka berdua.

‘Kenapa bekas luka itu bisa menjadi seperti itu?’ Tanya Nada heran.
‘Kata ibu aku sih ada tumor didalamnya dan ini harus segera di operas.’ Jawab Henry.

‘Ini pasti gara-gara si Fauzi! Harusnya dia ganti rugi!’ Kata Ismail emosi.
‘Udah deh mail, dia udah nggak penting lagi.’ Kata Henry mencoba menenangkan Ismail.

‘Terus? Apa hubungannya sama si Diah?’ Tanya Nada.
‘Aku punya firasat buruk tentang operasi itu. Jadi, aku mau Diah tahu perasaan aku sebelum aku dioperasi.’ Jelas Henry.

Ismail pun menepuk pundak Henry. ‘Oh, gitu ya? Tenang hen! Kalian kan udah deket banget, tembak langsung aja disini!’ Kata Ismail santai.

‘Kamu yakin? Emang dia bakal nerima aku?’ Tanya Henry ragu.
Ismail menepuk pundak Henry lebih keras lagi. ‘Ya iyalah! Percaya deh.’ Katanya.

Tiba-tiba Diah masuk ke kelas, tapi ada yang aneh dengan Diah.Wajahnya murung, kepalanya tertunduk dan ia terlihat sedih.

‘Tuh orangnya datang! Ayo tembak dia sekarang.’ Suruh Ismail.
‘Tunggu!’ Cegah Nada. ‘Jangan tembak dia dulu hen. Kayanya dia lagi ada masalah deh.’ Lanjutnya.
‘Benar juga, coba kamu cari tahu.’ Suruh Henry.

Nada mendekati Diah yang sedang duduk dengan kepalanya yang tertunduk pada mejanya. Henry dan Ismail melihat mereka sedang berbicara namun, mereka tidak dapat mendengar mereka. Mereka terkejut melihat Diah yang tiba-tiba menangis sambil memeluk Nada dengan erat.

Henry merasa heran pada apa yang terjadi pada Diah. Dia mencoba mendekati Diah namun, Ismail memegang pundaknya dan berkata. ‘Tenang hen, biar kita tanya Nada nanti. Biarin Diah sendiri dulu.’
Henry menganggukan kepalanya dan kembali duduk di kursinya.

Selama jam pelajaran, Henry tidak bisa konsen pada materi yang diterangkan oleh guru. 
“Apa yang terjadi pada Diah?” Pikirnya. 

Dia melihat Diah yang murung dengan air matanya yang membasahi pipinya. Henry masih penasaran pada apa yang terjadi pada Diah. Sebenarnya, dia bisa langsung menanyakannya pada Diah sekarang karena mereka sejajar. Tapi, Henry lebih memilih untuk menunggu Nada memberitahunya daripada langsung menanyakannya pada Diah. Karena, dia tahu kalau emosi Diah sedang tidak stabil.

Di jam pulang sekolah, Henry sedang menunggu Nada di depan gerbang sekolah. Tak lama kemudian, Nada dan Ismail sudah terlihat oleh Henry. 
‘Hai nad, dimana Diah?’ Tanya Henry.
‘Di BK.’ Jawab Nada.
‘Di BK? Ngapain dia di BK?’ Tanya Henry heran.
‘Itu berita buruknya.’ Kata Ismail.
‘Apa?’ Tanya Henry makin heran.
Ismail berkata. ‘Yang membuat Diah menangis adalah....’ Nada pun memotong. ‘Ibunya sudah meninggal.’

Henry terlihat schoked, dia tidak menyangka ibu Diah yang baru ia kenal telah meninggal. 
‘APA?! Kenapa bisa?’ Tanya Henry schoked.
‘Katanya sih, gara-gara kanker paru-paru.’ Jawab Nada.

Henry mulai menangis. Pantas saja ibu Diah mengatakan hal yang aneh-aneh padanya. Ternyata saat itu ibu Diah sedang sakit. Di pikirannya, teringat pesan terakhir ibu Diah. 
“Tolong jaga Diah ya.”

