Senin, 02 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Hari Pertama

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba! Ini adalah hari pertamanya masuk SMA. Henry sudah menyiapkan mentalnya untuk memasuki babak barunya di SMA barunya, dia akan bersikap sebaik mungkin agar teman-teman barunya menerima dirinya dengan baik.

Matahari sudah berada di atas kepalanya, menyinari kepalanya dengan sinarnya yang amat panas. Henry sudah berada di depan gerbang sekolah barunya, dia bisa melihat sebuah papan besar diatas gerbang itu bertuliskan “SMA Semangat Nasional.”
Jantung Henry terasa berdetak lebih cepat dari biasanya, dia memang sudah bertekad untuk tidak takut lagi. Namun, masih ada sedikit ketakutan berada di dalam dirinya. Henry masih penasaran, apa yang menunggunya disana? Teman? Musuh? Bully? Cacian? Atau yang lainnya? Dia tidak akan pernah tahu kecuali dia sendiri yang mencari tahu.
Dengan mengucapkan basmallah, Henry mulai menapakan langkah pertamanya di sekolah barunya. Sepanjang jalan, dia sudah berada di lapangan sekolah. Lapangan itu adalah lapangan batu yang dikelilingi oleh kelas-kelas dengan pohon rindang disekitar lapangan dan anak-anak seumurannya yang sedang berjalan menuju bangunan yang seperti kubah putih besar didepannya, tepatnya dibelakang kelas yang berjejereran itu.
“Sekolah yang besar juga, kuharap aku bisa bertahan disini.” Ucap batinnya sambil terus berjalan.

Tiba-tiba seorang gadis tidak sengaja menabrak Henry dari belakang. Henry menoleh kebelakang dan menolong gadis itu berdiri.
‘Maaf ya.’ Kata Henry sopan.
‘Tidak, kamu nggak salah kok, aku yang salah gara-gara lari terburu-buru sampai nggak liat kedepan.’ Kata gadis itu dengan suara cemprengnya.
Henry agak tersenyum kegelian mendengar suara gadis itu tapi, dia terdiam melihat gadis itu. Tubuhnya yang mungil setinggi bahu henry, memakai kerudung, berkacamata dan wajahnya yang imut.“Jangan, aku tidak boleh, aku tidak boleh suka sama cewek ini.” Ucap benaknya.
‘Halo? Kamu nggak tuli kan?’ Tanya gadis itu dengan guranya.
Henry tersadar dari lamunannya, dan dengan panik dia menjawab ‘Eh, aku normal kok, hehehe.’
Gadis itu tersenyum pada Henry, jantung Henry pun berdebar-debar sangat cepat akibat melihat senyuman gadis yang baru ia temui secara tidak sengaja. Gadis itu terlihat manis sekali jika ia tersenyum seperti itu, Henry mencoba mengendalikan perasaannya namun, dia tidak sanggup.
‘Nama aku Diah, kamu siapa?’ Tanya gadis itu sopan.
‘Aku Henry.’ Jawab Henry. ‘Kamu murid baru?’ Tanya Henry.
‘Iya, kamu juga murid baru ya?’ Tanya Diah.
‘Iya, hehehe, kita harus ngumpul dimana ya?’ Tanya Henry.
‘Di bangunan putih didepan kita itu, ayo cepat kita kesana! Nanti kakak kelas pada marah lagi.’ Ajak Diah.
Henry mengiyakan ajakan Diah dan mereka pun berjalan bersama menuju ke bangunan putih itu. Mereka berduapun saling mengobrol mengenai darimana SMP mereka, tiap Henry melihat Diah, entah apa yang terjadi padanya, jantungnya tetap berdebar-debar dengan sangat cepat mukanya selalu agak memerah. Henry mencoba untuk menahannya, namun apa daya? Cinta adalah perasaan yang tidak bisa disembunyikan oleh kita, seberapa besarpun usaha yang kita lakukan pasti perasaan itu tetap akan terlihat walaupun itu sangat kecil. Henry hanya ingin menjadikannya teman tapi lain kata, hatinya menginginkan Diah menjadi sesorang yang lebih dari teman.
Henry melihat Diah dengan bimbang.
“Ya Allah, apa yang terjadi padaku? Mana mungkin aku bisa suka pada perempuan ini pada pandangan pertama? Aku harus tetap santai, aku tidak boleh mengingkari sumpahku.” Pikir Henry.

Sesampainya mereka di dalam bangunan putih itu, terlihat Aula yang besar dan dipenuhi oleh banyak sekali anak-anak seumuran mereka yang sedang menunggu MOS dimulai. Henry melihat anak laki-laki duduk disebelah kiri dengan sesamanya dan anak perempuan duduk disebelah kanan dengan sesamanya juga, itu berarti Henry harus berpisah dengan Diah.
‘Ok, kita harus misah nih. Kamu lihat kan anak laki-laki dan anak perempuan dipisahkan.’ Kata Diah.
‘Iya, sayang banget ya. Padahal kita baru kenal udah dipisahin lagi.’ Kata Henry.
Diah tertawa kecil dan berkata.  ‘Iya sih, tapi nanti juga kita bakal ketemu kok.’
‘Iya deh.’ Kata Henry tersenyum.
‘Ok, duluan ya.’ Kata Diah pergi berkumpul dengan anak perempuan yang lain.
‘Ok.’ Jawab Henry.
Henry pun berjalan ke anak laki-laki yang lain. Dia mencoba mencari Diah dari sana namun, dia tidak melihat Diah sama sekali, sepertinya benih cinta sudah tertanam di hatinya.


MOS pun dimulai, semua murid baru sudah dikelompokan dengan 1 tutor yang akan membina mereka sepanjang MOS ini. Henry berada di kelompok kentang, dia dikelompokan dengan 4 anak laki-laki dan seorang tutor yang jankung, berkumis tipis dan botak bernama Ahmad.
‘Ok, nama kakak Ahmad Solihun. Sebelum kakak beritahu kakak beritahu tugas kalian, kakak mau tahu nama kalian dulu, dimulai dari kamu.’ Kata Ahmad menunjuk pada anak yang paling kurus.
‘Nama saya Ismail kak.’ Kata anak itu.
‘Bagus, kalau kamu?’ Tanya Ahmad menunjuk anak berambut ikal.
‘Nama saya Adi kak.’ Jawab anak itu.
‘Bagus, kalau kamu?’ Tanya Ahmad menunjuk anak berkulit coklat.
‘Nama saya Hadi kak.’ Kata anak itu.
’Bagus..’
‘Apa kak?’ potong anak yang bertubuh besar.
‘Hah, apa? Kakak nggak manggil kamu kan?’ Tanya Ahmad keheranan.
‘Terus? Apaan itu “Bagus, bagus.”?’ Tanya anak itu.
‘Apa?’ Tanya Ahmad kesal.

Henry menghampiri Ahmad dan berbisik ‘Kak, namanya memang Bagus.’
‘Oh, nama kamu Bagus? Maaf ya, kakak kan nggak tahu.’ Kata Ahmad.
‘Iya, nggak apa-apa kak.’ Kata Bagus.
‘Kalau kamu?’ Tanya Ahmad pada Henry.
‘Nama saya Henry kak.’ Jawab Henry.

Tiba-tiba Seorang teman Ahmad mendatanginya dan menyuruh Ahmad untuk kumpul dengan tutor lainnya.
‘Ok, kita sudah kenal satu sama lain, kalian ngobrol-ngobrol dulu ya, makan juga boleh. Kakak bakal balk lagi ya.’ Kata Ahmad.

Semuanya menganggukan kepalanya dan Ahmad pun keluar dari aula untuk menemui teman-temannya. Henry menggunakan kesempatan itu untuk mencari Diah, saat teman-temannya sibuk mengobrol, Henry hanya sibuk mencari Diah. Akhirnya Henry menemukan Diah yang sedang berjalan ke luar, Henry hendak menghampirinya namun, ia tidak sempat karena Diah sudah keluar duluan, dia tidak bisa keluar karena dia takut bertemu kakak kelas yang lain lalu diomeli diluar sana. Dengan kecewa, Henry kembali ke kelompoknya dan kembali duduk bersama mereka.

Beberapa lama kemudian, Ahmad langsung menghampiri mereka dan berkata. ‘Kakak punya tugas untuk kalian, pergi ke Lab IPA dan minta tanda tangan kakak kelas yang ada disana.’ Jelas Ahmad.
‘Siap ka.’ Kata mereka berlima.

Henry dan kawan-kawan bergegas menuju Lab IPA, beruntung Henry sudah menulusuri sekolah barunya jadi, mereka bisa pergi menuju Lab IPA tanpa tersesat. Sesampainya mereka di Lab IPA, terlihat ada 2 kakak kelas berdiri di depan pintu Lab. Yang 1 seorang perempuan berambut panjang dan 1 lagi seorang laki-laki berambut pendek. Dibelakang mereka terdapat kata-kata bahasa inggris yang sepertinya kata-kata itu adalah tugas yang harus mereka kerjakan. Di belakang perempuan itu terdapat kata-kata bahasa Inggris yang tersusun menurun terbaca “Sheep”, “House”, “Ear”, “Ray”, “Lay”, dan “Yarn”, sedangakan dibelakang laki-laki itu ada kata-kata yang terbaca “Wisdom”, “Insist”, “Song”, “Near”, “Urgent”, dan “Death”.

Perempuan itu menyambut mereka berlima ‘Selamat datang di Lab IPA, kalian mau tanda tangan kami? Kalian harus mengerjakan suatu tugas untuk mendapatkkannya, dan tugas kalian adalah…’
Mereka berlima menanti-nanti apa tugas yang harus mereka kerjakan.
‘Menebak siapa nama kami.’ Kata laki-laki itu.
‘Gimana caranya?’ Tanya Ismail.
‘Gunakan otak kalian.’ Kata laki-laki itu.
‘Kalau kalian tidak bisa menebaknya, kalian tidak boleh pulang!’ Tambah perempuan itu.

Mereka berlima mulai berdiskusi untuk mencari tahu siapa nama kedua kakak kelas itu, Henry hendak memberitahu siapa nama mereka namun, Hadi sudah terlanjur memberitahu kawan-kawannya.
‘Nama mereka Fern dan Adolf.’ Kata Hadi.
‘Tahu dari mana?’ Tanya Hadi.
‘Coba lihat kata-kata dibelakang perempuan itu, kata-katanya berhubungan dengan peternakan kan? Peternakan kan “Farm” kan?’ Jelas Hadi.
Mereka berempat mulai berpikir apa yang dimaksudkan Hadi tentang kata-kata yang berhubungan dengan “Farm”.
‘Ok, mungkin “Sheep”, “Yarn”, dan “House” masuk akal, tapi bagaimana dengan “Ear”, “Ray” dan “Lay”?’ Tanya Ismail heran.
‘”Ear” berhubungan dengan kelinci, “Ray” artinya sinar dan biasanya sinar cahaya dibutuhkan oleh tumbuhan dan “Lay” itu berhubungan dengan “Egg layed chicken” yang artinya ayam penghasil telur.’ Jelas Hadi.
‘Terus? Tahu si Adolf darimana?’ Tanya Bagus.
‘Kata-kata dibelakang laki-laki itu berhubungan dengan Fasisme, “Wisdom”, “Insist”, dan “Urgent” jika disatukan, mereka berhubungan dengan fasisme dan pelopor fasisme adalah Hitler kan?’ Jelas Hadi.
‘Kalau “Song”, “Near” dan “Death”?’ Tanya Ismail.
‘Pada jaman Hitler ada sebuah “Lagu” berjudul “Gloomy Sunday” dan konon katanya lagu itu bisa “Mendekatkan” pada “kematian”.’ Jelas Hadi.
Mereka terdiam sejenak, mencoba memikirkan apa yang baru saja Hadi katakan. Mereka menganggukan kepalanya agar terlihat mengerti, padahal sebenarnya tidak.
‘Ok, mungkin “Adolf” ada hubungannya dengan Hitler, tapi apa hubungannya antara “Fern” dengan “Farm”?’ Tanya Henry heran.
‘Nggak tahu, aku ngasal aja.’ Jawab Hadi kalem.
Semuanya terdiam bingung, ternyata jawaban Hadi hanyalah omong kosong belaka. Henry terlihat bingung mendengar jawaban Hadi yang tidak masuk akal.

‘Kak, aku tahu nama kalian.’ Kata Hadi tersenyum PD.
Laki-laki itu mendekati Hadi dan bertanya dengan angkuhnya ‘Benarkah? Siapa nama kami?’
Hadi dengan PDnya berkata.‘Nama kalian adalah…’
‘Sugianto dan Maemunah.’ Potong Henry.

Hadi dan kawan-kawan terdiam, mereka tidak percaya dengan lantangnya Henry asal menjawab seperti itu.
‘Tahu darimana?’ Tanya perempuan itu dengan ketusnya.
Henry tersenyum, dengan santainya berkata ‘Lain kali, jangan tunjukan name tag kalian ya. Lain kali, buat games yang lebih menantang dong.’
Sugianto pun tertawa dan dengan kagumnya, ia berkata ‘Kamu memang pintar ya? Siapa nama kamu?’
‘Henry.’ Jawab Henry.
‘Kalian harus balik ke aula lagi. Jangan kemana-mana! Suruh Maemunah.

Seperti yang dijanjkikan, Sugianto dan Maemunah menanda tangani buku mereka masing-masing. Lalu, mereka berlima pun berjalan kembali menuju aula.
‘Kamu hebat hen! Bisa nebak nama mereka. Aku aja nggak nyadar kalau mereka pakai name tag.’ Kata Ismail kagum.
‘Iya, aku juga nggak nyadar. Padahal name tagnya udah jelas kelihatan di depan mereka.’ Tambah Bagus.
‘Yang jelas adalah, kalian harus jeli, jangan terpaku pada hal yang mencolok kayak kata-kata itu. Sebenarnya kata-kata itu Cuma pengecoh sampai kita lupa kalau mereka pakai name tag.’ Jelas Henry.
‘Iya, benar juga ya.’ Kata Adi.
Hadi hanya terdiam, dia merasa dipermalukan oleh Henry.
“Awas lu Henry, gw bakal kasih pelajaran tambahan buat ini!” Ucap benaknya.


Ditengah perjalanan mereka kembali ke aula, tiba-tiba Henry melihat Diah sedang berjalan ke arah mereka. Henry pun mulai deg-degan lagi.
“Ya Allah, apa yang terjadi padaku? Kuatkanlah aku Ya Allah.” Ucap benak Henry.

‘Hai Henry!’ Sapa Diah riang melambaikan tangannya.
Mendengar itu, langkah Henry pun terhenti dan jelas kawan-kawannya yang berada disampingnya ikut terhenti.
‘Hai Diah, ada apa?’ Tanya Henry dengan senyumannya.
‘Hai Henry, ayo balik ke Aula! Nanti kita dimarahi loh.’ Ajak Ismail.
‘Kalian duluan saja, nanti Henry bakal nyusul kok.’ Kata Diah.
‘Tapi…’
‘Kamu dengar kan apa yang dia bilang? Kalian duluan aja, nanti aku nyusul. Tenang aja ya.’ Kata Henry.
‘Iya deh, tapi cepat nyusulnya ya?’ Tanya Ismail.
‘OK.’ Jawab Henry.
‘Udah deh, mail. Biarin aja mereka berduaan.’ Goda Bagus.
‘Apaan sih? Udah duluan aja.’ Suruh Henry kesal.

Ismail dan lainnya pun pergi meninggalkan mereka berdua. Henry menatap Diah dengan bingung, jantungnya berdebar lebih kencang dan mukanya mulai memerah lagi. Henry tersenyum pada Diah dan bertanya ‘Ada apa Diah?’
‘Ayo ikut aku.’ Ajak Diah yang berlari ke arah tangga.
Henry mengikuti Diah yang berlari menaiki tangga. Dia penasaran, kemana Diah mengajaknya? Setelah sampai di tempat tujuan, Henry merasa sangat kelelahan karena sudah banyak anak tangga yang ia naiki.

‘Ngapain kamu ngajak aku ke rooftop sekolah?’ Tanya Henry kelelahan.
Diah hanya diam di depan pagar asyik melihat sekolahnya dari sini, Henry pun mendekati Diah penuh keheranan.
‘Tak terasa ya?’ Ucap Diah.
‘Apa?’ Ucap Henry yang berada dibelakangnya dengan kebingungan.
‘Kita udah jadi anak SMA lagi ya? Perasaan kemarin kita masih anak kecil ya?’ Kata Diah.

Henry memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Diah, dia mengingat kembali masa-masa kelamnya saat dia masih kecil. Sebenarnya masa-masa itu sangatlah menyakitkan namun, tanpa dia sadari ternyata itu telah terlewati dengan sendirinya. Waktu teruslah berjalan, waktu selalu maju dan tidak pernah menoleh kebelakang. Henry tersadar pada ucapan Diah itu, dia selalu dihantui oleh masa lalunya dan dia merasa bodoh karena dia takut pada sesuatu yang telah terjadi.
Henry pun berkata ‘Iya, kamu benar. Waktu memang misterius ya? Sebenarnya ia lambat tapi, karena kita tidak memerdulikannya, waktu dapat menjadi terasa sangat cepat.’

Diah tersenyum pada Henry dan menganggukan kepalanya, Henry pun membalasnya dengan senyumannya. Henry mendekati Diah lagi sampai ia berada di sebelah kanan Diah, Henry pun melihat sekolahnya bersama Diah.
‘Ternyata sekolah kita bagus ya?’ Tanya Henry.
‘Iya, benar.’ Jawab Diah. ‘Apa kamu ingat pas kita ketemu?’ Tanya Diah.
‘Iya, kita ketemu di lapangan gara-gara kamu nggak sengaja nabrak aku kan?’ Jawab Henry.
‘Maaf ya, soalnya tadi aku lagi melamun.’ Kata Diah.
‘Nggak apa-apa. Kenapa tadi kamu melamun?’ Tanya Henry.
‘Iya, sebenarnya aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi padaku di sekolah ini.’ Jawab Diah.
‘Maksudnya?’ Tanya Henry.
‘Ya, kayak dijauhi, dihina, dibully kayak gitu deh. Makanya aku suka pura-pura menjadi orang yang riang agar aku bisa beradaptasi disini. Tapi, itu tidak menjamin hal-hal buruk itu tidak akan terjadi.’ keluh Diah yang mulai menangis.

Henry pun terdiam, akhirnya dia menemukan orang yang sama seperti dia. Sepertinya ia bisa berteman dengan teman barunya ini walaupun hatinya ingin Diah menjadi seseorang yang lebih dari sekedar teman.

“Dia sama sepertiku, tapi dengan fisik seperti itu dia bisa mendapatkan teman yang banyak, seharusnya dia lebih PD daripada aku.” Pikir Henry.
Henry pun mengusap air mata Diah dan berkata ‘Sudahlah, aku ngerti perasaan kamu, kalau kamu merasa kesepian, kan kamu masih punya aku kan?’
Diah mulai tersenyum dan tertawa kembali.

‘Hehehe, benar! Kita kan teman.’ Kata Diah riang kembali.
‘Benar!’ Kata Henry yang tersenyum pada Diah.
Diah pun tersenyum pada Henry, ia mengacungkan kelingkingnya pada Henry dan berkata ‘Ayo kita berjanji.’
‘Bejanji apa? Tanya Henry heran.
‘Berjanji untuk menjadi sehabat dan selalu bersama dikala suka dan duka.’ Jawab Diah.

Henry menatap Diah yang tersenyum padanya, dia tahu jika menjadi sahabatnya tidak akan bisa mendpatkan hatinya. Namun, dia sudah bersumpah untuk tidak mau pacaran lagi. Dengan mengucapkan basmallah dalam hati, Henry tersenyum padanya dan ia mengacungkan kelingkingnya dan mengikatkannya pada kelingking Diah.

Mereka berdua saling memandang dengan senyuman manis mereka cukup lama.
‘Udahan yuk, kita harus kembali ke Aula. Nanti kita dimarahi lagi.’ Ajak Diah.
‘iya, udah gelap nih, kita harus cepat balik nih. Entar yang lain pada khawatir.’ Kata Henry.

Mereka berdua pun kembali ke Aula. Henry merasa berbunga-bunga karena pembicaraannya dengan Diah tadi, benih-benih cinta di hatinya telah keluar tunasnya. Namun, Henry tetap mencoba untuk menyembunyikan perasaannya.
“Ya Allah kuatkanlah aku, aku baru mempunyai sahabat. Jangan buat aku kehilangan dia gara-gara perasaan ini, kuatkanlah aku ya Allah.” Ucap batinnya.


Sesampainya mereka berdua di Aula, keadaan berubah menjadi aneh. Semua yang ada Aula memandang mereka berdua deangan sinisnya. Mereka berdua melihat Ahmad, Sugianto dan Maemunah berdiri di tengah Aula, mereka memandang mereka dengan sinis. Apa yang terjadi sebenarnya?

‘Heh, kalian berdua! Cepat ke sini!’ Seru Ahmad marah.

Henry dan Diah kebingungan pada apa yang baru mereka dengar, mereka hanya berdiri disana karena kebingungan, sebenarnya apa yang terjadi? Ahmad pun berteriak memanggil mereka lagi dan mereka berdua pun bergegas menghampiri Ahmad yang terlihat sangat marah melihat kehadiran mereka yang benar-benar telat.

‘Kenapa jam segini kalian baru balik?’ Tanya Maemunah ketus.
Sugianto pun berkata. ‘Tunggu, mereka kan bukan dari kelompok yang sama! Jangan-jangan kalian….’
‘Nggak kak, jangan salah paham! Kami cuma ngobrol doang di rooftop sekolah ’ Kata Henry panik.
‘Iya kak, kami cuma ngobrol doang di rooftop sekolah.’ Bela Diah.
‘Jangan bohong!’ kata Maemunah ketus menyeret Diah dari Henry. ‘Kamu apain dia?’
‘Kan saya udah bilang, kami cuma ngobrol doang. Cuma itu kok.’ Jawab Henry panik sampai air matanya keluar.
‘Bohong!’ Teriak Sugianto.

Henry pun mulai menangis, Diah hanya terdiam pasrah dalam cengkraman Maemunah. Anak-anak lain yang melihatnya hanya terdiam, menunggu apa yang akan terjadi pada mereka berdua.
Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki bertubuh jangkung, berkulit coklat, dan berambut ikal berjalan kearah mereka. Dia berkata dengan nada sangar. ‘Ada apa ini? Berisik tau!’

‘Wah, ada si Fajar nih.’ Keluh Sugianto.
‘Abis kamu Henry, Fajar itu kakak kelas paling galak disekolah ini.’ Goda Maemunah.

Ahmad mendekati Fajar dan membisikan sesuatu pada Fajar. Tiba-tiba wajah Fajar berubah menjadi sangat sangar, dia mendekati Henry dengan tatapan sangarnya. Henry hanya terdiam ketakutan, dia  mengusap air matanya dan menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini.

‘Kamu yang namanya Henry?’ Tanya Fajar ketus.
‘I, iya kak.’ Jawab Henry ketakutan.
‘Kamu tahu salah kamu apa?’ Tanya Fajar ketus.
‘Saya difitnah kak, saya cuma ngobrol doang sama si Diah.’ Jawab Henry dengan sisa nyalinya.

Fajar pun tertawa. Setelah ia tertawa, ia pun bertanya ‘Oh, jadi kamu difitnah kalau hari ini adalah ulang tahun kamu?’
Henry pun terdiam membeku karena terkejut pada apa yang dia dengar. Dia kembali tersenyum saat semua orang berdiri dan bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu “Happy Birthday” pada Henry. Henry mengusap air matanya lagi, dia sangat senang pada kejutan ulang tahunnya ini, baru kali ini dia merasakan betapa senangnya mendapat kejutan ulang tahun. Fajar pun menjabat tangan Henry dan memberikan selamat padanya, begitu juga kakak kelas yang lain, bahkan Diah!

Fajar mengambil microphonenya dan berkata ‘Sudah semuanya!’
Tiba-tiba suasana yang hangat itu berubah menjadi hening kembali.
‘Kenapa kamu nangis?’ Tanya Fajar.
Henry tersenyum dan menggelengkan kepalanya sambil mengusap air matanya.
‘Kamu udah bilang terima kasih nggak ke si Diah? Dia loh yang punya ide ini? Kayaknya kalian serasi amat ya.’ Goda Fajar.

Henry menatap Diah, dan dia tersenyum padanya dan Diah juga membalasnya dengan senyumannya.
‘Ciee, senyum-senyuman!’ Goda Fajar.
‘PJ ah, PJ!’ Tambah Ahmad.
‘Ciee.’ Teriak semua orang.

Henry dan Diah hanya tersenyum satu sama lain sampai wajah mereka berubah menjadi merah padam karena malu. Suasana pun menjadi hangat kembali, Henry mulai merasa sebuah koneksi antara dirinya dengan Diah tapi, dia masih harus menahan perasaan itu.


Henry menghampiri Diah yang sedang mengenakan sepatunya.Ia duduk disebelahnya dan bertanya. ‘Kenapa kamu bisa terlibat dengan acara kejutan itu?’
‘Loh? Emang salah ya?’ Tanya Diah.
‘Nggak sih, aku cuma pensaran aja. Kenapa kamu bisa terlibat?’ Tanya Henry keheranan.

Diah menghela nafasnya sejenak dan ia pun menjawab ‘Saat aku mau ke toilet saat para kakak kelas pada rapat, aku nggak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejutan ulang tahun kamu. Mereka kelihatan kebingungan karena kamu ulang tahunnya pas di hari pertama MOS. Karena kasihan, aku coba beri saran ke mereka dan mereka setuju menjalankan rencana yang aku buat.’

‘Kenapa kamu mau membantu mereka?’ Tanya Henry.
‘Jawabannya sederhana, karena kamu itu temanku.’ Jawab Diah kalem.

Henry pun terdiam. Dia terkejut dan tidak percaya pada apa yang ia dengar, baru kali ini ada seorang cewek yang sangat peduli pada dia, biasanya dia diacuhkan oleh cewek lain, tapi yang ini sangatlah berbeda dari sebelumnya. Berbeda dengan Cindy, dia melihat ketulusan dari matanya dan mendengar kejujuran dari ucapannya.

‘Aku cuma mau ngasih kesan baik ke teman pertamaku di sekolah ini. Tapi, semenjak pembicaraan kita di rooftop tadi, aku baru tahu kamu bukan hanya sekedar teman biasa.’ Lanjut Diah yang mulai menangis.
‘Diah..’ Kata Henry mengusap air mata Diah yang keluar.
‘Kamu sudah seperti sahabatku hen.’ Kata Diah masih menangis.
Henry mengambil sapu tangannya dan mengusap air mata Diah yang membasahi wajahnya.
‘Udah, aku ngerti perasaan kamu kok, aku juga bersyukur bisa punya sahabat seperti kamu.’ Hibur Henry yang sudah mulai menangis.
Diah melihat Henry mengeluarkan air matanya. Dia mengambil sapu tangannya dan mulai mengusap air mata Henry.
‘Ngapain kamu?’ Tanya Henry.
‘Kamu nangis juga, Emang cuma kamu yang boleh ngusap air mata aku.’ Jawab Diah.
‘Tolonglah berhenti.’ Pinta Henry.
‘Kamu juga harus berhenti mengusap air mata aku kalau kamu mau aku berhenti.’ Jawab Diah.
‘Maaf, aku nggak bisa.’ Kata Henry.
‘Kenapa?’ Tanya Diah.
‘Karena, aku nggak mau liat 1 tetes air matapun jatuh dari mata temanku.’ Jawab Henry.
Diah pun kembali tersenyum padanya, ia pun berkata. ‘Kalau gitu, aku juga nggak mau lihat sahabat aku menangis.’

‘Dasar plagiat.’ Keluh Henry dengan senyumannya.
‘Biarin.’ Balas Diah dengan senyumannya.
Mereka berdua pun saling mengusap air mata temannya satu sama lain dengan saling lempar senyum, sampai wajah mereka merah padam, banar-benar kejadian yang so sweet namun aneh, romantis tapi aneh.

‘Oi Henry, ayo pulang! Jangan pacaran mulu!’ Ajak Ismail yang tiba-tiba sudah berdiri dengan Bagus dan Adi di samping mereka berdua. Mereka berdua pun bergegas berdiri dan mengusap air mata mereka masing-masing.

‘Diah, pulang bareng yuk.’ Ajak Henry.
‘Emang kamu naik angkot apa?’ Tanya Diah.
‘Angkot hijau.’ Jawab Henry.
‘Maksud aku, angkot nomor berapa? Angkot yang lewat sini kan hijau semua.’ Kata Diah kesal.
‘Hehehe, sorry, 01.’ Jawab Henry.
‘Wah, sayang banget kita nggak bisa bareng, aku naik angkot nomor 10.’ Kata Diah.
‘Oh, yaudah deh. Nggak apa-apa, besok kita ketemu lagi ya!’ Kata Henry agak kecewa.
‘Iya.’ Kata Diah riang.

Mereka berdua saling tersenyum satu sama lain dan Diah pun pergi duluan meninggalkan Henry dan teman-temannya. Henry memanggil Diah yang hampir tidak kelihatan, Diah menoleh ke arah Henry.
‘Kamu naik angkot sama siapa?’ Tanya Henry cemas.
‘Sendiri.’ Jawab Diah.
‘Nggak apa-apa kamu pulang sendiri? Mau aku temani?’ Tanya Henry.
Diah tersenyum padanya dan berkata. ‘Nggak apa-apa kok. Makasih tawarannya.’
Diah melambaikan tangannya sambil mengedipkan mata kirinya pada Henry dan Diah pun kembali berjalan untuk pulang. Henry hanya melambaikan tangannya walau Diah sudah tidak terlihat lagi.

‘Oh, kasihan sekali Romeo kita.’ Goda Ismail.
‘Sang putri telah pergi yang mulia.’ Tambah Adi.
‘Masih khawatir ya? Kenapa nggak ikutin aja?’ Tambah Bagus.
‘Udah deh, stop. Dia cuma teman aku.’ Kata Henry kesal.
‘Teman apa teman?’ Goda Ismail.
‘Udah ah, pulang yuk ah.’ Kata Henry mulai meninggalkan mereka bertiga.
Mereka bertiga mengikuti Henry sampai naik angkot, mereka bertiga duduk diujung mendekati Henry.
‘Kita seangkot ya hen.’ Kata Ismail.

Henry hanya menghela nafasnya. Henry melihat pemandangan dari balik kaca, memikirkan apa saja yang telah terjadi di sekolah barunya ini, rasanya seperti mimpi, kebetulankah? Ataukah takdir? Baru saja dia masuk, dia sudah naksir pada 1 cewek bernama Diah ini. Kenapa mereka berdua bisa menjadi seakrab ini hanya dalam waktu yang sangat singkat? Henry harus tetap menyembunyikan perasaannya karena dia baru memiliki 1 sahabat, dan dia tidak mau kehilangan sahabatnya gara-gara hal sepele seperti cinta.

Henry berbalik ke arah mereka, ia menghela nafasnya lagi dan berkata dengan betenya ‘Dugaan kalian tepat.’
‘Dugaan apa?’ Tanya Ismail.
‘Benar, aku memang suka sama si Diah.’ Jawab Henry.
‘Apa?! Kamu suka sama si Diah?!’ Kata mereka bertiga tidak percaya.
Henry menganggukan kepalanya. Mereka bertiga saling melihat satu sama lain, lalu mereka tertawa dengan kerasnya.
‘Apanya yang lucu?’ Tanya Henry sewot.
‘Ya, aku nggak percaya aja. Masa kamu suka sama cewek kayak si Diah? Udah pendek, cempreng lagi.’ Jelas Bagus yang masih tertawa.

Henry mulai marah dan berkata ‘Apa aku salah kalau aku suka sama si Diah?!’
Mereka bertiga pun terdiam dan tidak tertawa lagi.
‘Kalian mungkin boleh menghina Diah, tapi dimata Allah kita ini sama hinanya dengan Diah.’ Lanjut Henry.
‘Santai hen, kalau kamu suka sama si Diah, kenapa kamu nggak nembak dia aja? Padahal pas kalian saling ngelap-ngelap muka itu udah jadi momen bagus buat nembak.’ Tanya Ismail.
‘Aku nggak ngelap mukanya, aku lagi ngusap air matanya.’ Kata Henry.
‘Ngapain kamu ngelap air matanya? Buat dikumpulin buat upacar pemanggilan roh?’ Tanya Bagus.
‘Bukan! Aku ngusap air matanya karena aku nggak tahan kalau ngelihat temen aku nangis.’ Jawab Henry kesal.
‘Berarti kalau Ismail nangis, berarti kamu juga bakal ngusap air matanya?’ Tanya Adi.
‘Pasti.’ Jawab Henry mantap.
‘Ih, geli.’ Kata Ismail.
Semuanya pun tertawa dengan asyiknya.

‘Terus? Apa alasan kamu nggak nembak si Diah?’ Tanya Ismail.
‘Iya, kenapa? Padahal kalian itu serasi banget deh.’ Tambah Bagus.
‘Itu karena aku udah bersumpah aku nggak bakal pacaran lagi.’ Jawab Henry.
Mereka bertiga terlihat kebingungan mendengar jawaban Henry. Apakah mungkin seseorang memiliki sumpah sekonyol itu?

‘Kenapa?’ Tanya Ismail kebingungan.
‘Aku harus konsen belajar. Prestasi aku selalu turun gara-gara hal seperti itu. Saat aku galau, aku seperti tidak punya semangat hidup sampai nilai aku turun. Jadi, aku bersumpah seperti itu agar aku bisa konsen belajar agar aku bisa menggapai cita-citaku.’ Jelas Henry.
‘Memangnya cita-cita kamu apa?’ Tanya Adi.
‘Dokter.’ Jawab Henry.
‘Kamu benar hen, aku juga bakal serius belajar agar aku bisa jadi Guru.’ Kata Adi.
‘Kalau aku maunya jadi Tentara.’ Kata Ismail.
‘Kalau aku sih maunya jadi Pilot.’ Kata Bagus.
Setelah pembicaraan itu, mereka menjadi kompak. Mereka asyik mengobrol tentang cita-cita masing-masing, sampai Henry menghentikan angkot.
‘Kiri-kiri!’ Seru Henry. ‘Duluan ya!’
‘Hati-hati ya!’ Kata Ismail.

Henry pun tersenyum pada mereka lalu, dia pun turun dari angkot. Dia melihat teman-temannya melambaikan tangan padanya sambil tersenyum dari kaca angkot. Henry merasa senang, sepertinya hidupnya akan berubah di SMA barunya ini.
Sesampainya di rumah, Henry sudah berdiri di depan pintu kayu itu. Dia hanya terdiam dan berpikir bahwa hal-hal yang telah ia lewati benar-benar singkat. Memang benar apa yang ia katakan pada Diah saat di rooftop tadi.

“Waktu memang misterius ya? Sebenarnya ia lambat tapi, karena kita tidak memerdulikannya, waktu dapat menjadi terasa sangat cepat.”


Henry membuka pintunya perlahan. Dia terkejut melihat ibunya menyambutnya dengan lagu “Happy Birthday” sambil menunjukan kue dengan lilin berbentuk angka 16.
Tiba-tiba Henry menangis. Ibunya merasa bingung pada apa yang terjadi pada anaknya ini. Ibu menaruh kue itu ke atas meja lalu memeluk Henry dengan hangat, Henry masih menangis tak henti-hentinya.

Setelah Henry berhenti menangis. Ibu menyuruh Henry untuk duduk di sofa, Henry pun duduk di sofa sambil mengusap air matanya. Ibunya duduk disebelah anaknya, dia merangkul anaknya dengan canggung dan bertanya. ‘Kenapa tadi kamu menangis nak?’
Henry mengusap air matanya dan berkata. ‘Nggak ada apa-apa bu.’
‘Jangan bohong hen. Kamu tahu kan, kamu tidak bisa membohongi ibumu sendiri.’ Kata Ibu.
‘OK.’ Kata Henry. Henry mengambil nafas panjang dan berkata ‘Di sekolah, aku bertemu dengan seorang cewek. Dia benar-benar baik dan mengerti aku bu, bahkan ia ikut bagian dalam kejutan ulang tahun aku di Aula sekolah.’
‘Jadi, bisa dibilang, kamu suka sama cewek itu?’ Tanya ibu.
Henry menganggukan kepalanya dengan canggung.
‘Henry, tolonglah jangan mikirin pacaran dulu. Sebenarnya ibu suka kalau lihat kamu dekat sama seseorang tapi, ibu tidak mau lihat kamu sedih gara-gara seorang perempuan.’ Pinta ibu.
‘Iya bu, Henry juga udah nyoba buat menahan rasa itu. Tapi jujur, rasanya sakit bu.’ Kata Henry.

Ibunya memeluk anaknya lagi, dia pun berkata. ‘Kamu kuat hen, bertahanlah ya, katanya kamu mau jadi dokter kan?’
‘Iya.’ Kata Henry berlinangan air mata sampai membasahi pundak ibunya.
Ibu melepaskan pelukannya dan tersenyum pada anaknya, ibu pun berkata ‘Make a wish sweetheart!’
Henry mengusap air matanya, dia menutup matanya dan berdoa.

“ Ya Allah, tolonglah aku agar bisa menjadi seorang Dokter. Tolong dekatkan aku pada dirinya, aku memang mencintainya. Berikan aku petunjuk agar aku bisa terus bersamanya. Amin.’

Lalu Henry meniup lilin itu sampai apinya padam. Dengan padamnya api di lilin itu, ia berharap harapannya bisa terkabul.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates