Diah sedang menangis tersedu-sedu di teras
sekolah. Ismail dan Nada berada di belakang Diah untuk menenangkannya. ‘Udah
Diah, kamu nggak usah nangis.’ Kata Nada lembut.
‘Dia bener-bener
nggak punya perasaan! Baru aja aku ngerasa baikan dia udah berani nembak aku.
Bego banget dia!’ Kata Diah marah sambil tetap menangis.
‘Iya Diah, kami
ngerti. Tapi, tolong berhenti menangis, malu diliatin orang-orang.’ Kata Nada
sambil memeluk Diah.
Diah menghapus
air matanya dan berkata dengan kesalnya. ‘Jangan-jangan ini modusnya si Henry
lagi.’
‘Bukan,
sebenarnya kejutan itu rencananya si Nada. Tapi, aku nggak tau kenapa si Henry
tiba-tiba kayak gitu.’ Jawab Ismail.
‘Boong!’ Kata
Diah jutek.
‘Beneran Diah.’
Kata Nada.
‘Ternyata si
Henry itu belagu ya? Katanya dia nggak mau pacaran tapi, kenapa dia malah
nembak aku? Aku bener-bener benci sama dia!’ Kata Diah jutek.
‘Kalau kamu benci
sama dia, kenapa kamu masih meluk boneka itu?’ Tanya Ismail yang menunjuk pada
boneka yang dipegang Diah.
Diah hanya diam,
dia langsung pulang tanpa mengucapkan apa-apa pada mereka berdua.
‘Si Diah kenapa
sih?’ Tanya Ismail.
‘Dia lagi galau
kayaknya.’ Kata Nada.
‘Galau? Kenapa
dia galau? Padahal dia yang nolak si Henry kan?’ Tanya Ismail penasaran.
‘Nanti juga kamu
tahu deh.’ Kata Nada. ‘Mana Henry?’ Tanya Nada.
‘Jangan pikirin
dia deh, kita pulang aja yuk.’ Ajak Ismail.
‘Iya deh.’ Kata
Nada.
Ismail pun
mengendarai sepeda motornya dengan santai, Nada duduk di belakangnya. Dia masih
terpikir mengenai 2 sahabatnya yang terpisah akibat cinta.
“Henry,
seharusnya kamu nggak usah nembak si Diah. Dasar bodoh.” Ucap benak Ismail.
Setelah beberapa
menit berlalu, Henry pun memberanikan dirinya untuk keluar dari kantin. Sekolah
terlihat sepi, semua sudah pulang termasuk ketiga sahabatnya itu. Biasanya
ketiga sahabatnya sering menunggu Henry di pos satpam untuk pulang bersama-sama
namun, kali ini Henry harus pulang sendiri.
Henry pun berjalan
meninggalkan sekolah menuju rumahnya. Dia terus saja berjalan dengan kepala
tertunduk karena penyesalannya pada apa yang ia lakukan pada Diah, dia bukan
hanya kehilangan cintanya namun sahabatnya juga. Dia berhenti sejenak dan duduk
di trotoar jalan sambil meraih Hpnya, ia mencoba menelepon Diah tapi tidak ada
jawaban, Ismail dan Nadapun tidak menjawab
teleponnya. Henry menyimpan Hpnya kembali dan mulai berjalan lagi.
Di tengah
perjalanan, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Henry. Henry menengok
kepalanya ke orang itu dan ia terkejut pada gadis yang berada di belakangnya.
‘Cindy? Apa itu kamu.’ Tanya Henry tak percaya.
‘Halo Henry, apa
kabar?’ Kata gadis itu.
‘Kamu Cindy kan?’
Tanya Henry lagi.
‘Iya.’ Kata gadis
itu sambil memberi senyumannya pada Henry.
Henry terdiam,
dia teringat kembali pada kejadian memalukannya dengan Cindy. Henry merasa canggung untuk berbicara dengan
Cindy, cewek yang mempermalukan dia saat SMP.
‘Henry? Kamu
baik-baik aja kan?’ Tanya Cindy.
‘I,iya aku
baik-baik aja.’ Jawab Henry ketakutan.
‘Tenang, aku
nggak akan jahatin kamu kok.’ Kata Cindy
Henry hanya
terdiam.
Cindy pun mengajak Henry untuk mengobrol di taman yang ada di seberang
jalan, mereka duduk di bangku taman yang terlihat sudah tua. Mereka
mengobrol sambil
ngemil keripik kentang yang mereka beli di warung yang tidak jauh dari taman
itu.
‘Nggak kerasa ya
hen?’ Kata Cindy membuka pembicaraan.
‘Apanya?’ Tanya
Henry.
‘Iya, perasaan
kemarin kita masih sekelas eh, sekarang udah terpisah ya?’ Jawab Cindy santai.
Henry
menganggukan kepalanya sambil tertawa kecil.
‘Kamu kok nggak
ada pas reunian minggu lalu?’ Tanya Cindy.
‘Aku nggak tau.’
Jawab Henry datar.
‘Jangan bohong!
Semuanya udah dikirimin undangannya, pasti kamu dapat kan?’ Tanya Cindy kesal.
Henry hanya
terdiam.
‘Hen, kenapa kamu
nggak datang? Apa kamu masih kesal dengan masalah itu?’ Tanya Cindy.
Henry
menganggukan kepalanya.
‘Hen, kamu harus
lupain itu dong. Toh aku sekarang nggak jahat sama kamu kan?’ Kata Cindy.
‘Buat apa? Aku
nggak mau dijadiin mainan sama orang-orang itu.’ Jawab Henry jutek.
Cindy pun
menghela nafasnya dan bertanya ‘Kamu mau nggak maafin semuanya?’
Henry masih diam. ‘Kamu tau nggak? Jika
kita bisa menyayangi hal yang kita benci maka kita akan bisa mencintai hal yang
kita sayangi.’ Jelas Cindy.
Henry pun mulai
mengadahkan kepalanya dan memikirkan apa yang baru saja Cindy katakan. Memang,
tidak ada gunanya untuk membenci hal yang sudah terjadi karena kita tidak bisa
mengubahnya. Henry pun sudah berubah dari seorang penyendiri menjadi seseorang
yang terbuka. Dan kini, Henry sudah berubah. ‘Iya, makasih ya Cindy.’ Kata
Henry yang sudah ceria lagi.
‘Sama-sama.’ Kata
Cindy riang.
‘Tapi bukan hanya
itu yang mengganggu pikiranku.’ Kata Henry.
‘Apa itu hen?’
Tanya Cindy.
‘Nggak ah,
ceritanya panjang.’ Tolak Henry.
‘Ayolah.’ Pinta
Cindy.
‘OK deh.’ Kata
Henry.
Henry menceritakan ceritanya mengenai dia dan Diah, dari kenapa dia
menyukai Diah sampai kejadian tadi siang.
Cindy
menganggukan kepalanya. ‘Tenang hen, Diah pasti bakal maafin kamu.’ Hibur
Cindy.
‘Tau darimana?’
Tanya Henry.
‘Emosi dia
mungkin masih nggak stabil gara-gara ibunya meninggal, nanti juga dia bakal
baikan sama kamu dan kalian bisa pacaran.’ Jawab Cindy.
‘Kamu yakin?’
Tanya Henry.
‘Tenang aja hen,
kalian kan udah akrab banget kan? Dan kalian sering banget berduaan, tinggal
tunggu waktunya aja hen.’ Jawab Cindy.
Henrypun mulai
tersenyum.
‘Hen, maaf ya,
aku harus pulang.’ Kata Cindy sambil melihat jam tangannya.
‘OK, makasih ya
sarannya.’ Kata Henry.
‘Sama-sama, Diah
pasti bakal balik ke kamu kok, aku yakin.’ Kata Cindy sambil berlari pulang.
Henry hanya duduk
santai di bangku itu sambil tersenyum.
“Tapi kamu nggak tau apa alasan aku
nembak dia langsung, bukan karena aku nggak tahan, tapi karena besok aku akan
dioperasi.” Ucap benak Henry.
Henry mulai menangis, dia masih teringat dengan
mimpi itu, apakah dia akan selamat? Henrypun menghapus air matanya dan kembali
berjalan ke rumahnya.
Sesampainya di
rumah. Henry terlihat sangat sedih, ibu langsung menghampirinya dan bertanya
dengan lembut. ‘Kamu kenapa hen?’
‘Besok harinya ya
bu?’ Tanya Henry canggung.
Ibu hanya
menganggukan dengan canggung.
‘Ibu, gimana
kalau besok Henry mati?’ Tanya Henry.
‘Maksud kamu
apa?’ Tanya ibu.
‘Pas Henry sakit,
Henry mimpi lagi di operasi bu. Dan akhirnya, Henry mati gara-gara mal praktek.
Tolong jangan nangis kalau Henry beneran mati ya bu.’ Kata Henry datar.
Ibu menampar
Henry cukup keras. ‘Kamu nggak boleh ngomong gitu hen! Ingat! Yang tahu
kematian kita hanya Allah semata! Istigfar hen!’ Kata ibu keras.
Henry meneteskan
air matanya. ‘Iya ibu, Henry cuma takut kehilangan ibu.’ Kata Henry sambil
menangis.
Ibu memeluk Henry
dengan hangat, air mata ibu juga keluar. ‘Tenang hen, kamu bakal baik-baik aja
kok. Ibu yakin.’ Kata ibu lembut.
Henry hanya
menganggukan kepalanya.
Ibu
melepaskan pelukannya. Ia mengecup
kening putranya dengan hangat. ‘Ibu janji. Setelah operasinya selesai, kita
bakal makan Kebab Jumbo ya.’ Kata ibu riang.
Henry kembali
ceria lagi. Dia pun menganggukan kepalanya sambil tersenyum nyengir pada ibunya.
‘Makan yuk! Ibu
udah beliin nasi goreng kesukaan kamu.’ Ajak ibu sambil menunjuk pada kantong
plastik yang ada di atas meja.
‘OK! Henry ambil
piring dulu ya!’ Kata Henry riang.
Henry pun
langsung membawa kantong itu ke dapur untuk menyediakannya dengan rapi. Ibu
tersenyum pada anaknya yang riang itu.
“Apa mimpinya itu sebuah pertanda?
Tidak, tidak mungkin! Itu cuma mimpi. Cuma mimpi.” Pikir ibu.
Diah sedang duduk
di kasurnya. Suasana kamarnya gelap dan sunyi. Dia hanya duduk di sana sambil
melihat boneka yang didapatkannya dari Henry, entah kenapa ia membawa boneka
itu, kenapa ia tidak membuangnya saja? Diahpun tidak tahu apa yang harus ia
lakukan pada boneka itu. Diapun teringat pada saat Henry menyatakan perasaannya
pada Diah.
Sebenarnya, Diah
mau menerimanya dengan senang hati tapi, emosinya masih rapuh karena
kesedihannya pada ibunya yang baru meninggal.
“Henry, aku juga suka sama kamu
tapi, kenapa kamu harus nembak aku disaat yang tidak tepat seperti ini?” Ucap
batin Diah yang menangis.
Diah sedang
berpikir, berpikir pada apa yang akan terjadi pada Henry setelah ini. Apa dia
akan cuek atau bahkan benci pada Diah. Dia mengerti kalau perasaan cinta tidak
akan bisa disembunyikan selama-lamanya dan akan sangat menyiksa bila terus
dipendam.
Dia melihat HPnya
yang penuh dengan SMS dari Henry. Dia menghapus semua SMS itu tanpa
pengecualian, dia juga menghapus nomor Henry, dia berharap bisa melupakan Henry
untuk selamanya. Dia melihat fotonya dengan Henry, dia hanya terdiam memandang
foto itu. Dia pun menangis karena dia tidak dapat melupakan semua kenangan
manisnya bersama Henry.
Tiba-tiba
terdengar suara yang tidak asing bagi Diah. ‘Diah.’ Bunyi suara itu.
Diah tidak
percaya pada apa yang ada didepannya. ITU IBUNYA! ‘Selamat ulang tahun sayang.’
Kata ibunya yang tiba-tiba ada didepan Diah. Ibunya mengenakan pakaian serba
putih.
‘Ini beneran
ibu?’ Tanya Diah tidak percaya.
‘Iya nak.’ Kata
ibunya.
‘Ini pasti
mimpi.’ Kata Diah sambil mencoba mencubit pipinya.
‘Percuma kamu
nyubit pipi kamu nak. Ini bukan mimpi.’ Kata ibunya.
‘Kenapa ibu ada
disini?’ Tanya Diah.
‘Emang ibu nggak
boleh ke sini?’ Tanya ibu.
‘Boleh sih. Tapi
kok bisa?’ Tanya Diah.
‘Rahasia dong.’
Kata ibunya. ‘Kamu kenapa nak? Kok sedih amat sih?’ Tanyanya.
‘Masalah Henry
bu.’ Kata Diah.
‘Henry? Emang dia
kenapa?’ Tanya ibu penasaran.
‘Dia nembak aku
bu.’ Kata Diah.
‘Terus?’ Tanya
ibu.
‘Aku tolak dia.’
Kata Diah.
‘Kenapa?’ Tanya
ibu.
‘Ibu taulah, perasaan aku baru aja ilang tapi dia malah
berani nembak aku. Gimana aku nggak illfeel coba?’ Keluh Diah.
Ibunya mendekati
anaknya. Dia duduk disebelah sambil merangkul putrinya dan berkata. ‘Pasti
Henry punya alasannya.’
‘Alasan?’ Tanya
Diah.
‘Iya alasan.
Pasti dia udah ngerasa nyesek gara-gara mendemin perasaannya terus dan dia
memutuskan untuk menembak kamu.’ Jelas ibu.
‘Tapi, kenapa
harus di hari ulang tahun aku bu? Kenapa nggak dari kemarin-kemarin aja?’ Tanya
ibu.
‘Dia sebenarnya
mau nembak kamu pas tanggal 6, tapi kamu lagi sedih gara-gara ibu meninggal.
Jadi dia coba untuk menembak kamu di hari ulang tahun kamu.’ Jelas ibunya.
‘Kok ibu tahu?’
Kata Diah.
‘Rahasia dong.’
Kata ibunya
‘Gitu ya.’ Kata
Diah tertunduk lesu.
Ibu menepuk
pundak putrinya dengan perlahan. ‘Henry benar-benar suka sama kamu loh, dia
yang bilang sendiri di depan ibu dan dia berjanji dia bakal melindungi kamu
sampai kapanpun. Itu yang bikin ibu setuju kalau kamu pacaran sama si Henry.’
Jelas ibu.
Diah masih
terdiam.
‘Diah, tolong
jujur ke ibu. Apa kamu suka sama si Henry?’ Tanya ibunya.
Diah menganggukan
kepalanya.
‘Dan kamu bakal
ngebiarin dia pergi?’ Tanya ibunya.
‘Nggak mau.’ Kata
Diah.
‘Terus? Apa yang
bakal kamu lakuin biar Henry bisa kembali dekat sama kamu?’ Tanya ibu.
Diah hanya
terdiam.
‘Minta maaf.’
Kata ibunya.
‘Apa dia bakal
maafin aku bu.’ Tanya Diah cemas.
‘Tentu, dia kan
sayang banget sama kamu. Dia aja bisa maafin Fauzi yang selalu
nyiksa dia,
kenapa kamu nggak?’ Hibur ibunya.
‘Kenapa ibu tau?’
Tanya Diah.
‘Rahasia dong.’
Kata ibu.
Diah mulai
tertawa kecil. ‘Minta maaf aja ya Diah, dia pasti maafin kamu.’ Kata ibunya.
Diah tersenyum
pada ibunya. Dia menganggukan kepalanya.
‘Dadah Diah.’
Kata ibu yang tiba-tiba wujudnya mengikis bagaikan pasir yang dihisap.
Diah hanya
terdiam. Dia merasa bingung pada apa yang baru terjadi padanya. Diah pun
bertekad untuk minta maaf pada Henry besok saja karena ia terlanjur menghapus
nomor Henry dan ia malu meminta nomornya pada Nada atau Ismail.
Keesokan harinya.
Diah sengaja datang ke sekolah lebih awal seperti Henry. Dia menunggu Henry di
kelas tapi, Henry belum datang-datang juga. Setelah sekian lama, Ismail dan
Nada pun masuk ke kelas. ‘Ismail! Kamu liat si Henry nggak?’ Tanya Diah yang
mendekati mereka berdua.
‘Nggak, emang
kenapa? Kamu mau nampar dia lagi?’ Tanya Ismail.
‘Nggak, aku mau
minta maaf.’ Kata Diah.
‘Minta maaf? Buat
apa?’ Tanya Nada. ‘Itu memang salah si Henry, kamu nggak perlu minta maaf malah
dia yang harus minta maaf’ Tambah Nada.
‘Itu salah aku.
Aku yang nggak bisa ngendaliin emosi aku sendiri. Aku juga suka sama si Henry.’
Kata Diah.
‘Aku menang, kamu
yang traktir bakso ya.’ Kata Ismail sambil menepuk pundak Nada.
‘Iya deh.’ Kata
Nada bete.
‘Emang kalian
taruhan apa?’ Tanya Diah.
‘Bukan apa-apa.
Mending kita ngobrol-ngobrol dulu sambil nunggu Henry ya.’ Kata Nada salah
tingkah.
Mereka bertiga
pun duduk di bangku Diah. Mereka asyik mengobrol sambil menunggu Henry datang
tapi, Henry belum datang juga.
Jam sudah
menunjukan jam 10 dan Henry belum masuk. Diah merasa bersalah, jangan-jangan
Henry pindah dari sekolah karena ditolak Diah.
Kelas benar-benar sunyi.
Tiba-tiba speaker kelas berbunyi,
terdengar suara bu Eli dari sana yang membawa kabar duka.
Diah sangat schoked mendengar kabar itu, dia tidak
sempat memperbaikinya dan dia benar-benar kehilangan. Bukan hanya Diah, Ismail
dan Nada pun merasakan hal yang sama tapi tidak seberat Diah.
Berita dukanya
adalah, Henry telah meninggal akibat kebakaran di Rumah Sakit....
0 komentar:
Posting Komentar