Henry sedang duduk didepan
bu Kokom dengan tegangnya. Bu Kokom
menghela nafasnya dan mulai bertanya dengan nada lembut. ‘Henry, apa kamu betah
sekolah disini?’
‘Iya bu.’ Jawab
Henry tegang.
‘Punya banyak
teman baru?’ Tanya bu Kokom lagi.
‘Alhamdulillah
bu.’ Jawab Henry.
‘Apa kamu ada masalah
sama teman baru kamu?’ Tanya bu Kokom agak curiga.
‘Nggak bu.’ Jawab
Henry cemas.
‘Coba buka
plester kamu dan buka baju kamu.’ Perintah bu Kokom tegas.
Henry membuka
plesternya dan seragamnya serta kaosnya. Bu Kokom terkejut melihat luka
kebiruan di badan dan pelipis siswa barunya ini. Dengan schokednya bu Kokom bertanya ‘He, Henry…. Apa ini?!’
Henry hanya
tertunduk lesu.
‘Henry, coba
jujur ke ibu! Apa yang terjadi dan kenapa kamu bisa begini?!’ Tanya bu Kokom
agak memaksa.
‘Tadi pagi saya
berkelahi bu.’ Jawab Henry pasrah.
‘Berkelahi sama
siapa?’ Tanya bu Kokom terkejut.
‘Fauzi.’ Jawab
Henry pasrah.
‘Kenapa kalian
berkelahi?’ Tanya bu Kokom.
‘Soalnya dia
ngeganggu teman saya bu.’ Jawab Henry sedih.
‘Coba ceritakan
lebih jelas!’ Suruh bu Kokom.
Dengan sedikit
air mata yang keluar, Henry menceritakan semuanya. Kedatangan Fauzi,
perkelahian itu, saat Fauzi menghina Henry habis-habisan dan cerita masa
lalunya yang kelam. Bu Kokom hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak percaya
bahwa ada orang yang berani nge-bully sampai separah itu.
‘Kenapa kamu
nggak lapor ke ibu atau ke satpam?’ Tanya bu Kokom.
Saya takut bu.’
Jawab Henry sedih.
‘Tenang aja
Henry, sekolah ini beda sama SD kamu yang matrealistis itu! Sekolah ini tegas
kok, anak yang kayak gitu biasanya di keluarin dari sekolah.’ Hibur bu Kokom.
‘Biar ibu laporkan ini ke kepala sekolah! Ini sudah keterlaluan!’ Lanjutnya
kesal.
‘Jangan bu!’
Larang Henry.
‘Tenang aja
Henry, dia nggak bakal dikeluarin tapi, dia bakal dipenjara! Ini sudah
kriminalitas! Itu sudah pantas buat setan kayak dia yang udah nyiksa kamu 6
tahun berturut-turut!’ Tolak bu Kokom yang sudah berdiri dari kursinya.
‘Jangan bu!
Tolong jangan keluarin Fauzi! Saya janji, saya nggak bakal cari masalah sama
dia lagi.’ Pinta Henry.
Bu Kokom memandang
Henry penuh keheranan. Dia kembali duduk di kursinya dan mancoba menenangkan
dirinya. ‘Kenapa kamu nggak mau Fauzi dikeluarkan?’ Tanya bu Kokom.
Henry hanya diam
saja.
‘Henry? Yo,
Henry? Kamu dengar ibu?’ Tanya bu Kokom keheranan.
Tiba-tiba bel
masuk pun berbunyi.
‘Udah masuk nih
bu. Henry masuk dulu ya bu. Tenang, Henry nggak akan berurusan dengan Fauzi
lagi. Assalamualaikum bu.’ Kata Henry yang bergegas pergi ke kelasnya
meninggalkan bu Kokom di ruang BK.
Bu Kokom
benar-benar keheranan pada murid barunya ini. Dia berfikir sejenak, “apa yang
terjadi pada siswa baruku ini? Perkelahian dan bully yang terjadi selama 6
tahun berturut-turut pastilah akan menjadi trauma sosial bagi dia. Tapi, kenapa
dia tidak mau Fauzi dikeluarkan??”
Sepulang sekolah,
Henry sedang berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu Diah. Sejak
kejadian di BK itu, dia tidak melihat Diah bahkan kursinya kosong selama jam
pelajaran!
“Apa Diah marah
padaku gara-gara aku tidak mengikuti nasihatnya?” Pikir Henry cemas.
Sudah cukup lama dia
berdiam di sana seperti patung. Banya orang yang melewatinya tapi, dia tidak
melihat Diah, tidak sama sekali.
Tiba-tiba Ismail
menghampirinya
dan mengajaknya pulang. ‘Kamu lagi ngapain? Pulang bareng yuk!’
‘Nggak ah, aku
lagi nungguin si Diah.’ Tolak Henry.
