Kamis, 12 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Satu Kata Yang Tak Sempat Diucapkan

Diah sedang menangis tersedu-sedu di teras sekolah. Ismail dan Nada berada di belakang Diah untuk menenangkannya. ‘Udah Diah, kamu nggak usah nangis.’ Kata Nada lembut.

‘Dia bener-bener nggak punya perasaan! Baru aja aku ngerasa baikan dia udah berani nembak aku. Bego banget dia!’ Kata Diah marah sambil tetap menangis.
‘Iya Diah, kami ngerti. Tapi, tolong berhenti menangis, malu diliatin orang-orang.’ Kata Nada sambil memeluk Diah.

Diah menghapus air matanya dan berkata dengan kesalnya. ‘Jangan-jangan ini modusnya si Henry lagi.’

‘Bukan, sebenarnya kejutan itu rencananya si Nada. Tapi, aku nggak tau kenapa si Henry tiba-tiba kayak gitu.’ Jawab Ismail.
‘Boong!’ Kata Diah jutek.
‘Beneran Diah.’ Kata Nada.
‘Ternyata si Henry itu belagu ya? Katanya dia nggak mau pacaran tapi, kenapa dia malah nembak aku? Aku bener-bener benci sama dia!’ Kata Diah jutek.
‘Kalau kamu benci sama dia, kenapa kamu masih meluk boneka itu?’ Tanya Ismail yang menunjuk pada boneka yang dipegang Diah.

Diah hanya diam, dia langsung pulang tanpa mengucapkan apa-apa pada mereka berdua.

‘Si Diah kenapa sih?’ Tanya Ismail.
‘Dia lagi galau kayaknya.’ Kata Nada.
‘Galau? Kenapa dia galau? Padahal dia yang nolak si Henry kan?’ Tanya Ismail penasaran.
‘Nanti juga kamu tahu deh.’ Kata Nada. ‘Mana Henry?’ Tanya Nada.
‘Jangan pikirin dia deh, kita pulang aja yuk.’ Ajak Ismail.

‘Iya deh.’ Kata Nada.

Ismail pun mengendarai sepeda motornya dengan santai, Nada duduk di belakangnya. Dia masih terpikir mengenai 2 sahabatnya yang terpisah akibat cinta.

“Henry, seharusnya kamu nggak usah nembak si Diah. Dasar bodoh.” Ucap benak Ismail.


Setelah beberapa menit berlalu, Henry pun memberanikan dirinya untuk keluar dari kantin. Sekolah terlihat sepi, semua sudah pulang termasuk ketiga sahabatnya itu. Biasanya ketiga sahabatnya sering menunggu Henry di pos satpam untuk pulang bersama-sama namun, kali ini Henry harus pulang sendiri.

Henry pun berjalan meninggalkan sekolah menuju rumahnya. Dia terus saja berjalan dengan kepala tertunduk karena penyesalannya pada apa yang ia lakukan pada Diah, dia bukan hanya kehilangan cintanya namun sahabatnya juga. Dia berhenti sejenak dan duduk di trotoar jalan sambil meraih Hpnya, ia mencoba menelepon Diah tapi tidak ada jawaban,  Ismail dan Nadapun tidak menjawab teleponnya. Henry menyimpan Hpnya kembali dan mulai berjalan lagi.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Henry. Henry menengok kepalanya ke orang itu dan ia terkejut pada gadis yang berada di belakangnya. ‘Cindy? Apa itu kamu.’ Tanya Henry tak percaya.

‘Halo Henry, apa kabar?’ Kata gadis itu.
‘Kamu Cindy kan?’ Tanya Henry lagi.
‘Iya.’ Kata gadis itu sambil memberi senyumannya pada Henry.

Henry terdiam, dia teringat kembali pada kejadian memalukannya dengan Cindy.  Henry merasa canggung untuk berbicara dengan Cindy, cewek yang mempermalukan dia saat SMP.

‘Henry? Kamu baik-baik aja kan?’ Tanya Cindy.
‘I,iya aku baik-baik aja.’ Jawab Henry ketakutan.
‘Tenang, aku nggak akan jahatin kamu kok.’  Kata Cindy
Henry hanya terdiam.

Cindy pun mengajak Henry untuk mengobrol di taman yang ada di seberang jalan, mereka duduk di bangku taman yang terlihat sudah tua. Mereka 
mengobrol sambil ngemil keripik kentang yang mereka beli di warung yang tidak jauh dari taman itu.