‘Henry?’ Kata Ismail. Henry pun sadar dari lamunannya. ‘Kamu nggak apa-apa hen?’ Tanya Ismail.
Henry mengusap air matanya dan berkata. ‘Iya, aku nggak apa-apa.’

‘Jadi, gimana hen? Bakal susah kalau nembak si Diah kalau situasinya kayak gini.’ Keluh Ismail.
‘Kalau aku nggak bisa dapetin hatinya, setidaknya aku mau lihat senyumannya lagi. Bahkan untuk terakhir kalinya, mungkin.’ Kata Henry.
‘Itu juga sulit hen.’ Kata Ismail bingung.
‘Nggak juga, aku tahu caranya.’ Kata Nada.
‘Apa?’ Tanya Henry.
Nada berkata. ‘Tanggal 30 nanti ulang tahun si Diah dan....’ Henry pun memotong. ‘Kita bisa gunakan itu untuk membuat Diah ceria kembali!’
‘Betul.’ Kata Nada.

“Tanggal 30 ya? Berarti aku harus nggak jajan sampai tanggal 28.” Pikir Henry.

‘Jadi, rencananya apa?’ Tanya Ismail.
‘Tentu aku punya.’ Jawab Henry mantap.

Henry pun memberitahu rencananya pada mereka berdua.

“Diah, tolong berikan senyumanmu untuk terakhir kali untukku.” Ucap benak Henry.


Jam sudah menunjukan pukul 16.30. Ibu sedang duduk di suatu ruang tamu yang rapi sekali. Tiba-tiba, seorang pria berkacamata, berambut keriting dan bertubuh kurus keluar dari pintu yang berada di sebelah kanan. Pria itu membawa nampan dengan 2 cangkir teh diatasnya. ‘Silahkan.’ Kata pria itu memberikan secangkir teh pada ibu.
‘Haris. kapan kita mulai?’ Tanya ibu.

Pria itu duduk di kursi yang bersebrangan dari kursi ibu. Dia meminum tehnya dengan santai. ‘Sabar dulu lah, emang kamu mau apa? Emang gaji kamu nggak cukup buat shopping?’ Keluh Haris.

‘Bukan.’ Jawab ibu ketus.‘Bekas luka Henry sudah memburuk keadaannya. Aku butuh uang untuk operasi bekas lukanya.’ Jelas ibu.

Haris meletakan cangkirnya ke atas meja. ‘Begitu ya? Tapi kamu yakin kamu mau menjual ginjal kamu?’ Tanya Haris.

Ibu menganggukan kepalanya dengan canggung.

‘Apa kamu tahu resikonya kalau kamu cuma punya 1 ginjal saja?’ Tanya Haris.

‘Aku akan melakukan apapun demi Henry. Hanya dia yang aku punya. Apa aku harus merelakan ia mati? Dialah hartaku yang paling berharga.’ Jawab ibu tegas.

Tiba-tiba, Haris berdiri dari kursinya. Dia pergi ke ruangan yang ada di sebelah kiri. Ibu hanya terdiam agak ketakutan. Tak lama kemudian, Haris keluar dari ruangan itu dan memberikan sebuah koper berisi uang yang cukup banyak. ‘Ini! Cepat bawa Henry kerumah sakit!’ Suruh Haris Tegas.

‘Apa?’ Tanya ibu terkejut.
‘Kamu ibu yang hebat, Siti, aku salut sama kamu. Tapi, kamu tidak perlu menjual ginjal kamu hanya untuk Henry. Aku pasti bantu kamu kok!.’ Jawab Haris.
‘Nggak, aku nggak bisa nerima uang ini. Aku nggak bisa ngegantiin uang ini.’ Tolak ibu.
‘Kamu tidak perlu menggantinya. Aku udah janji sama Hasan, sahabatku untuk membantu kamu dan Henry saat dia sudah meninggal.’ Kata Haris.

Ibu pun terdiam. Haris menggenggam pundak ibu dan berkata dengan pelan. ‘Sekarang, bawa koper ini dan bawa Henry ke Rumah Sakit di dekat Stasiun itu. Kalau kamu butuh yang lainnya, bilang aja ya. Aku pasti bantu, mengerti?’

Ibu menganggukan kepalanya dan berkata. ‘Makasih banget Haris. Aku pasti bakal ngegantiin uang ini.’