‘Cie, cie.
Nungguin Diah..’ Goda Ismail.
‘Bukan gitu, ada
hal yang mau aku omongin sama dia.’ Bantah Henry.
‘Oh, mau nembak
ya? Cie..’ Goda Ismail.
‘Bukan!’ Bantah
Henry kesal.
‘Iya deh, maaf.’
Kata Ismail.
‘Iya deh. Eh,
kamu liat si Diah nggak?’ Tanya Henry.
‘Nggak. Aku belum
lihat si Diah dari jam istirahat.’ Jawab Ismail. ‘Eh, itu si Nada. Kita tanya
aja yuk. Dia kan deket banget sama si Diah.’ Lanjutnya.
Henry dan Ismail
pun menghampiri Nada. Henry pun bertanya. ‘Kamu tahu nggak si Diah kemana?’
‘Aku nggak tau.
Tasnya aja udah hilang pas selesai istirahat.’ Jawab Nada. ‘Memangnya kenapa?’
Tanya Nada.
‘Aku cuma mau
minta maaf.’ Jawab Henry.
‘Minta maaf buat
apa?’ Tanya Ismail.
‘Minta maaf
gara-gara kamu nggak ngikutin nasihatnya ya?’ Potong Nada.
Henry
menganggukan kepalanya.
‘Diah udah
nyeritain semuanya ke aku. Dia khawatir dengan semua yang kamu lakuin buat
dia.’ Lanjut Nada.
‘Kayaknya dia
pulang duluan deh gara-gara dia kesal sama aku.’ Kata Henry sedih.
‘Kayaknya nggak
deh. Aku juga nggak liat si Fauzi sama si Hadi dari jam istirahat. Apa mereka
nyulik si Diah biar kamu bisa berantem lagi sama mereka?’ Kata Ismail curiga.
‘Lebay ah. Jangan
su’udzan Mail.’ Kata Henry.
‘Iya, Mail.
Lagipula, mana mungkin si Diah diculik? Dia kan bukan anak kecil.’ Tambah Nada.
Ismail hanya
tertawa geli dan berkata. ‘Iya deh, maaf.’
‘Hen, mending
kamu minta maaf ke si Diah deh. Ini nomor HPnya.’ Kata Nada memberikan secarik
kertas yang tertulis sebuah nomor HP.
‘Buat aku mana?’
Tanya Ismail.
‘Lihat aja di si
Henry.’ Jawab Nada.
‘Bukan nomor si
Diah.’ Kata Ismail.
‘Nomor siapa?’
Tanya Nada.
‘Nomor kamu.’
Jawab Ismail.
‘Idih. Modus!’
Kata Nada.
Selama mereka
berdua bertengkar gara-gara nomor Nada, Henry hanya diam melihat nomor HP diah.
“Haruskah aku
meminta maaf padanya sekarang juga? Sepertinya
tidak, aku harus menunggu beberapa saat. Sampai dia tidak gelisah lagi,
dan saat itulah aku akan minta maaf.’” Pikirnya.
‘Ya udah deh,
makasih ya nada! Aku pulang dulu ya.’ Kata Henry yang sudah berjalan
meninggalkan sekolahnya.
Ismail dan Nada
pun melambaikan tangannya. dan setelah Henry pergi, mereka kembali bertengkar
lagi.
Diah membuka
kedua matanya perlahan-lahan. Kepalanya terasa dakit karena tembakan Hadi itu. Sekitarnya terlihat agak gelap dan
bau, terlihat ada 2 orang sedang tertidur bersender pada tembok. Diah berusaha
untuk kabur namun sialnya, tangannya sudah diikat dibelakang kursi yang ia
duduki.
“Dimana aku?”
Pikir Diah kebingungan.
Seseorang
terbangun dan melihat Diah sudah terbangun. Dia membangunkan temannya dan
mereka berdua mendekati Diah. Diah melihat mereka lebih jelas dan ternyata
mereka adalah Fauzi dan Hadi!
‘Udah bangun ya?
Mimpi indah nggak?’ Tanya Fauzi.
‘Menurut loe?’
Bentak Diah.
‘Diam lu!’ Bentak
Hadi keras.
‘Tenang di.
Jangan bentak tamu kita ini.’ Kata Fauzi.
Fauzi mendekatkan
wajahnya pada wajah Diah yang terlihat ketakutan setengah mati.
‘Si kampret ini
bakal buat si gembel itu datang kesini.’ Kata Fauzi. ‘Kamu punya nomor si
gembel itu kan?’ Lanjutnya.
‘Kagak!’ Teriak
Diah kesal.
‘Bohong!’ Teriak
Fauzi. Dia berdiri dan menyuruh Hadi untuk menggeledah tas Diah yang sudah
mereka ambil saat Diah masih tertidur. Hadi membuang segala yang ada di dalam
tas Diah sampai dia mendapatkan HP Diah.
‘Periksa
kontaknya! Pasti ada nomor si gembel itu. Dia kan pacarnya.’ Perintah Fauzi.
‘Aku bukan
pacarnya!’ Teriak Diah.
‘Diam!’ Bentak
Fauzi.
Hadi
mengutak-atik HP Diah. Setelah sekian lama, dengan kesalnya dia berkata ‘Nggak
ada zi.’
‘Bangsat!’ Teriak
Fauzi kesal sambil memukul tembok.
‘Kan udah gue
bilang, gue nggak punya nomornya bego.’ Ledek Diah.
‘Diam lu!’ Teriak
Fauzi. ‘Di, jaga si kampret itu! Gue mau boker dulu.’ Lanjut Fauzi.
‘Kenapa lu
ngelakuin ini? Apa salah gue? APA SALAH HENRY?!’ Teriak Diah emosi.
Fauzi hanya cuek
dan pergi keluar. Diah mulai menangis dan Hadi hanya duduk bersender disebelah
Diah.
‘Hadi, kenapa
kamu ikut-ikutan?’ Tanya Diah yang masih menangis.
‘Gue nggak suka
kalau ada orang yang lebih pinter dari gue, mending mampusin aja.’ Jawab Hadi
ketus.
‘Kenapa kalian
nggak bersaing secara sehat aja?’ Usul Diah.
‘Males, mending
mampusin aja.’ Kata Hadi dingin.
‘Kalau gitu,
kenapa lu nggak mampusin bu Kokom sama bokap-nyokap lu aja? Mereka kan lebih
pinter dari lu.’ Sindir Diah ketus.
Hadi hanya
terdiam.
‘Menurut gue, lu
itu pecundang! Lu lemah! Lu takut sama si Henry kan? Kalau lu mau menang,
kalahin Henry pake cara yang adil dong.’ Lanjut Diah.
Hadi hanya
terdiam saja mendengarkan ocehan Diah, Hadi tertunduk dalam duduknya. Tiba-tiba
Fauzi datang dan mulai menendang tong yang ada didekatanya.
‘Lu kenapa zi?’
Tanya Hadi kaget.
‘Bangsat! Dia
udah nggak ada gunanya!’ Teriak Fauzi kesal.
Henry sudah
pulang. Dia melihat ibunya sedang duduk di sofa, ibu terlihat sangat kesal. Ibunya
menyuruh Henry duduk dengan tegasnya, Henry pun duduk dengan tegang karena
takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.
‘Ibu dapet
telepon dari guru kamu. Katanya kamu berantem ya?’ Tanya ibu kesal.
Henry
menganggukan kepalanya dengan canggung.
‘Buka baju kamu.’
Suruh ibu tegas.
Henry pun membuka
bajunya dan ibunya terlihat terkejut setengah mati pada apa yang ia lihat pada
badan anaknya.
‘Astagfirullah!
Siapa yang buat kamu kayak gini?!’ Tanya ibu schoked.
‘Fauzi bu.’ Jawab
Henry canggung
‘Fauzi?!
Berandalan yang suka nyiksa kamu pas SD itu?!’ Tanya ibu.
Henry menganggukan
kepalanya.
‘Coba ceritain ke
ibu! Kenapa dia udah berani buat kamu kayak gini? Dasar berandalan.’ Suruh ibu.
Henry pun
menceritakan semua yang terjadi padanya di hari pertamanya yang kelam ini. Ibu
terlihat resah mendengar cerita anaknya ini.
‘Kenapa cuma gara-gara 1 cewek
doang kamu sampai nekat begitu hen?’ Tanya ibu khawatir.
‘Dia bukan pacar
Henry kok bu. Tapi dia itu satu-satunya yang mengerti Henry bu. Dan Henry nggak
rela kalau dia di bully sama si Fauzi.’ Jawab Henry sedih.
‘Kamu pikir kamu
siapa? Suaminya?’ Sindir ibu.
‘Henry nggak mau
kehilangan teman bu. Apalagi dia cewek, kan cewek nggak pantas disakiti kan bu?
Henry harus tetap melindungi dia karena itu sama saja dengan melindungi ibu
kan?’ Kata Henry.
Ibu mulai
tersenyum dan menganggukan kepalanya pada anaknya. Dia benar-benar bangga pada
anaknya ini, walaupun dia sering disakiti hatinya oleh banyak cewek, dia tidak
pernah membenci mereka. Bahkan, dia berani mengorbankan dirinya untuk seorang
cewek yang belum tentu menyukainya.
‘Ya udah, ibu
ngerti kalau kamu benar-benar peduli sama dia. Tapi, pikir-pikir dulu sebelum
bertindak ya.’ Kata ibu. ‘Kamu tidur aja dulu, ibu bakal laporin ini ke
polisi.’ Lanjutnya kesal.
‘Jangan bu!’
Larang Henry.
‘Kenapa?’ Tanya
ibu keheranan.
‘Ibu kan udah bilang,
lebih baik membalas api dengan air kan? Henry harus membalas Fauzi dengan
menunjukan ke Fauzi kalau Henry ini bisa lebih baik darinya di masa depan
nanti. Ibu ingat kan?’ Jelas Henry.
Ibu menghela
nafasnya dan berkata. ‘Iya, kamu benar.’ Tiba-tiba nada bicara ibu berubah
menjadi lebih tegas dengan air mata yang sudah jatuh dari matanya. ‘Tapi, apa
kamu mau begini terus? Kamu mau ditindas terus sama si Fauzi tanpa melawan? Ibu
sayang sama kamu hen, ibu nggak mau anak ibu ditindas semena-mena seperti itu.’
Lanjut ibu yang langsung pergi ke kamarnya. Terdengar suara tangisan yang cukup
keras, sepertinya ibu sedang menangis di kamarnya. Henry merasa sangat
bersalah. Baru kali ini dia membuat ibunya menangis sampai seperti itu.
Henry pun segera
memasuki kamarnya. Dia melempar tasnya ke dekat lemarinya dan langsung
membaringkan dirinya ke kasurnya. Henry mengambil kertas itu dari saku
celananya. Berfikir untuk menghubungi Diah atau tidak, apa Diah baik-baik saja?
Hari ini benar-benar berat bagi Henry.
Tanpa pikir
panjang lagi, Henry meraih HPnya dan mulai mengetik
“Halo Diah, ini
Henry. Maaf ya aku nggak ngedengerin nasihat kamu tadi. Kamu pasti marah sama
aku sampai kamu pulang duluan. Maafin aku ya. Please.. ;’(‘”
“Apa dia akan
memaafkan aku ya?” Pikir Henry cemas.
Denagn
mengucapkan basmalah, Henry mengetik SEND dan berbaring berpasrah diri.
Berharap agar Diah mau memaafkan dia.
Sementara itu, Fauzi sedang
duduk kesal sambil memainkan HP Diah dan Hadi hanya duduk disebelah Fauzi untuk
mengawasi Diah. Diah hanya duduk pasrah
di kursinya, dia
lapar, dia haus, dia lelah, dia bingung, dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Tiba-tiba HP Diah
berdering menandakan ada SMS masuk. Fauzi membacanya dan mulai menampakan
senyum “setan”nya lagi. ‘Bagus.’ Kata Fauzi.
‘Bagus apaan zi?’
Tanya Hadi.
Fauzi mendekati
Diah dan berkata ‘Ada SMS nih dari pacar lu, mau liat?’
Diah mulai kesal
dan terus berteriak meminta Fauzi menunjukan SMS itu.
‘Lu mau ya? Entar
lu boleh liat SMS ini pas si gembel udah mampus ya.’ Kata Fauzi.
‘Bangsat! Balikin
HP gue!’ Teriak Diah marah.
‘Diam lu.
Cerewet!’ Kata Hadi yang langsung menempelkan lakban ke mulut Diah.
‘Kayaknya besok
bakal seru nih.’ Kata Fauzi sambil mengetik SMS untuk Henry. ‘Teneng aja, si
gembel itu pasti bakal ke sini buat nyelametin elu. Tapi kayaknya besok juga
hari terakhir lu ngeliat si gembel itu.’ Lanjut Fauzi.
Fauzi pun tertawa
terbahak-bahak. Diah mulai mengeluarkan air matanya. Berharap apa yang telah
dikatakan Fauzi merupakan basa-basi semata.
“Kenapa ini
terjadi padaku? Henry tolong, jangan kesini. Tolong.” Ucap batin Diah yang
sedang menangis tersedu-sedu.
Setelah sekian
lama menunggu. Akhirnya Henry mendapat balasan dari Diah juga! Tapi,
ekspresinya berubah saat membaca balasannya.
“Halo Black
Henry. Pacar lu sekarang ada di tangan gue! Kalau lu mau dia balik lagi, pergi
ke gudang sekolah sendirian! Jangan kasih tahu orang lain apalagi polisi! Kita
selesain urusan kita besok!”
Henry terlihat
sangat marah. Kini kesabarannya sudah habis bagi Fauzi.
“Kamu udah berani
main api sekarang ya? Baiklah, lu yang minta. Kali ini gue nggak bakal
segan-segan lagi!” Ucap batin Henry marah.
Kali ini Henry
benar-benar marah, sangat marah. Dia sudah bersungguh-sungguh untuk melawan
Fauzi besok. Ini semua demi teman baiknya yang sangat berharga. Henry pun
mebalas.
“Gue terima
tantangan lu! Gue bakal mampusin lu dasar berandalan!”
0 komentar:
Posting Komentar