‘Nggak kerasa ya hen?’ Kata Cindy membuka pembicaraan.
‘Apanya?’ Tanya Henry.
‘Iya, perasaan kemarin kita masih sekelas eh, sekarang udah terpisah ya?’ Jawab Cindy santai.

Henry menganggukan kepalanya sambil tertawa kecil.

‘Kamu kok nggak ada pas reunian minggu lalu?’ Tanya Cindy.
‘Aku nggak tau.’ Jawab Henry datar.
‘Jangan bohong! Semuanya udah dikirimin undangannya, pasti kamu dapat kan?’ Tanya Cindy kesal.

Henry hanya terdiam.

‘Hen, kenapa kamu nggak datang? Apa kamu masih kesal dengan masalah itu?’ Tanya Cindy.

Henry menganggukan kepalanya.

‘Hen, kamu harus lupain itu dong. Toh aku sekarang nggak jahat sama kamu kan?’ Kata Cindy.
‘Buat apa? Aku nggak mau dijadiin mainan sama orang-orang itu.’ Jawab Henry jutek.
Cindy pun menghela nafasnya dan bertanya ‘Kamu mau nggak maafin semuanya?’
Henry masih diam. ‘Kamu tau nggak? Jika kita bisa menyayangi hal yang kita benci maka kita akan bisa mencintai hal yang kita sayangi.’ Jelas Cindy.

Henry pun mulai mengadahkan kepalanya dan memikirkan apa yang baru saja Cindy katakan. Memang, tidak ada gunanya untuk membenci hal yang sudah terjadi karena kita tidak bisa mengubahnya. Henry pun sudah berubah dari seorang penyendiri menjadi seseorang yang terbuka. Dan kini, Henry sudah berubah. ‘Iya, makasih ya Cindy.’ Kata Henry yang sudah ceria lagi.
‘Sama-sama.’ Kata Cindy riang.

‘Tapi bukan hanya itu yang mengganggu pikiranku.’ Kata Henry.
‘Apa itu hen?’ Tanya Cindy.
‘Nggak ah, ceritanya panjang.’ Tolak Henry.
‘Ayolah.’ Pinta Cindy.
‘OK deh.’ Kata Henry. 
Henry menceritakan ceritanya mengenai dia dan Diah, dari kenapa dia menyukai Diah sampai kejadian tadi siang.
Cindy menganggukan kepalanya. ‘Tenang hen, Diah pasti bakal maafin kamu.’ Hibur Cindy.

‘Tau darimana?’ Tanya Henry.
‘Emosi dia mungkin masih nggak stabil gara-gara ibunya meninggal, nanti juga dia bakal baikan sama kamu dan kalian bisa pacaran.’ Jawab Cindy.
‘Kamu yakin?’ Tanya Henry.
‘Tenang aja hen, kalian kan udah akrab banget kan? Dan kalian sering banget berduaan, tinggal tunggu waktunya aja hen.’ Jawab Cindy.

Henrypun mulai tersenyum.

‘Hen, maaf ya, aku harus pulang.’ Kata Cindy sambil melihat jam tangannya.
‘OK, makasih ya sarannya.’ Kata Henry.
‘Sama-sama, Diah pasti bakal balik ke kamu kok, aku yakin.’ Kata Cindy sambil berlari pulang.

Henry hanya duduk santai di bangku itu sambil tersenyum. 

“Tapi kamu nggak tau apa alasan aku nembak dia langsung, bukan karena aku nggak tahan, tapi karena besok aku akan dioperasi.” Ucap benak Henry. 

Henry mulai menangis, dia masih teringat dengan mimpi itu, apakah dia akan selamat? Henrypun menghapus air matanya dan kembali berjalan ke rumahnya.


Sesampainya di rumah. Henry terlihat sangat sedih, ibu langsung menghampirinya dan bertanya dengan lembut. ‘Kamu kenapa hen?’
‘Besok harinya ya bu?’ Tanya Henry canggung.
Ibu hanya menganggukan dengan canggung.
‘Ibu, gimana kalau besok Henry mati?’ Tanya Henry.
‘Maksud kamu apa?’ Tanya ibu.
‘Pas Henry sakit, Henry mimpi lagi di operasi bu. Dan akhirnya, Henry mati gara-gara mal praktek. Tolong jangan nangis kalau Henry beneran mati ya bu.’ Kata Henry datar.

Ibu menampar Henry cukup keras. ‘Kamu nggak boleh ngomong gitu hen! Ingat! Yang tahu kematian kita hanya Allah semata! Istigfar hen!’ Kata ibu keras.

Henry meneteskan air matanya. ‘Iya ibu, Henry cuma takut kehilangan ibu.’ Kata Henry sambil menangis.

Ibu memeluk Henry dengan hangat, air mata ibu juga keluar. ‘Tenang hen, kamu bakal baik-baik aja kok. Ibu yakin.’ Kata ibu lembut.

Henry hanya menganggukan kepalanya.

Ibu melepaskan  pelukannya. Ia mengecup kening putranya dengan hangat. ‘Ibu janji. Setelah operasinya selesai, kita bakal makan Kebab Jumbo ya.’ Kata ibu riang.

Henry kembali ceria lagi. Dia pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum nyengir pada ibunya.

‘Makan yuk! Ibu udah beliin nasi goreng kesukaan kamu.’ Ajak ibu sambil menunjuk pada kantong plastik yang ada di atas meja.
‘OK! Henry ambil piring dulu ya!’ Kata Henry riang.

Henry pun langsung membawa kantong itu ke dapur untuk menyediakannya dengan rapi. Ibu tersenyum pada anaknya yang riang itu. 
“Apa mimpinya itu sebuah pertanda? Tidak, tidak mungkin! Itu cuma mimpi. Cuma mimpi.” Pikir ibu.


Diah sedang duduk di kasurnya. Suasana kamarnya gelap dan sunyi. Dia hanya duduk di sana sambil melihat boneka yang didapatkannya dari Henry, entah kenapa ia membawa boneka itu, kenapa ia tidak membuangnya saja? Diahpun tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada boneka itu. Diapun teringat pada saat Henry menyatakan perasaannya pada Diah.

Sebenarnya, Diah mau menerimanya dengan senang hati tapi, emosinya masih rapuh karena kesedihannya pada ibunya yang baru meninggal. 

“Henry, aku juga suka sama kamu tapi, kenapa kamu harus nembak aku disaat yang tidak tepat seperti ini?” Ucap batin Diah yang menangis.

Diah sedang berpikir, berpikir pada apa yang akan terjadi pada Henry setelah ini. Apa dia akan cuek atau bahkan benci pada Diah. Dia mengerti kalau perasaan cinta tidak akan bisa disembunyikan selama-lamanya dan akan sangat menyiksa bila terus dipendam.

Dia melihat HPnya yang penuh dengan SMS dari Henry. Dia menghapus semua SMS itu tanpa pengecualian, dia juga menghapus nomor Henry, dia berharap bisa melupakan Henry untuk selamanya. Dia melihat fotonya dengan Henry, dia hanya terdiam memandang foto itu. Dia pun menangis karena dia tidak dapat melupakan semua kenangan manisnya bersama Henry.

Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing bagi Diah. ‘Diah.’ Bunyi suara itu.
Diah tidak percaya pada apa yang ada didepannya. ITU IBUNYA! ‘Selamat ulang tahun sayang.’ Kata ibunya yang tiba-tiba ada didepan Diah. Ibunya mengenakan pakaian serba putih.

‘Ini beneran ibu?’ Tanya Diah tidak percaya.
‘Iya nak.’ Kata ibunya.
‘Ini pasti mimpi.’ Kata Diah sambil mencoba mencubit pipinya.
‘Percuma kamu nyubit pipi kamu nak. Ini bukan mimpi.’ Kata ibunya.
‘Kenapa ibu ada disini?’ Tanya Diah.
‘Emang ibu nggak boleh ke sini?’ Tanya ibu.
‘Boleh sih. Tapi kok bisa?’ Tanya Diah.
‘Rahasia dong.’ Kata ibunya. ‘Kamu kenapa nak? Kok sedih amat sih?’ Tanyanya.
‘Masalah Henry bu.’ Kata Diah.
‘Henry? Emang dia kenapa?’ Tanya ibu penasaran.
‘Dia nembak aku bu.’ Kata Diah.
‘Terus?’ Tanya ibu.
‘Aku tolak dia.’ Kata Diah.
‘Kenapa?’ Tanya ibu.
‘Ibu taulah,  perasaan aku baru aja ilang tapi dia malah berani nembak aku. Gimana aku nggak illfeel coba?’ Keluh Diah.

Ibunya mendekati anaknya. Dia duduk disebelah sambil merangkul putrinya dan berkata. ‘Pasti Henry punya alasannya.’

‘Alasan?’ Tanya Diah.
‘Iya alasan. Pasti dia udah ngerasa nyesek gara-gara mendemin perasaannya terus dan dia memutuskan untuk menembak kamu.’ Jelas ibu.
‘Tapi, kenapa harus di hari ulang tahun aku bu? Kenapa nggak dari kemarin-kemarin aja?’ Tanya ibu.
‘Dia sebenarnya mau nembak kamu pas tanggal 6, tapi kamu lagi sedih gara-gara ibu meninggal. Jadi dia coba untuk menembak kamu di hari ulang tahun kamu.’ Jelas ibunya.
‘Kok ibu tahu?’ Kata Diah.
‘Rahasia dong.’ Kata ibunya
‘Gitu ya.’ Kata Diah tertunduk lesu.

Ibu menepuk pundak putrinya dengan perlahan. ‘Henry benar-benar suka sama kamu loh, dia yang bilang sendiri di depan ibu dan dia berjanji dia bakal melindungi kamu sampai kapanpun. Itu yang bikin ibu setuju kalau kamu pacaran sama si Henry.’ Jelas ibu.

Diah masih terdiam.

‘Diah, tolong jujur ke ibu. Apa kamu suka sama si Henry?’ Tanya ibunya.

Diah menganggukan kepalanya.

‘Dan kamu bakal ngebiarin dia pergi?’ Tanya ibunya.
‘Nggak mau.’ Kata Diah.
‘Terus? Apa yang bakal kamu lakuin biar Henry bisa kembali dekat sama kamu?’ Tanya ibu.

Diah hanya terdiam.

‘Minta maaf.’ Kata ibunya.
‘Apa dia bakal maafin aku bu.’ Tanya Diah cemas.
‘Tentu, dia kan sayang banget sama kamu. Dia aja bisa maafin Fauzi yang selalu 
nyiksa dia, kenapa kamu nggak?’ Hibur ibunya.
‘Kenapa ibu tau?’ Tanya Diah.
‘Rahasia dong.’ Kata ibu.

Diah mulai tertawa kecil. ‘Minta maaf aja ya Diah, dia pasti maafin kamu.’ Kata ibunya.

Diah tersenyum pada ibunya. Dia menganggukan kepalanya.

‘Dadah Diah.’ Kata ibu yang tiba-tiba wujudnya mengikis bagaikan pasir yang dihisap.

Diah hanya terdiam. Dia merasa bingung pada apa yang baru terjadi padanya. Diah pun bertekad untuk minta maaf pada Henry besok saja karena ia terlanjur menghapus nomor Henry dan ia malu meminta nomornya pada Nada atau Ismail.


Keesokan harinya. Diah sengaja datang ke sekolah lebih awal seperti Henry. Dia menunggu Henry di kelas tapi, Henry belum datang-datang juga. Setelah sekian lama, Ismail dan Nada pun masuk ke kelas. ‘Ismail! Kamu liat si Henry nggak?’ Tanya Diah yang mendekati mereka berdua.

‘Nggak, emang kenapa? Kamu mau nampar dia lagi?’ Tanya Ismail.
‘Nggak, aku mau minta maaf.’ Kata Diah.
‘Minta maaf? Buat apa?’ Tanya Nada. ‘Itu memang salah si Henry, kamu nggak perlu minta maaf malah dia yang harus minta maaf’ Tambah Nada.
‘Itu salah aku. Aku yang nggak bisa ngendaliin emosi aku sendiri. Aku juga suka sama si Henry.’ Kata Diah.
‘Aku menang, kamu yang traktir bakso ya.’ Kata Ismail sambil menepuk pundak Nada.
‘Iya deh.’ Kata Nada bete.
‘Emang kalian taruhan apa?’ Tanya Diah.
‘Bukan apa-apa. Mending kita ngobrol-ngobrol dulu sambil nunggu Henry ya.’ Kata Nada salah tingkah.

Mereka bertiga pun duduk di bangku Diah. Mereka asyik mengobrol sambil menunggu Henry datang tapi, Henry belum datang juga.

Jam sudah menunjukan jam 10 dan Henry belum masuk. Diah merasa bersalah, jangan-jangan Henry pindah dari sekolah karena ditolak Diah. 
Kelas benar-benar sunyi. Tiba-tiba speaker kelas berbunyi, terdengar suara bu Eli dari sana yang membawa kabar duka.

Diah sangat schoked mendengar kabar itu, dia tidak sempat memperbaikinya dan dia benar-benar kehilangan. Bukan hanya Diah, Ismail dan Nada pun merasakan hal yang sama tapi tidak seberat Diah.


Berita dukanya adalah, Henry telah meninggal akibat kebakaran di Rumah Sakit....

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates