Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba! Ini
adalah hari pertamanya masuk SMA. Henry sudah menyiapkan mentalnya untuk
memasuki babak barunya di SMA barunya, dia akan bersikap sebaik mungkin agar
teman-teman barunya menerima dirinya dengan baik.
Matahari sudah berada di
atas kepalanya, menyinari kepalanya dengan sinarnya yang amat panas. Henry
sudah berada di depan gerbang sekolah barunya, dia bisa melihat sebuah papan
besar diatas gerbang itu bertuliskan “SMA Semangat Nasional.”
Jantung Henry terasa berdetak lebih cepat
dari biasanya, dia memang sudah bertekad untuk tidak takut lagi. Namun, masih
ada sedikit ketakutan berada di dalam dirinya. Henry masih penasaran, apa yang
menunggunya disana? Teman? Musuh? Bully? Cacian? Atau yang lainnya? Dia tidak
akan pernah tahu kecuali dia sendiri yang mencari tahu.
Dengan mengucapkan basmallah, Henry mulai
menapakan langkah pertamanya di sekolah barunya. Sepanjang jalan, dia sudah
berada di lapangan sekolah. Lapangan itu adalah lapangan batu yang dikelilingi
oleh kelas-kelas dengan pohon rindang disekitar lapangan dan anak-anak
seumurannya yang sedang berjalan menuju bangunan yang seperti kubah putih besar
didepannya, tepatnya dibelakang kelas yang berjejereran itu.
“Sekolah yang besar juga, kuharap aku bisa
bertahan disini.” Ucap batinnya sambil terus berjalan.
Tiba-tiba seorang gadis tidak sengaja
menabrak Henry dari belakang. Henry menoleh kebelakang dan menolong gadis itu
berdiri.
‘Maaf ya.’ Kata Henry sopan.
‘Tidak, kamu nggak salah kok, aku yang salah
gara-gara lari terburu-buru sampai nggak liat kedepan.’ Kata gadis itu dengan
suara cemprengnya.
Henry agak tersenyum kegelian mendengar suara
gadis itu tapi, dia terdiam melihat gadis itu. Tubuhnya yang mungil setinggi
bahu henry, memakai kerudung, berkacamata dan wajahnya yang imut.“Jangan, aku
tidak boleh, aku tidak boleh suka sama cewek ini.” Ucap benaknya.
‘Halo? Kamu nggak tuli kan?’ Tanya gadis itu dengan
guranya.
Henry tersadar dari lamunannya, dan dengan
panik dia menjawab ‘Eh, aku normal kok, hehehe.’
Gadis itu tersenyum pada Henry, jantung Henry
pun berdebar-debar sangat cepat akibat melihat senyuman gadis yang baru ia
temui secara tidak sengaja. Gadis itu terlihat manis sekali jika ia tersenyum
seperti itu, Henry mencoba mengendalikan perasaannya namun, dia tidak sanggup.
‘Nama aku Diah, kamu siapa?’ Tanya gadis itu
sopan.
‘Aku Henry.’ Jawab Henry. ‘Kamu murid baru?’
Tanya Henry.
‘Iya, kamu juga murid baru ya?’ Tanya Diah.
‘Iya, hehehe, kita harus ngumpul dimana ya?’
Tanya Henry.
‘Di bangunan putih didepan kita itu, ayo
cepat kita kesana! Nanti kakak kelas pada marah lagi.’ Ajak Diah.
Henry mengiyakan ajakan Diah dan mereka pun
berjalan bersama menuju ke bangunan putih itu. Mereka berduapun saling
mengobrol mengenai darimana SMP mereka, tiap Henry melihat Diah, entah apa yang
terjadi padanya, jantungnya tetap berdebar-debar dengan sangat cepat mukanya
selalu agak memerah. Henry mencoba untuk menahannya, namun apa daya? Cinta
adalah perasaan yang tidak bisa disembunyikan oleh kita, seberapa besarpun
usaha yang kita lakukan pasti perasaan itu tetap akan terlihat walaupun itu
sangat kecil. Henry hanya ingin menjadikannya teman tapi lain kata, hatinya
menginginkan Diah menjadi sesorang yang lebih dari teman.
Henry melihat Diah dengan bimbang.
“Ya Allah, apa yang terjadi padaku? Mana
mungkin aku bisa suka pada perempuan ini pada pandangan pertama? Aku harus
tetap santai, aku tidak boleh mengingkari sumpahku.” Pikir Henry.
Sesampainya mereka di dalam bangunan putih
itu, terlihat Aula yang besar dan dipenuhi oleh banyak sekali anak-anak
seumuran mereka yang sedang menunggu MOS dimulai. Henry melihat anak laki-laki
duduk disebelah kiri dengan sesamanya dan anak perempuan duduk disebelah kanan
dengan sesamanya juga, itu berarti Henry harus berpisah dengan Diah.
‘Ok, kita harus misah nih. Kamu lihat kan
anak laki-laki dan anak perempuan dipisahkan.’ Kata Diah.
‘Iya, sayang banget ya. Padahal kita baru
kenal udah dipisahin lagi.’ Kata Henry.
Diah tertawa kecil dan berkata. ‘Iya sih, tapi nanti juga kita bakal ketemu
kok.’
‘Iya deh.’ Kata Henry tersenyum.
‘Ok, duluan ya.’ Kata Diah pergi berkumpul
dengan anak perempuan yang lain.
‘Ok.’ Jawab Henry.
Henry pun berjalan ke anak laki-laki yang
lain. Dia mencoba mencari Diah dari sana namun, dia tidak melihat Diah sama
sekali, sepertinya benih cinta sudah tertanam di hatinya.
MOS pun dimulai,
semua murid baru sudah dikelompokan dengan 1 tutor yang akan membina mereka
sepanjang MOS ini. Henry berada di kelompok kentang, dia dikelompokan dengan 4
anak laki-laki dan seorang tutor yang jankung, berkumis tipis dan botak bernama
Ahmad.
‘Ok, nama kakak
Ahmad Solihun. Sebelum kakak beritahu kakak beritahu tugas kalian, kakak mau
tahu nama kalian dulu, dimulai dari kamu.’ Kata Ahmad menunjuk pada anak yang
paling kurus.
‘Nama saya Ismail
kak.’ Kata anak itu.
‘Bagus, kalau
kamu?’ Tanya Ahmad menunjuk anak berambut ikal.
‘Nama saya Adi
kak.’ Jawab anak itu.
‘Bagus, kalau
kamu?’ Tanya Ahmad menunjuk anak berkulit coklat.
‘Nama saya Hadi
kak.’ Kata anak itu.
’Bagus..’
‘Apa kak?’ potong
anak yang bertubuh besar.
‘Hah, apa? Kakak
nggak manggil kamu kan?’ Tanya Ahmad keheranan.
‘Terus? Apaan itu
“Bagus, bagus.”?’ Tanya anak itu.
‘Apa?’ Tanya
Ahmad kesal.
Henry menghampiri
Ahmad dan berbisik ‘Kak, namanya memang Bagus.’
‘Oh, nama kamu
Bagus? Maaf ya, kakak kan nggak tahu.’ Kata Ahmad.
‘Iya, nggak
apa-apa kak.’ Kata Bagus.
‘Kalau kamu?’
Tanya Ahmad pada Henry.
‘Nama saya Henry
kak.’ Jawab Henry.
Tiba-tiba Seorang
teman Ahmad mendatanginya dan menyuruh Ahmad untuk kumpul dengan tutor lainnya.
‘Ok, kita sudah
kenal satu sama lain, kalian ngobrol-ngobrol dulu ya, makan juga boleh. Kakak
bakal balk lagi ya.’ Kata Ahmad.
Semuanya
menganggukan kepalanya dan Ahmad pun keluar dari aula untuk menemui teman-temannya.
Henry menggunakan kesempatan itu untuk mencari Diah, saat teman-temannya sibuk
mengobrol, Henry hanya sibuk mencari Diah. Akhirnya Henry menemukan Diah yang sedang
berjalan ke luar, Henry hendak menghampirinya namun, ia tidak sempat karena
Diah sudah keluar duluan, dia tidak bisa keluar karena dia takut bertemu kakak
kelas yang lain lalu diomeli diluar sana. Dengan kecewa, Henry kembali ke
kelompoknya dan kembali duduk bersama mereka.
Beberapa lama
kemudian, Ahmad langsung menghampiri mereka dan berkata. ‘Kakak punya tugas
untuk kalian, pergi ke Lab IPA dan minta tanda tangan kakak kelas yang ada
disana.’ Jelas Ahmad.
‘Siap ka.’ Kata
mereka berlima.
Henry dan kawan-kawan
bergegas menuju Lab IPA, beruntung Henry sudah menulusuri sekolah barunya jadi,
mereka bisa pergi menuju Lab IPA tanpa tersesat. Sesampainya mereka di Lab IPA,
terlihat ada 2 kakak kelas berdiri di depan pintu Lab. Yang 1 seorang perempuan
berambut panjang dan 1 lagi seorang laki-laki berambut pendek. Dibelakang
mereka terdapat kata-kata bahasa inggris yang sepertinya kata-kata itu adalah
tugas yang harus mereka kerjakan. Di belakang perempuan itu terdapat kata-kata
bahasa Inggris yang tersusun menurun terbaca “Sheep”, “House”, “Ear”, “Ray”,
“Lay”, dan “Yarn”, sedangakan dibelakang laki-laki itu ada kata-kata yang
terbaca “Wisdom”, “Insist”, “Song”, “Near”, “Urgent”, dan “Death”.
Perempuan itu
menyambut mereka berlima ‘Selamat datang di Lab IPA, kalian mau tanda tangan
kami? Kalian harus mengerjakan suatu tugas untuk mendapatkkannya, dan tugas
kalian adalah…’
Mereka berlima
menanti-nanti apa tugas yang harus mereka kerjakan.
‘Menebak siapa
nama kami.’ Kata laki-laki itu.
‘Gimana caranya?’
Tanya Ismail.
‘Gunakan otak
kalian.’ Kata laki-laki itu.
‘Kalau kalian
tidak bisa menebaknya, kalian tidak boleh pulang!’ Tambah perempuan itu.
Mereka berlima
mulai berdiskusi untuk mencari tahu siapa nama kedua kakak kelas itu, Henry
hendak memberitahu siapa nama mereka namun, Hadi sudah terlanjur memberitahu
kawan-kawannya.
‘Nama mereka Fern
dan Adolf.’ Kata Hadi.
‘Tahu dari mana?’
Tanya Hadi.
‘Coba lihat
kata-kata dibelakang perempuan itu, kata-katanya berhubungan dengan peternakan
kan? Peternakan kan “Farm” kan?’ Jelas Hadi.
Mereka berempat
mulai berpikir apa yang dimaksudkan Hadi tentang kata-kata yang berhubungan
dengan “Farm”.
‘Ok, mungkin
“Sheep”, “Yarn”, dan “House” masuk akal, tapi bagaimana dengan “Ear”, “Ray” dan
“Lay”?’ Tanya Ismail heran.
‘”Ear”
berhubungan dengan kelinci, “Ray” artinya sinar dan biasanya sinar cahaya
dibutuhkan oleh tumbuhan dan “Lay” itu berhubungan dengan “Egg layed chicken”
yang artinya ayam penghasil telur.’ Jelas Hadi.
‘Terus? Tahu si
Adolf darimana?’ Tanya Bagus.
‘Kata-kata
dibelakang laki-laki itu berhubungan dengan Fasisme, “Wisdom”, “Insist”, dan
“Urgent” jika disatukan, mereka berhubungan dengan fasisme dan pelopor fasisme
adalah Hitler kan?’ Jelas Hadi.
‘Kalau “Song”,
“Near” dan “Death”?’ Tanya Ismail.
‘Pada jaman
Hitler ada sebuah “Lagu” berjudul “Gloomy Sunday” dan konon katanya lagu itu
bisa “Mendekatkan” pada “kematian”.’ Jelas Hadi.
Mereka terdiam
sejenak, mencoba memikirkan apa yang baru saja Hadi katakan. Mereka
menganggukan kepalanya agar terlihat mengerti, padahal sebenarnya tidak.
‘Ok, mungkin
“Adolf” ada hubungannya dengan Hitler, tapi apa hubungannya antara “Fern”
dengan “Farm”?’ Tanya Henry heran.
‘Nggak tahu, aku
ngasal aja.’ Jawab Hadi kalem.
Semuanya terdiam
bingung, ternyata jawaban Hadi hanyalah omong kosong belaka. Henry terlihat
bingung mendengar jawaban Hadi yang tidak masuk akal.
‘Kak, aku tahu nama
kalian.’ Kata Hadi tersenyum PD.
Laki-laki itu
mendekati Hadi dan bertanya dengan angkuhnya ‘Benarkah? Siapa nama kami?’
Hadi dengan PDnya
berkata.‘Nama kalian adalah…’
‘Sugianto dan
Maemunah.’ Potong Henry.
Hadi dan
kawan-kawan terdiam, mereka tidak percaya dengan lantangnya Henry asal menjawab
seperti itu.
‘Tahu darimana?’
Tanya perempuan itu dengan ketusnya.
Henry tersenyum,
dengan santainya berkata ‘Lain kali, jangan tunjukan name tag kalian ya. Lain kali, buat games yang lebih menantang dong.’
Sugianto pun
tertawa dan dengan kagumnya, ia berkata ‘Kamu memang pintar ya? Siapa nama
kamu?’
‘Henry.’ Jawab
Henry.
‘Kalian harus
balik ke aula lagi. Jangan kemana-mana! Suruh Maemunah.
Seperti yang
dijanjkikan, Sugianto dan Maemunah menanda tangani buku mereka masing-masing.
Lalu, mereka berlima pun berjalan kembali menuju aula.
‘Kamu hebat hen!
Bisa nebak nama mereka. Aku aja nggak nyadar kalau mereka pakai name tag.’ Kata Ismail kagum.
‘Iya, aku juga
nggak nyadar. Padahal name tagnya
udah jelas kelihatan di depan mereka.’ Tambah Bagus.
‘Yang jelas
adalah, kalian harus jeli, jangan terpaku pada hal yang mencolok kayak
kata-kata itu. Sebenarnya kata-kata itu Cuma pengecoh sampai kita lupa kalau
mereka pakai name tag.’ Jelas Henry.
‘Iya, benar juga
ya.’ Kata Adi.
Hadi hanya
terdiam, dia merasa dipermalukan oleh Henry.
“Awas lu Henry,
gw bakal kasih pelajaran tambahan buat ini!” Ucap benaknya.
Ditengah perjalanan mereka kembali ke aula, tiba-tiba Henry melihat Diah sedang berjalan ke arah
mereka. Henry pun mulai deg-degan lagi.
“Ya Allah, apa
yang terjadi padaku? Kuatkanlah aku Ya Allah.” Ucap benak Henry.
‘Hai Henry!’ Sapa
Diah riang melambaikan tangannya.
Mendengar itu,
langkah Henry pun terhenti dan jelas kawan-kawannya yang berada disampingnya
ikut terhenti.
‘Hai Diah, ada
apa?’ Tanya Henry dengan senyumannya.
‘Hai Henry, ayo
balik ke Aula! Nanti kita dimarahi loh.’ Ajak Ismail.
‘Kalian duluan
saja, nanti Henry bakal nyusul kok.’ Kata Diah.
‘Tapi…’
‘Kamu dengar kan
apa yang dia bilang? Kalian duluan aja, nanti aku nyusul. Tenang aja ya.’ Kata
Henry.
‘Iya deh, tapi
cepat nyusulnya ya?’ Tanya Ismail.
‘OK.’ Jawab
Henry.
‘Udah deh, mail.
Biarin aja mereka berduaan.’ Goda Bagus.
‘Apaan sih? Udah
duluan aja.’ Suruh Henry kesal.
Ismail dan
lainnya pun pergi meninggalkan mereka berdua. Henry menatap Diah dengan
bingung, jantungnya berdebar lebih kencang dan mukanya mulai memerah lagi. Henry
tersenyum pada Diah dan bertanya ‘Ada apa Diah?’
‘Ayo ikut aku.’
Ajak Diah yang berlari ke arah tangga.
Henry mengikuti
Diah yang berlari menaiki tangga. Dia penasaran, kemana Diah mengajaknya?
Setelah sampai di tempat tujuan, Henry merasa sangat kelelahan karena sudah
banyak anak tangga yang ia naiki.
‘Ngapain kamu
ngajak aku ke rooftop sekolah?’ Tanya
Henry kelelahan.
Diah hanya diam
di depan pagar asyik melihat sekolahnya dari sini, Henry pun mendekati Diah
penuh keheranan.
‘Tak terasa ya?’
Ucap Diah.
‘Apa?’ Ucap Henry
yang berada dibelakangnya dengan kebingungan.
‘Kita udah jadi
anak SMA lagi ya? Perasaan kemarin kita masih anak kecil ya?’ Kata Diah.
Henry memikirkan
apa yang baru saja dikatakan oleh Diah, dia mengingat kembali masa-masa
kelamnya saat dia masih kecil. Sebenarnya masa-masa itu sangatlah menyakitkan
namun, tanpa dia sadari ternyata itu telah terlewati dengan sendirinya. Waktu
teruslah berjalan, waktu selalu maju dan tidak pernah menoleh kebelakang. Henry
tersadar pada ucapan Diah itu, dia selalu dihantui oleh masa lalunya dan dia
merasa bodoh karena dia takut pada sesuatu yang telah terjadi.
Henry pun berkata
‘Iya, kamu benar. Waktu memang misterius ya? Sebenarnya ia lambat tapi, karena
kita tidak memerdulikannya, waktu dapat menjadi terasa sangat cepat.’
Diah tersenyum
pada Henry dan menganggukan kepalanya, Henry pun membalasnya dengan
senyumannya. Henry mendekati Diah lagi sampai ia berada di sebelah kanan Diah,
Henry pun melihat sekolahnya bersama Diah.
‘Ternyata sekolah
kita bagus ya?’ Tanya Henry.
‘Iya, benar.’
Jawab Diah. ‘Apa kamu ingat pas kita ketemu?’ Tanya Diah.
‘Iya, kita ketemu
di lapangan gara-gara kamu nggak sengaja nabrak aku kan?’ Jawab Henry.
‘Maaf ya, soalnya
tadi aku lagi melamun.’ Kata Diah.
‘Nggak apa-apa.
Kenapa tadi kamu melamun?’ Tanya Henry.
‘Iya, sebenarnya
aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi padaku di sekolah ini.’ Jawab Diah.
‘Maksudnya?’
Tanya Henry.
‘Ya, kayak
dijauhi, dihina, dibully kayak gitu deh. Makanya aku suka pura-pura menjadi
orang yang riang agar aku bisa beradaptasi disini. Tapi, itu tidak menjamin
hal-hal buruk itu tidak akan terjadi.’ keluh Diah yang mulai menangis.
Henry pun
terdiam, akhirnya dia menemukan orang yang sama seperti dia. Sepertinya ia bisa
berteman dengan teman barunya ini walaupun hatinya ingin Diah menjadi seseorang
yang lebih dari sekedar teman.
“Dia sama
sepertiku, tapi dengan fisik seperti itu dia bisa mendapatkan teman yang
banyak, seharusnya dia lebih PD daripada aku.” Pikir Henry.
Henry pun
mengusap air mata Diah dan berkata ‘Sudahlah, aku ngerti perasaan kamu, kalau
kamu merasa kesepian, kan kamu masih punya aku kan?’
Diah mulai
tersenyum dan tertawa kembali.
‘Hehehe, benar!
Kita kan teman.’ Kata Diah riang kembali.
‘Benar!’ Kata
Henry yang tersenyum pada Diah.
Diah pun
tersenyum pada Henry, ia mengacungkan kelingkingnya pada Henry dan berkata ‘Ayo
kita berjanji.’
‘Bejanji apa?
Tanya Henry heran.
‘Berjanji untuk
menjadi sehabat dan selalu bersama dikala suka dan duka.’ Jawab Diah.
Henry menatap
Diah yang tersenyum padanya, dia tahu jika menjadi sahabatnya tidak akan bisa
mendpatkan hatinya. Namun, dia sudah bersumpah untuk tidak mau pacaran lagi.
Dengan mengucapkan basmallah dalam hati, Henry tersenyum padanya dan ia mengacungkan
kelingkingnya dan mengikatkannya pada kelingking Diah.
Mereka berdua
saling memandang dengan senyuman manis mereka cukup lama.
‘Udahan yuk, kita
harus kembali ke Aula. Nanti kita dimarahi lagi.’ Ajak Diah.
‘iya, udah gelap
nih, kita harus cepat balik nih. Entar yang lain pada khawatir.’ Kata Henry.
Mereka berdua pun
kembali ke Aula. Henry merasa berbunga-bunga karena pembicaraannya dengan Diah
tadi, benih-benih cinta di hatinya telah keluar tunasnya. Namun, Henry tetap
mencoba untuk menyembunyikan perasaannya.
“Ya Allah
kuatkanlah aku, aku baru mempunyai sahabat. Jangan buat aku kehilangan dia
gara-gara perasaan ini, kuatkanlah aku ya Allah.” Ucap batinnya.
Sesampainya
mereka berdua di Aula, keadaan berubah menjadi aneh. Semua yang ada Aula memandang mereka berdua deangan sinisnya. Mereka
berdua melihat Ahmad, Sugianto dan Maemunah berdiri di tengah Aula, mereka
memandang mereka dengan sinis. Apa yang terjadi sebenarnya?
‘Heh, kalian
berdua! Cepat ke sini!’ Seru Ahmad marah.
Henry dan Diah
kebingungan pada apa yang baru mereka dengar, mereka hanya berdiri disana
karena kebingungan, sebenarnya apa yang terjadi? Ahmad pun berteriak memanggil
mereka lagi dan mereka berdua pun bergegas menghampiri Ahmad yang terlihat
sangat marah melihat kehadiran mereka yang benar-benar telat.
‘Kenapa jam
segini kalian baru balik?’ Tanya Maemunah ketus.
Sugianto pun
berkata. ‘Tunggu, mereka kan bukan dari kelompok yang sama! Jangan-jangan
kalian….’
‘Nggak kak,
jangan salah paham! Kami cuma ngobrol doang di rooftop sekolah ’ Kata Henry panik.
‘Iya kak, kami
cuma ngobrol doang di rooftop sekolah.’
Bela Diah.
‘Jangan bohong!’
kata Maemunah ketus menyeret Diah dari Henry. ‘Kamu apain dia?’
‘Kan saya udah
bilang, kami cuma ngobrol doang. Cuma itu kok.’ Jawab Henry panik sampai air
matanya keluar.
‘Bohong!’ Teriak
Sugianto.
Henry pun mulai
menangis, Diah hanya terdiam pasrah dalam cengkraman Maemunah. Anak-anak lain
yang melihatnya hanya terdiam, menunggu apa yang akan terjadi pada mereka
berdua.
Tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki bertubuh jangkung, berkulit coklat, dan berambut
ikal berjalan kearah mereka. Dia berkata dengan nada sangar. ‘Ada apa ini?
Berisik tau!’
‘Wah, ada si
Fajar nih.’ Keluh Sugianto.
‘Abis kamu Henry,
Fajar itu kakak kelas paling galak disekolah ini.’ Goda Maemunah.
Ahmad mendekati
Fajar dan membisikan sesuatu pada Fajar. Tiba-tiba wajah Fajar berubah menjadi
sangat sangar, dia mendekati Henry dengan tatapan sangarnya. Henry hanya
terdiam ketakutan, dia mengusap air
matanya dan menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini.
‘Kamu yang
namanya Henry?’ Tanya Fajar ketus.
‘I, iya kak.’
Jawab Henry ketakutan.
‘Kamu tahu salah
kamu apa?’ Tanya Fajar ketus.
‘Saya difitnah kak, saya cuma ngobrol doang sama si Diah.’ Jawab Henry
dengan sisa nyalinya.
Fajar pun tertawa. Setelah ia tertawa, ia pun bertanya ‘Oh, jadi kamu
difitnah kalau hari ini adalah ulang tahun kamu?’
Henry pun terdiam membeku karena terkejut pada apa yang dia dengar. Dia
kembali tersenyum saat semua orang berdiri dan bertepuk tangan sambil menyanyikan
lagu “Happy Birthday” pada Henry. Henry mengusap air matanya lagi, dia sangat
senang pada kejutan ulang tahunnya ini, baru kali ini dia merasakan betapa
senangnya mendapat kejutan ulang tahun. Fajar pun menjabat tangan Henry dan
memberikan selamat padanya, begitu juga kakak kelas yang lain, bahkan Diah!
Fajar mengambil microphonenya
dan berkata ‘Sudah semuanya!’
Tiba-tiba suasana yang hangat itu berubah menjadi hening kembali.
‘Kenapa kamu nangis?’ Tanya Fajar.
Henry tersenyum dan menggelengkan kepalanya sambil mengusap air matanya.
‘Kamu udah bilang terima kasih nggak ke si Diah? Dia loh yang punya ide
ini? Kayaknya kalian serasi amat ya.’ Goda Fajar.
Henry menatap Diah, dan dia tersenyum padanya dan Diah juga membalasnya
dengan senyumannya.
‘Ciee, senyum-senyuman!’ Goda Fajar.
‘PJ ah, PJ!’ Tambah Ahmad.
‘Ciee.’ Teriak semua orang.
Henry dan Diah hanya tersenyum satu sama lain sampai wajah mereka
berubah menjadi merah padam karena malu. Suasana pun menjadi hangat kembali,
Henry mulai merasa sebuah koneksi antara dirinya dengan Diah tapi, dia masih
harus menahan perasaan itu.
Henry menghampiri
Diah yang sedang mengenakan sepatunya.Ia duduk disebelahnya dan bertanya.
‘Kenapa kamu bisa terlibat dengan acara kejutan itu?’
‘Loh? Emang salah
ya?’ Tanya Diah.
‘Nggak sih, aku
cuma pensaran aja. Kenapa kamu bisa terlibat?’ Tanya Henry keheranan.
Diah menghela
nafasnya sejenak dan ia pun menjawab ‘Saat aku mau ke toilet saat para kakak
kelas pada rapat, aku nggak sengaja mendengar percakapan mereka tentang kejutan
ulang tahun kamu. Mereka kelihatan kebingungan karena kamu ulang tahunnya pas
di hari pertama MOS. Karena kasihan, aku coba beri saran ke mereka dan mereka
setuju menjalankan rencana yang aku buat.’
‘Kenapa kamu mau
membantu mereka?’ Tanya Henry.
‘Jawabannya
sederhana, karena kamu itu temanku.’ Jawab Diah kalem.
Henry pun
terdiam. Dia terkejut dan tidak percaya pada apa yang ia dengar, baru kali ini
ada seorang cewek yang sangat peduli pada dia, biasanya dia diacuhkan oleh
cewek lain, tapi yang ini sangatlah berbeda dari sebelumnya. Berbeda dengan
Cindy, dia melihat ketulusan dari matanya dan mendengar kejujuran dari
ucapannya.
‘Aku cuma mau
ngasih kesan baik ke teman pertamaku di sekolah ini. Tapi, semenjak
pembicaraan kita di rooftop tadi, aku
baru tahu kamu bukan hanya sekedar teman biasa.’ Lanjut Diah yang mulai
menangis.
‘Diah..’ Kata
Henry mengusap air mata Diah yang keluar.
‘Kamu sudah
seperti sahabatku hen.’ Kata Diah masih menangis.
Henry mengambil
sapu tangannya dan mengusap air mata Diah yang membasahi wajahnya.
‘Udah, aku
ngerti perasaan kamu kok, aku juga bersyukur bisa punya sahabat seperti kamu.’
Hibur Henry yang sudah mulai menangis.
Diah melihat
Henry mengeluarkan air matanya. Dia mengambil sapu tangannya dan mulai mengusap
air mata Henry.
‘Ngapain kamu?’
Tanya Henry.
‘Kamu nangis
juga, Emang cuma kamu yang boleh ngusap air mata aku.’ Jawab Diah.
‘Tolonglah
berhenti.’ Pinta Henry.
‘Kamu juga harus
berhenti mengusap air mata aku kalau kamu mau aku berhenti.’ Jawab Diah.
‘Maaf, aku nggak
bisa.’ Kata Henry.
‘Kenapa?’ Tanya
Diah.
‘Karena, aku nggak mau liat 1 tetes air matapun jatuh dari mata temanku.’ Jawab Henry.
Diah pun kembali
tersenyum padanya, ia pun berkata. ‘Kalau gitu, aku juga nggak mau lihat
sahabat aku menangis.’
‘Dasar plagiat.’
Keluh Henry dengan senyumannya.
‘Biarin.’ Balas
Diah dengan senyumannya.
Mereka berdua pun
saling mengusap air mata temannya satu sama lain dengan saling lempar senyum,
sampai wajah mereka merah padam, banar-benar kejadian yang so sweet namun aneh, romantis tapi aneh.
‘Oi Henry, ayo
pulang! Jangan pacaran mulu!’ Ajak Ismail yang tiba-tiba sudah berdiri dengan
Bagus dan Adi di samping mereka berdua. Mereka berdua pun
bergegas berdiri dan mengusap air mata mereka masing-masing.
‘Diah, pulang
bareng yuk.’ Ajak Henry.
‘Emang kamu naik
angkot apa?’ Tanya Diah.
‘Angkot hijau.’
Jawab Henry.
‘Maksud aku,
angkot nomor berapa? Angkot yang lewat sini kan hijau semua.’ Kata Diah kesal.
‘Hehehe, sorry,
01.’ Jawab Henry.
‘Wah, sayang
banget kita nggak bisa bareng, aku naik angkot nomor 10.’ Kata Diah.
‘Oh, yaudah deh.
Nggak apa-apa, besok kita ketemu lagi ya!’ Kata Henry agak kecewa.
‘Iya.’ Kata Diah
riang.
Mereka berdua
saling tersenyum satu sama lain dan Diah pun pergi duluan meninggalkan Henry
dan teman-temannya. Henry memanggil Diah yang hampir tidak kelihatan, Diah
menoleh ke arah Henry.
‘Kamu naik angkot
sama siapa?’ Tanya Henry cemas.
‘Sendiri.’ Jawab
Diah.
‘Nggak apa-apa
kamu pulang sendiri? Mau aku temani?’ Tanya Henry.
Diah tersenyum
padanya dan berkata. ‘Nggak apa-apa kok. Makasih tawarannya.’
Diah melambaikan
tangannya sambil mengedipkan mata kirinya pada Henry dan Diah pun kembali berjalan
untuk pulang. Henry hanya melambaikan tangannya walau Diah sudah tidak terlihat
lagi.
‘Oh, kasihan
sekali Romeo kita.’ Goda Ismail.
‘Sang putri telah
pergi yang mulia.’ Tambah Adi.
‘Masih khawatir
ya? Kenapa nggak ikutin aja?’ Tambah Bagus.
‘Udah deh, stop.
Dia cuma teman aku.’ Kata Henry kesal.
‘Teman apa
teman?’ Goda Ismail.
‘Udah ah, pulang
yuk ah.’ Kata Henry mulai meninggalkan mereka bertiga.
Mereka bertiga
mengikuti Henry sampai naik angkot, mereka bertiga duduk diujung mendekati
Henry.
‘Kita seangkot ya
hen.’ Kata Ismail.
Henry hanya
menghela nafasnya. Henry melihat pemandangan dari balik kaca, memikirkan apa
saja yang telah terjadi di sekolah barunya ini, rasanya seperti mimpi, kebetulankah?
Ataukah takdir? Baru saja dia masuk, dia sudah naksir pada 1 cewek bernama Diah
ini. Kenapa mereka berdua bisa menjadi seakrab ini hanya dalam waktu yang
sangat singkat? Henry harus tetap menyembunyikan perasaannya karena dia baru
memiliki 1 sahabat, dan dia tidak mau kehilangan sahabatnya gara-gara hal
sepele seperti cinta.
Henry berbalik ke
arah mereka, ia menghela nafasnya lagi dan berkata dengan betenya ‘Dugaan
kalian tepat.’
‘Dugaan apa?’
Tanya Ismail.
‘Benar, aku
memang suka sama si Diah.’ Jawab Henry.
‘Apa?! Kamu suka
sama si Diah?!’ Kata mereka bertiga tidak percaya.
Henry
menganggukan kepalanya. Mereka bertiga saling melihat satu sama lain, lalu
mereka tertawa dengan kerasnya.
‘Apanya yang
lucu?’ Tanya Henry sewot.
‘Ya, aku nggak
percaya aja. Masa kamu suka sama cewek kayak si Diah? Udah pendek, cempreng
lagi.’ Jelas Bagus yang masih tertawa.
Henry mulai marah
dan berkata ‘Apa aku salah kalau aku suka sama si Diah?!’
Mereka bertiga
pun terdiam dan tidak tertawa lagi.
‘Kalian mungkin
boleh menghina Diah, tapi dimata Allah kita ini sama hinanya dengan Diah.’
Lanjut Henry.
‘Santai hen,
kalau kamu suka sama si Diah, kenapa kamu nggak nembak dia aja? Padahal pas
kalian saling ngelap-ngelap muka itu udah jadi momen bagus buat nembak.’ Tanya
Ismail.
‘Aku nggak ngelap
mukanya, aku lagi ngusap air matanya.’ Kata Henry.
‘Ngapain kamu
ngelap air matanya? Buat dikumpulin buat upacar pemanggilan roh?’ Tanya Bagus.
‘Bukan! Aku
ngusap air matanya karena aku nggak tahan kalau ngelihat temen aku nangis.’
Jawab Henry kesal.
‘Berarti kalau
Ismail nangis, berarti kamu juga bakal ngusap air matanya?’ Tanya Adi.
‘Pasti.’ Jawab
Henry mantap.
‘Ih, geli.’ Kata
Ismail.
Semuanya pun
tertawa dengan asyiknya.
‘Terus? Apa
alasan kamu nggak nembak si Diah?’ Tanya Ismail.
‘Iya, kenapa?
Padahal kalian itu serasi banget deh.’ Tambah Bagus.
‘Itu karena aku
udah bersumpah aku nggak bakal pacaran lagi.’ Jawab Henry.
Mereka bertiga
terlihat kebingungan mendengar jawaban Henry. Apakah mungkin seseorang memiliki
sumpah sekonyol itu?
‘Kenapa?’ Tanya
Ismail kebingungan.
‘Aku harus konsen
belajar. Prestasi aku selalu turun gara-gara hal seperti itu. Saat aku galau,
aku seperti tidak punya semangat hidup sampai nilai aku turun. Jadi, aku
bersumpah seperti itu agar aku bisa konsen belajar agar aku bisa menggapai
cita-citaku.’ Jelas Henry.
‘Memangnya
cita-cita kamu apa?’ Tanya Adi.
‘Dokter.’ Jawab
Henry.
‘Kamu benar hen,
aku juga bakal serius belajar agar aku bisa jadi Guru.’ Kata Adi.
‘Kalau aku maunya
jadi Tentara.’ Kata Ismail.
‘Kalau aku sih
maunya jadi Pilot.’ Kata Bagus.
Setelah
pembicaraan itu, mereka menjadi kompak. Mereka asyik mengobrol tentang
cita-cita masing-masing, sampai Henry menghentikan angkot.
‘Kiri-kiri!’ Seru
Henry. ‘Duluan ya!’
‘Hati-hati ya!’
Kata Ismail.
Henry pun
tersenyum pada mereka lalu, dia pun turun dari angkot. Dia melihat
teman-temannya melambaikan tangan padanya sambil tersenyum dari kaca angkot.
Henry merasa senang, sepertinya hidupnya akan berubah di SMA barunya ini.
Sesampainya di
rumah, Henry sudah berdiri di depan pintu kayu itu. Dia hanya terdiam dan
berpikir bahwa hal-hal yang telah ia lewati benar-benar singkat. Memang benar
apa yang ia katakan pada Diah saat di rooftop
tadi.
“Waktu memang misterius ya? Sebenarnya ia
lambat tapi, karena kita tidak memerdulikannya, waktu dapat menjadi terasa sangat
cepat.”
Henry membuka pintunya perlahan. Dia terkejut
melihat ibunya menyambutnya dengan lagu “Happy Birthday” sambil menunjukan kue
dengan lilin berbentuk angka 16.
Tiba-tiba Henry menangis. Ibunya merasa
bingung pada apa yang terjadi pada anaknya ini. Ibu menaruh kue itu ke atas
meja lalu memeluk Henry dengan hangat, Henry masih menangis tak henti-hentinya.
Setelah Henry berhenti menangis. Ibu menyuruh
Henry untuk duduk di sofa, Henry pun duduk di sofa sambil mengusap air matanya.
Ibunya duduk disebelah anaknya, dia merangkul anaknya dengan canggung dan
bertanya. ‘Kenapa tadi kamu menangis nak?’
Henry mengusap air matanya dan berkata.
‘Nggak ada apa-apa bu.’
‘Jangan bohong hen. Kamu tahu kan, kamu tidak
bisa membohongi ibumu sendiri.’ Kata Ibu.
‘OK.’ Kata Henry. Henry mengambil nafas
panjang dan berkata ‘Di sekolah, aku bertemu dengan seorang cewek. Dia
benar-benar baik dan mengerti aku bu, bahkan ia ikut bagian dalam kejutan ulang
tahun aku di Aula sekolah.’
‘Jadi, bisa dibilang, kamu suka sama cewek
itu?’ Tanya ibu.
Henry menganggukan kepalanya dengan canggung.
‘Henry, tolonglah jangan mikirin pacaran
dulu. Sebenarnya ibu suka kalau lihat kamu dekat sama seseorang tapi, ibu tidak
mau lihat kamu sedih gara-gara seorang perempuan.’ Pinta ibu.
‘Iya bu, Henry juga udah nyoba buat menahan
rasa itu. Tapi jujur, rasanya sakit bu.’ Kata Henry.
Ibunya memeluk anaknya lagi, dia pun berkata.
‘Kamu kuat hen, bertahanlah ya, katanya kamu mau jadi dokter kan?’
‘Iya.’ Kata Henry berlinangan air mata sampai
membasahi pundak ibunya.
Ibu melepaskan pelukannya dan tersenyum pada
anaknya, ibu pun berkata ‘Make a wish sweetheart!’
Henry mengusap air matanya, dia menutup
matanya dan berdoa.
“ Ya Allah, tolonglah aku agar bisa menjadi
seorang Dokter. Tolong dekatkan aku pada dirinya, aku memang mencintainya.
Berikan aku petunjuk agar aku bisa terus bersamanya. Amin.’
Lalu Henry meniup lilin itu sampai apinya
padam. Dengan padamnya api di lilin itu, ia berharap harapannya bisa terkabul.
0 komentar:
Posting Komentar