Henry sedang terbaring pasrah di sebuah
ranjang. Sekitarnya gelap, ia hanya melihat lampu yang menyilaukan matanya.
‘Tenang dek, ini tidak akan lama kok.’ Kata seseorang yang memakai baju abu-abu
dan bermasker di sampingnya.
Henry hanya
terdiam, dia hanya bisa pasrah saja. Dia
sempat hendak menghubungi teman-temannya untuk minta maaf namun, dia mengurungkan
niatnya karena dia yakin mereka masih marah padanya. Bayang-bayang mimpi itu
masih menghantuinya sampai sekarang. Dia hanya bisa berpasrah diri saja.
Dia teringat pada
kebodohannya kemarin. Jika saja dia tidak menembak Diah, pasti mereka bertiga sudah
ada di ruang tunggu menunggu Henry selesai operasi. Tapi, itu semua sudah
terjadi dan tidak berguna jika terus menyalahkan kesalahan di masa lalu.
Henry teringat
pada fotonya dengan Diah itu. Diah terlihat sangat bahagia sekali. Henry sangat
senang melihat Diah yang ceria seperti itu tapi, sepertinya dia tidak akan
melihat itu untuk selamanya.
“Aku harap mimpi
itu hanyalah mimpi biasa. Aku masih punya ibu.” Ucap benak Henry.
Orang-orang
berpakaian serba abu dan bermaskerpun mengeliling Henry.
‘ade tidur dulu
ya.’ Kata salah satu dari mereka sambil membius Henry dan operasi pun dimulai.
Setelah sekian
lama, Henry pun terbangun. Dia melihat sekitarnya putih, dia tidak merasakan
dingin karena itu bukanlah salju. Tiba-tiba muncullah kabut putih dan ia melihat
bayangan seseorang di balik kabut itu. ‘Henry!!’ Panggil orang itu.
Henry mengenal
suara itu. Sudah lama ia tidak mendengar suara itu dan mustahil jika orang itu
masih hidup. ‘Ayah?’ Kata Henry heran.
‘Kemari nak!’
Suruh orang itu.
‘Ayah!’ Kata
Henry terkejut. Dia langsing berlari menghadang kabut itu untuk menemui ayah
tercintanya.
Dan benar saja,
orang itu adalah anaknya. Wajahnya mirip Henry, tubuhnya tinggi dan ia
mengenakan baju serba putih.
‘Ayah?! Apa ini
benar-benar ayah?!’ Tanya Henry tidak percaya.
‘Iya nak. Ini
ayah.’ Kata orang itu mantap.
Henry memeluk
ayahnya dengan erat sambil mengeluarkan air matanya. Ayah melepaskan
pelukannya. Ia tersenyum pada anaknya dan bertanya. ‘Apa kabar hen? Apa ibu
sehat?’
Henry mengusap
air matanya dan menganggukan kepalanya dengan canggung.
‘Ayo ikut ayah.’
Ajak ayah.
Ayahpun berjalan
diikuti Henry. Mereka menyusuri padang putih itu bersama-sama. Ditengah
perjalanan, Henry bertanya. ‘Ayah, sebenarnya kita dimana?’
‘Ayah juga nggak
tau.’ Jawab ayah datar.
‘Terus? Ayah mau
ngajak aku kemana?’ Tanya Henry.
‘Ayah mau cari
jalan keluar.’ Jawab ayah. ‘Ayah udah liat semuanya. Kamu udah jadi orang yang
hebat! Ayah benar-benar bangga hen.’ Lanjut ayah sambil mengusap-usap rambut
anaknya.
‘Kok ayah tau?’
Tanya Henry heran.
‘Ayah memang
sudah mati, tapi ayah selalu ada di hati kamu.’ Jawab ayah yang tidak sadar
sudah keceplosan.
‘Tunggu dulu.’
Kata Henry. ‘Kalau ayah udah mati, berarti aku....’
‘Iya, kamu udah
mati nak.’ Kata ayah datar.
Henry pun schoked. Ia pun menangis karena tidak
percaya bahwa ia sudah mati.
‘Nggak mungkin! Apa mimpi itu benar-benar menjadi
kenyataan?’ Tanya Henry yang masih menangis.
‘Nggak, Rumah
Sakit itu kebakaran akibat radiasi HP di Ruang Operasi.’ Jelas ayah.
‘Ibu gimana? Apa
ibu selamat?’ Tanya Henry panik.
‘Alhamdulillah
ibu selamat. Tapi, ibu benar-benar schoked.’
Jelas ayah.
Henry menangis
makin menjadi-jadi. Ayahnya pun menggenggam pundak putranya dan berkata dengan
lembut. ‘Nak, kematian bukanlah hal yang bisa dihindari. Bahkan seorang Dokter
seperti ayah juga tidak dapat menghindari kematian. Mengerti?’
Henry
menganggukan kepalanya.
‘Ayo ikut ayah!
Ada sesuatu yang ingin ayah tunjukan.’ Kata ayah sambil menggendong putranya.
Henry mengiyakan
ajakan ayahnya.Setelah sekian lama berjalan, ayah pun menurunkan Henry. ‘Kita
sudah sampai.’ Kata ayah.
Henry melihat
sebuah gerbang batu berbentuk persegi dengan cahaya didalamnya. ‘Apa ini
ayah?’ Tanya Henry.
‘Ini adalah
Gerbang Dimensi. Gerbang penghubung dunia nyata dan dunia kita.’ Jelas ayah.
‘Berarti, kita
bisa melihat keadaan ibu saat ini.’ Kata Henry.
‘Pintar kamu.’
Puji ayah.
‘Tapi, aku nggak
tau udah berapa lama aku tertidur. Jangan-jangan ibu udah berubah jadi
nenek-nenek lagi.’ Kata Henry cemas.
Ayah pun tertawa
dan berkata. ‘Inilah bagusnya gerbang ini. Kita bisa pergi ke masa kini, masa
lalu, bahkan masa depan!’
Henry pun
terkagum-kagum pada Gerbang Dimensi ini. ‘Bagaimana cara menggunakannya?’ Tanya
Henry.
‘Tutup matamu dan
bayangkan waktu dan tempatnya.’ Jawab ayah.
Henry
menganggukan kepalanya. Dia dan ayahnya mendekati Gerbang Dimensi. ‘Bayangkan
sekarang Henry! Pada hitungan ke-3 kita akan masuk bersama-sama!’ Jelas ayah
memegang pundak putranya.
Henry mengiyakan
instruksi dari ayahnya. Dia menutup matanya, membayangkan tempat dan waktunya.
Ayahnya menghitung sampai 3 dan mereka
berdua pun memasuki Gerbang Dimensi.
Mereka berdua
tiba di Ruang Operasi. ‘Ini kan Ruang Operasi. Kenapa kamu mau ke sini?’ Tanya
ayah.
‘Aku mau tahu
bagaimana aku mati yah.’ Jawab Henry tegang. ‘Lebih baik kita sembunyi, nanti
ada yang liat kita lagi.’ Lanjut Henry.
Ayah hanya
tertawa lepas dan berkata. ‘Hey, kita ini sudah mati, kita udah jadi ruh. Nggak
mungkin ada yang bisa ngeliat kita.’
‘Benar juga ya?’
Kata Henry.
‘Iya. Ingat, kita
hanya bisa menonton. Kita tidak bisa melakukan apa-apa selain menonton.’ Jelas
ayah.
‘OK.’ Kata Henry.
Mereka melihat
para Dokter itu sudah selesai mengoperasi Henry. ‘Dia masih tertidur.
Sepertinya efek obat biusnya belum hilang. Biarkan dia tidur dulu.’ Kata salah
satu dari mereka.
Mereka pun hendak
keluar namun, mereka terhenti karena mereka melihat seseorang dari mereka duduk
di sebuah kursi dan dia hendak menelepon.
‘Hai Andre,
Jangan nelpon disini! Terlalu berbahaya!’ Cegah seorang Dokter yang bertubuh
tinggi.
‘Alah, tenang aja
Jaja. Aku udah tau itu, tenang aja, semuanya aman terkendali.’ Kata Andre
santai.
‘Iya deh. Tapi
kamu yang tanggung jawab kalau ada apa-apa.’ Kata Jaja meninggalkan Ruang
Operasi dengan yang lainnya.
Andre tidak
peduli pada ancaman Jaja. Dia asyik menelepon pacarnya dengan asiknya, dia tidak sadar bahwa radiasi
dari HPnya akan membahayakan pasiennya. Sekian lama dia asyik menelepon,
tiba-tiba mesin pemeriksa tekanan Jantung mengeluarkan percikan api akibat radiasi
dari HP Andre.
Percikan api itu
mengenai kabel listrik dan terjadilah krbakaran. Andre terkejut setengah mati.
Api itu menyebar kemana-mana sampai seluruh ruangan terbakar. Andre pun
melarikan diri dan meninggalkan Henry yang tertidur di kasurnya sendirian
dikelilingi api yang siap membakar dirinya.
Melihat itu,
Henry hendak berlari namun tangannya di pegang oleh ayahnya.
‘Kamu mau
ngapain?’ Tanya ayah. ’ Kamu nggak bisa ngeakuin apa-apa.’ Lanjut ayah.
‘Ibu yah, ibu!.’
Kata Henry panik.
Ayah pun
membentuk dirinya dan putranya menjadi gumpalan asap biru dan mereka terbang
dengan cepat untuk melihat ibu. Ayah dan Henry kembali ke bentuk semula dan
mereka sudah berada di Ruang Tunggu. ‘Tadi itu apa?’ Tanya Henry terkejut.
‘Kabut gaib. Saat
kamu ada di dunia nyata, kamu bisa berubah seperti itu dan terbang lebih cepat
daripada Pesawat Jet.’ Jelas ayah.
‘Gimana caranya?’ Tanya Henry.
‘Nanti ayah kasih
tahu. Sekarang coba lihat ibu.’ Suruh ayah.
Henry melihat
ibunya menangis histeris. Ia dibawa para suster untuk keluar tapi ibu tetap
berusaha melawan. ‘Tunggu sus, anak saya ada disana!’ Teriak ibu histeris.
‘Apinya terlalu
besar bu! Ibu harus segera keluar dari sini!’ Teriak salah satu suster itu.
‘Biar saya bawa
anak saya sus. Cuma dia yang saya punya!’ Teriak ibu.
Suster-suster
itu membawa ibu lebih kuat lagi sehingga ibu tidak bisa melawan lagi. Ibu tetap
menangis, ia terus menerus meneriaki nama anak semata wayangnya itu.
Henry pun
menangis melihat ibunya menangis seperti itu.
‘Hidup memang
kejam nak. Salah satunya adalah kematian, ia lah yang tega memisahkan kita
dengan orang yang kita sayangi.’ Kata ayah. Ayah pun memeluk putranya dengan
hangat. ‘Tapi, kita tetap menjaga mereka selamanya.’ Hibur ayah.
‘Hei, kamu mau
liat apa yang terjadi di terjadi di masa kini?’ Ajak ayah.
Henry mengusap
air matanya dan bertanya. ‘Maksud ayah?’
‘Kita pergi ke
masa yang terjadi sekarang. Jangan pikir kita sudah membuang-buang waktu,
disaat seseorang yang mati pergi ke masa lalu atau masa depan, maka masa kini
akan membeku sampai dia kembali ke alamnya atau ke masa kini itu sendiri.’
Jelas ayah. ‘Mangerti?’ Tanya ayah.
‘Iya, bawa aku
kesana yah.’ Jawab Henry.
Ayah mengetuk
dinding dan terbentuklah sebuah pusaran cahaya sebesar tubuh mereka berdua.
‘Masuklah ke portal ini.’ Suruh ayah.
Mereka pun masuk
ke portal itu bersama-sama.
Mereka berdua
tiba di depan rumah mereka. Henry memandangi rumahnya dengan sedih. ‘Home sweet home, sayang sekali kita
tidak bisa bersama lagi seperti 12 tahun yang lalu ya?’ Tanya ayah.
Henry hanya
menganggukan kepalanya dengan canggung.
‘Hei? Siapa itu?’
Tanya ayah menoleh ke kanan.
Henry menoleh ke
kanan. Pandangannya berubah total melihat Diah, Ismail dan Nada yang sedang berjalan
menuju rumahnya.
’Sepertinya
mereka mau melayat. Padahal udah sore, apa mereka nggak telat ya?’ Tanya ayah
keheranan.
Mereka bertiga
mengetuk pintu dan ibu mebukakannya dan mempersilahkan mereka masuk. Henry pun
mengajak ayahnya untuk masuk juga.
Ibu memberi
mereka masing-masing secangkir teh di ruang tamu. Henry dan ayahnya berdiri di
depan pintu dengan tegangnya terutama Henry.
‘Tante, maaf,
kami hanya bisa membawa ini saja.’ Kata Ismail sambil memberi buah-buahan pada
ibu.
‘Terima kasih.’
Kata ibu datar.
‘Tante pasti
kesepian ya?’ tanya Nada.
Ibu mulai
mengeluarkan air matanya. ‘Sangat, tanpa Henry, tante udah nggak tau mau
ngapain lagi. Apalagi membayangkan mayat Henry yang benar-benar terbakar seperti…….’
Kata ibu menangis.
‘Tante, kami juga merasa
kehilangan. Kami mengerti perasaan tante.’ Kata Ismail berusaha
menenangkan.
Ibu pun mengusap
air matanya. ‘Diah? Kok kamu diam aja?’ Hibur ibu pada Diah yang dari tadi
terlihat sedih.
Diah hanya
terdiam sambil mengeluarkan air matanya.
‘Ayah? Apa aku
bisa membaca pikikran?’ Tanya Henry.
Ayah menganggukan
kepalanya dan berkata. ‘Acungkan telunjukmu ke arah orang itu.’
Henry mengikuti
instruksi ayahnya dan ia melihat momen-momen indahnya bersama Diah. Saat mereka
bertemu, kejadian di rooftop, saat
Henry mengusap air mata Diah, saat di UKS, saat Henry menyelamatkan Diah dari
Fauzi, saat malam tahun baru, saat hujan-hujanan dan saat Henry menyatakan
perasaannya pada Diah.
“Bodoh sekali aku! Beraninya aku menyakiti hatinya
sebelum ajalnya, dasar bodoh!’ Ucap batin Diah.
Henry merasa
sedih melihat hal-hal indah itu. Dia dapat merasakan betapa sakitnya hati Diah
menerima ini semua.
‘Saya benar-benar
kehilangan tante.’ Kata Diah menangis.
‘Hei, bukan kamu
aja yang merasa kehilangan. Kita juga kehilangan tau.’ Kata Ismail.
Ibu mulai
tertawa. ‘Tante ingat. Dulu, Henry selalu cerita tentang kamu. Sebenarnya dia
benar-benar suka sama kamu tapi sayangnya, dia tidak sempat mengatakannya
langsung.’ Kata ibu.
Diah tertunduk
lesu.
Henry menatap
Diah dengan sedih. Seandainya saja dia bisa melakukan sesuatu. ‘Ayah, apa aku
bisa menampakan diri?’ Tanya Henry.
‘Bisa sih, tapi
cuma ke 1 orang saja.’ Kata ayah.
‘Itu cukup.
Tolong beritahu aku yah.’ Kata Henry.
Ayah pun
membisikan caranya pada Henry.
‘Tolong
sering-sering main kesini ya. Tante senang banget kalau kalian bertiga ada
disini. Seolah-olah tante melihat Henry ada diantara kalian.’ Kata ibu yang
berlinangan air mata.
“Aku memang
disini bu.” Pikir Henry.
‘Iya tante. Kami
bakal sering-sering main kesini kok.’ Hibur Ismail.
‘Udah sore nih.
Ntar keburu gelap loh.’ Kata ibu.
Mereka bertiga
pun berpamitan pada ibu dan mereka pun kelujar diikuti Henry dan ayahnya.
Matahari hampir
tenggelam. Mereka bertiga sedang berdiri di depan rumah Henry.
‘Diah, kenapa
kamu diam aja tadi?’ Tanya Ismail.
Diah hanya
terdiam membisu.
‘Aku mau jujur
Diah, acara kejutan ulang tahun itu adalah rencana Henry bukan rencana Nada.
Dia ingin kamu tersenyum padanya sebelum kematiannya.’ Jelas Ismail. Diah masih
diam. ‘Ya udah, duluan ya.’ Lanjut Ismail.
Diah hanya
menganggukan kepalanya. Ismail dan Nada pergi meninggalkan Diah sendirian. Diah
mengeluarkan air matanya dan mulai menangis. Akhirnya ia tahu seberapa besar
cinta Henry pada dirinya.
Tiba-tiba dia
berhenti menangis karena ia mendengar suara yang selalu membuatnya sedih.
‘Jangan menangis didepanku Diah.’
Bunyi suara itu.
Suara itu berasal
dari belakangnya dan ia menoleh kebelakang. Dia terkejut melihat Henry berdiri
sambil tersenyum didepannya, dia mengenakan pakaian serba putih bagaikan
seorang Malaikat.
‘Henry? Apa itu
kamu?’ Tanya Diah tak percaya.
‘Iya, tolong,
hapus dulu air matamu.’ Kata Henry lembut.
Diah mengusap air
matanya. Diah pun berkata. ‘Bukannya kamu udah meninggal? Bagaimana kamu bisa
ada di sini kamu kan…’
‘Aku memang udah
mati tapi, aku akan selalu hidup di hati kamu.’ Kata Henry santai.
Diah mulai
tersenyum dan begitupula Henry. Henry mengulurkan tangannya dan berkata dengan
lembut. ‘Aku sayang kamu.’
Diah mengulurkan
tangannya, mencoba menggenggam tangan Henry. Tapi dia tidak merasa
menggenggam tangan manusia dia hanya merasakan dingin di tangannya.
‘Aku juga
sayang kamu.’ Kata Diah.
Mereka pun
tersenyum satu sama lain. Henry melihat ibu Diah sedang berdiri di dekat tiang
listrik dibelakang Diah. Dia tersenyum kepada Henry dan mengacungkan jempol
padanya.
Ayahnya yang
berada di belakang Henry hanya tersenyum pada anaknya. Dia mengulurkan tangan
kananya dan menjentikan jarinya. Datanglah portal cahaya di atas ayah dan
Henry. Portal itu menyerap ayah bagaikan debu yang dihisap oleh vaccum cleaner dan itu juga terjadi pada
Henry.
Mulanya, tangan
Henry mengikis menjadi pasir putih dan pasir itu naik ke angkasa. Henry melihat
ada portal cahaya di depannya.
“Ayah, kok harus pulang sih?” Keluh benak Henry.
‘Henry?! Ada apa
ini?!’ Tanya Diah terkejut.
Henry hanya
tersenyum padanya dan berkata. ‘Selamat tinggal Diah.’
‘Jangan pergi!
Masih banyak hal yang mau aku tanyakan!’ Kata Diah panik.
‘Suatu saat
nanti, kita akan bertemu. Because, I am
your guardian angel.’ Kata Henry lembut.
Tubuhnya pun
mengikis dan tinggal wajahnya yang belum terkikis. Dia sempat berkata ‘I love you.’ pada Diah. Lalu, lenyaplah Henry.
Matahari telah
terbenam. Diah memandang angkasa dengan sedih. ‘I love you too.’ Kata Diah berlinangan air mata.
Diah pun berjalan
pulang sambil menangis di tengah kegelapan malam. Dia teringat Henry yang
selalu tersenyum hangat didepannya dan selalu mengusap air mata Diah yang jatuh
membasahi air matanya yang jatuh dengan lembut. Dan kini, dia harus mengusap
air matanya sendiri.
“BODOHNYA AKU!!”
Teriak batin Diah sedih menyesali apa yang telah ia perbuat pada Henry sebelum
kematiannya.
SELESAI