Haris melepaskan genggamannya dan tersenyum pada ibu. ‘Jangan pernah berpikir untuk menggantinya, aku ikhlas kok.’ Kata Haris.

Ibu pun mulai tersenyum. Ia berpamitan pada Haris dan pergi meninggalkan rumah Haris sambil membawa koper itu untuk biaya operasi Henry.
Haris melihat istri almarhum Sahabatnya yang sudah pergi melalui jendela. 

"Kenapa kamu harus pergi duluan Hasan? Apa kamu nggak kasihan sama istri kamu yang harus berjuang sendirian demi Henry?" Ucap benak Haris.

Ibu duduk termenung memeluk koper itu dengan erat di dalam Angkot. 

“Haruskah aku membawa Henry sekarang? Tidak, bulan depan saja. Henry harus menyiapkan mentalnya dulu.’ Pikir ibu.


Sekarang sudah tanggal 30. Henry, Ismail dan Nada sedang mengobrol di bangku paling ujung. Sedang merencanakan kejutan ulang tahun Diah. 
‘Kapan kuenya bisa diambil?’ Tanya Henry.
‘Jam 1.’ Jawab Nada.
‘Berarti kita harus nyegat Diah selama 75 menit.’ Kata Henry. ‘75 menit? Kita kan pulang jam 12 kan?’ Potong Ismai
‘Jarak antara Sekolah dan Bakery kurang lebih 1 KM. Jadi, perkiraan aku butuh waktu 15 menit untuk mengambil kuenya dan memberikannya ke Diah.’ Jelas Henry.

‘Jadi, gimana caranya kita nyegat Diah?’ Tanya Nada.
‘Kamu coba ajak Diah buat belajar bareng di Kantin Sekolah. Kita cegat dia dengan cara ngobrol-ngobrol biasa aja sampai Ismail datang bawa kuenya.’ Jelas Henry. 
‘Kok aku yang bawa kuenya?’ Potong Ismail kesal.
‘Kamu bisa ambil kuenya pake motor, itu bakal mengirit waktu. Dan Diah pasti bakal nerima ajakan ini kalau Nada ada.’ Jelas Henry.
‘OK, ngerti deh.’ Kata Ismail agak bete.
‘Awalnya kita bakal belajar bareng dulu. Kalau udah jam 1, Mail harus minta ijin ke toilet buat ngecohin si Diah biar dia nggak curiga. Tau lah maksud aku apa kan?’ Jelas Henry.
‘Iya deh, kamu udah siapin kadonya?’ Tanya Nada.
‘Iya, ada di tas aku.’ Kata Henry.

Tiba-tiba, Diah pun masuk ke kelas. Henry menyuruh Nada untuk ,mengajak Diah. Nada mendekati Diah dan mulai mengajaknya. Diah terlihat menganggukan kepalanya dengan canggung dan ia langsung duduk di kursinya.

‘Sepertinya rencana berjalan lancar.’ Hibur Ismail.
‘Kuharap begitu.’ Kata Henry datar. 

“Diah, tolonglah kembali ceria seperti seharusnya.” Ucap benak Henry.

Bel tanda pulang sudah berdering. Henry, Ismail, Nada dan Diah bergegas menuju kantin. Mereka langsung duduk di meja kantin yang kosong dan mereka pun mulai mengerjakan PR bersama.

Jam sudah menunjukan pukul 1. Sesuai rencana, Ismail pergi ke toilet. Mereka bertiga pun kembali belajar sampai jam 1.15.

‘Akhirnya selesai juga. Pulang yuk!’ Ajak Diah puas.
‘Tunggu dulu, Ismail belum balik nih.’ Cegah Henry.
‘Iya Diah, tunggu Ismail dulu ya. Kita pulang bareng ya.’ Tambah Nada.
‘Nggak ah, aku mau pulang.’ Bentak Diah kesal.
‘Tunggu dulu deh, kita kan harus solider.’ Bujuk Nada.
‘Kan aku nggak se-Angkot sama si mail, dia kan pacar kamu bukan pacar aku. Ngapain aku ngurusin dia?’ Bentak Diah jutek.
‘Kamu bilang apa?! Kamu bisa nggak sih nunggu dia bentar aja.’ Tanya Nada emosi.
‘Nggak! Aku mau pulang! Kenapa sih kalian nyegat aku terus?’ Bentak Diah emosi.

Dan percekcokan antara Nada dan Diah pun terjadi. Henry melihat mereka berdua beradu mulut dengan penuh keheranan. 

"Pintar juga si Nada. Mancing emosi Diah agar Diah sibuk memarahi dia. Kuharap Ismail cepat kembali sebelum mereka saling menjengut-jengut kerudung mereka satu sama lain.” Pikir Henry kagum.

Tak lama kemudian, Ismail datang membawa kue yang sudah diberi lilin berbentuk “16” yang menyala sambil menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Di kue itu terdapat tulisan “Happy Birthday Diah!!”. Henry dan Nada pun berdiri dan menyanyikan lagu “Happy Birthday” juga.

Diah terlihat senang dan terkejut jadi 1 sampai air matanya keluar. ‘Ayo, make a wish Diah!’ Suruh Henry girang.

Diah menutup matanya dan langsung meniup lilin sampai padam. Semua orang yang ada di kantin bertepuk tangan dengan suka cita padanya termasuk Henry, Ismail dan Nada.

Mereka pun memotong kuenya dan membagikannya pada orang-orang yang berada di sekitar Kantin. Mereka juga berfoto dengan suka cita.

Diah mendekati Henry dan meminta Nada untuk memotret mereka berdua, Diah berpose lucu layaknya ABG biasa sementara Henry hanya tersenyum seperti biasanya. Saat Nada selesai, Diah mendekati Nada untuk melihat hasilnya. Henry hanya tersenyum melihat Diah yang sudah kembali ceria.

‘Terima kasih untuk semuanya ya.’ Kata Diah senang.
‘Tunggu Diah! Aku punya sesuatu buat kamu!’ Cegah Henry sambil memberikan sebuah kado pada Diah.

Diah terkejut melihat isi dari kado itu. Sebuah boneka Hello Kitty dengan tulisan “I Love You” di bajunya. Diah mulai mengeluarkan air matanya.

‘Sebenarnya, aku suka sama kamu, Diah. Sejak pertama kali bertemu.’ Kata Henry malu-malu.

Tiba-tiba Diah menampar Henry cukup keras. Henry hanya diam pasrah dan membisu tanpa sepatah kata apapun yang keluar.
‘Tega kamu hen! Beraninya kamu giniin aku di saat seperti ini! Aku kecewa sama kamu hen! Jangan ganggu aku lagi!’ Teriak Diah sambil menangis.

Diah pun meraih tasnya dan berlari keluar dengan boneka itu diikuti oleh Nada yang ingin menenangkannya. Ismail mendekati Henry yang terdiam 1000 bahasa.

‘Tega kamu ya? Kamu bilang, kamu cuma mau liat dia ceria lagi.’ Kata Ismail kesal.
‘Aku cuma penasaran.’ Jawab Henry datar.
‘Aku ngerti, tapi coba liat! Dia bakal benci kamu dan kamu bakal kehilangan dia loh.’ Kata Ismail kesal.
‘Aku nggak peduli kalau dia bakal membenciku selamanya, setidaknya dia tahu perasaan aku yang sebenarnya.’ Jawab Henry datar.
‘Aku kecewa hen.’ Kata Ismail.

Ismail pun pergi menyusul Nada untuk menenangkan Diah.

Henry pun kehilangan segalanya. Cinta dan teman-temannya telah sirna. Henry mengusap bekas lukanya yang mengembung dengan canggung sambil melihat fotonya bersama Diah tadi.

“Setidaknya aku bisa melihat senyummu untuk terakhir kalinya, Diah. Terima kasih telah membuat hidupku lebih bermakna.” Ucap Benak Henry.

Henry teringat lagi pada pesan dari Almarhum ibu Diah. Henry merasa down karena ia tidak dapat memenuhi wasiat dari ibu Diah.

“Maaf tante, sepertinya saya tidak bisa menjaga Diah lagi.” Ucap benak Henry sedih.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates