MOS telah berakhir. Besok adalah awal
perjuangan Henry di jenjang SMA. Henry sedang sibuk menyiapkan perlengkapan
sekolahnya seperti buku, pulpen, pensil, seragam, dll. Ibu melihat anaknya yang
sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah dari balik pintu kamarnya.
“Hasan, Henry sudah besar. Aku harap dia bisa
menjadi seorang Dokter seperti kamu. Andai saja kamu melihat Henry sekarang,
kamu pasti akan bahagia.” Ucap Ibu.
Ibu melihat Henry yang sedang menyiapkan
perlengkapan sekolahnya seolah-olah melihat almarhum suaminya yang sedang
mempersiapkan peralatan kerjanya. Badannya yang jangkung, berkulit coklat,
wajahnya mirip dengan Henry, memakai baju dokternya. Ibu mulai mengeluarkan air
matanya, Hasan adalah ayah Henry yang meninggal saat Henry berumur 4 tahun, ia
meninggal akibat serangan jantung. Ibu pun pergi meninggalkan kamar Henry
dengan sedihnya.
Henry telah selesai menyiapkan
perlengkapannya. Dia berbaring di kasurnya dengan santai.
“Besok adalah awal perjuanganku disana, 3
tahun terakhir! Aku harus berjuang keras agar aku bisa menjadi Dokter seperti
ayah” Ucap benak Henry.
Henry pun tertidur dengan pulas.
Dia bermimpi bertemu dengan Diah dan Ismail
di kelas barunya. Mereka bertiga asyik mengobrol disana tapi, tiba-tiba Fauzi datang
menyerang Diah dan Ismail tanpa ampun. Henry berusaha menolong mereka tapi
Fauzi membelah badan Henry menjadi 2 dengan sebuah pedang, Fauzi pun tertawa
terbahak-bahak pada mereka bertiga. Namun anehnya, Henry masih hidup dan
melihat Ismail yang terbaring penuh darah dan Diah yang berada tepat didepannya
dengan wajahnya yang telah berdarah akibat Fauzi, dia menangis pada Henry dan
berkata. ‘Henry, tolong aku.’ Henry tidak bisa melakukan apa-apa. Tiba-tiba
Fauzi menginjak kepala Diah sampai kepala Diah lenyap dan menyundut pipi Henry
dengan sebatang rokok yang telah dipanaskan.
Tiba-tiba Henry terbangun dari tidurnya. Dia
memegang badan dan pipinya memastikan dia baik-baik saja. Dia pun tertunduk
lesu dengan trauma masa lalunya yang kembali menghantui benaknya, dia takut
mimpi itu adalah suatu pertanda buruk.
“Fauzi??? Tidak, tidak mungkin dia bakal ada
di sana. Ini cuma mimpi. Aku tidak perlu takut.” Ucap benaknya yang ketakutan
setengah mati.
Henry pun kembali tidur dengan sedikit
ketakutan dalam benaknya. Dia merasakan hal buruk akan terjadi pada dirinya di
sekolah nanti.
Keesokan harinya. Henry telah mengenakan
seragamnya lengkap dengan rompi abu almamaternya, sepatu hitam dan tas barunya.
Henry pun turun dari tangga untuk menyantap sarapannya.
Sesampainya di ruang makan. Dia melihat
ibunya sudah duduk di kursi makan dengan makan favorit Henry diatas meja makan.
Ada nasi, perkedel dan tempe bacem kesukaannya.
‘Ayo makan hen!’ Ajak ibu.
Henry langsung duduk dikursinya dan langsung
menyantap makanannya dengan lahap. Ibunya senang melihat Henry yang sedang
makan dengan lahapnya. Henry pun selesai menyantap sarapannya sampai semua yang
ada di meja makan ludes bersih.
‘Aduh, anak SMA nih. Emangnya udah siap
gitu?’ Goda ibu.
Henry meminum airnya dengan buru-buru. Dia
menaruh kembali gelasnya dan berkata ‘Insya Allah bu, Henry siap.’
‘Kamu udah punya teman baru?’ Tanya ibu.
‘Alhamdulillah bu.’ Jawab Henry.
‘Jangan pacaran dulu ya.’ Goda ibu.
‘Iya bu.’ Kata Henry.
Tiba-tiba Henry tertunduk lesu. Dia teringat
mimpi buruknya kemarin.
‘Kamu kenapa hen?’ Tanya ibu.
‘Henry takut bu.’ Jawab Henry datar.
‘Takut kenapa? Kan kamu udah punya teman.’
Kata ibu.
‘Kemarin aku mimpi Fauzi nyerang aku dan
teman-temanku dikelas. Menurut ibu, itu pertanda apa?’ Tanya Henry.
‘Itu cuma mimpi hen, tidak ada pertanda
apa-apa dari mimpi itu.’ Jawab ibu.
‘Henry takut bu. Nanti kalau Henry dibully
lagi gimana?’ Tanya Henry.
‘Lawan aja hen! Kalau dia nuntut, biar ibu
yang lawan.’ Jawab ibu ketus.
‘OK.’ Kata Henry.
‘Jangan takut dibully hen, kamu punya hak
buat hidup. Dan mereka pantas mendapatkan serangan balik dari kamu.’ Kata ibu.
Henry menganggukan kepalanya. Dia berdiri
dari kursinya dan mendekati kursi ibunya.
‘Bu, Henry pergi dulu ya.’ Kata Henry.
‘Ya udah, hati-hati ya.’ Ingat pesan ibu.
‘Ya bu.’ Kata Henry.
‘Kunci rumah bawa?’ Tanya ibu.
‘Ada di tas bu.’ Jawab Henry.
Henry pun mencium tangan ibunya dan langsung
pergi ke sekolah barunya. Ibunya masih duduk di kursinya.
“Tidak boleh ada yang menyakitinya lagi! Dia
sudah cukup menderita selama 9 tahun. Tidak akan kumaafkan jika ada seseorang
yang menyakiti anakku baik secara fisik ataupun mental!” Ucap benaknya.
Ibu pun meraih tasnya dan pergi meninggalkan
rumah yang sudah dikunci untuk bekerja.
Sesampainya di sekolah. Sekolah terlihat
sepi, tidak ada siapapun disana kecuali seorang Satpam yang sedang bertugas di
posnya. Henry melihat jam tangannya, jamnya menunjukan jam 6 pagi.
“Pantesan aja sepi. Masuk sekolah kan jam 7.”
Pikirnya.
Henry pun mulai mencari-cari kelasnya. Dia
teringat pada ucapan Ahmad kemarin.
“Kalau ruang kelas X ada di lantai 2.”
Henry menaiki tangga yang berada di sebelah
kanan lapangan. Dia melihat 2 kelas di mana di masing-masing pintunya tertempel
sebuah kertas, sepertinya kertas itu adalah pengumuman penghuni kelas X yang
baru.
Henry berjalan menuju kelas yang didekatnya. Diatas
pintu kelas itu menggantung sebuah kayu kecil bertuliskan “Kelas X.1.”
Henry
membaca kertas itu. Ternyata, namanya tercantum di kertas itu! Itu berarti,
Henry adalah siswa kelas X.1. Dia membaca kertas itu lagi, berharap bisa
sekelas dengan teman-temannya. Ismail, Bagus dan Hadi berada di kelas yang sama
dan sayangnya, Adi berada di kelas sebelah. Henry menjadi grogi mengetahui
bahwa Diah sekelas dengannya, Henry mulai deg-degan dan wajahnya menjadi merah
lagi.
Tapi, perasaan kasmaran itu tiba-tiba sirna
saat ia membaca nama Fauzi di kertas itu. Dia teringat pada mimpinya kemarin,
ternyata dugaannya benar. Dia akan bertemu Fauzi di sekolah barunya ini. Dia
juga takut Fauzi akan macam-macam pada teman barunya, dia harus melindungi
teman-temannya dari orang seperti Fauzi. Henry benar-benar ketakutan sampai
kakinya bergetar. Apa penderitaan di SD akan terulang lagi?
“Kuharap itu bukan Fauzi yang itu.” Ucap
benaknya.
Rasa cemas itu terusik oleh bunyi langkah kaki
seseorang. Semakin lama, suara langkah itu semakin jelas, kecemasan Henry makin
menjadi-jadi. Apakah itu dia?
‘Hai Henry.’ Kata orang itu dengan suar
cemprengnya.
Suara itu sudah tidak asing bagi Henry, dia
melihat orang itu dan tenyata itu Diah! Henry merasa lega saat tahu kalau itu
Diah. Dia pun tersenyum padanya dengan jantungnya yang berdebar-debar.
‘Hai Diah, alhamdulillah, aku baik. Kita
sekelas loh!’ Kata Henry.
Diah mulai berlari ke arah Henry. Wajah Henry
memerah melihat Diah yang berlari mendekatinya dengan senyumannya menghiasi wajahnya.
Diah melihat kertas itu dan dia mulai ketawa-ketawa geli.
‘Nggak nyangka ya kita bisa sekelas.’ Kata
Diah.
‘Kenapa? Kamu nggak suka?’ Tanya Henry
kecewa.
‘Oh, nggak kok. Malah aku senang kita bisa
sekelas kok.’ Hibur Diah.
Henry pun tersenyum padanya. ‘Aku juga
senang, boleh nggak aku sebangku sama kamu?’
‘Kenapa?’ Tanya Diah bingung.
‘Ya, aku cuma ngajak aja. Mau nggak?’ Tanya
Henry salah tingkah.
Diah menggelengkan telunjuknya pada Henry dan
berkata ‘Eitt, bukan muhrim ya.’
Mereka berdua pun tertawa. Tapi, tawa mereka
terhenti oleh sebuah suara yang mengatakan. ‘Aduh, masih pagi gini udah pacaran
aja.’
Henry menoleh ke arah suara itu datang. Ia
pun melambaikan tangannya dan berkata ‘Hai Mail! Siapa yang pacaran lagi?
Suudzon aja kamu.’
‘Masa sih? Terus ngapain kalian berduaan
disini? Apa kalian butuh privasi?’ Goda Ismail.
‘Udah deh. Eh, kita sebangku yuk! Kita kan
sekelas.’ Ajak Henry.
‘OK deh.’ Jawab Ismail.
‘Diah, kamu nggak marah kan kalau aku
sebangku sama si Mail?’ Tanya Henry dengan nada menggoda.
Diah tersenyum sambil menggelengkan
kepalanya, ia berkata ‘Nggak, aku bakal sebangku sama si Nada, teman sekelompok
aku.’
‘Ya udah kalau kamu merestui. Tapi, boleh
sejajar dong?’ Tanya Henry.
‘Ciee, mau sejajar nih.’ Goda Ismail.
Henry dan Diah hanya tersenyum satu sama
lain. Mereka tidak peduli pada ocehan Ismail.
‘Hen, ayo masuk! Nanti aja pacarannya.’ Ajak
Ismail yang menghancurkan momen indah mereka berdua.
Mereka bertiga pun memasuki kelas baru
mereka. Henry langsung menaruh tasnya di atas bangkunya yang terletak di depan
kelas barisan kedua. Henry pun menyuruh Diah untuk duduk di bangku yang berada
di sebelah kanan bangkunya, Diah pun mengiyakan permintaan Henry dan langsung
menaruh tasnya diatas meja di bangku yang Henry maksud. Henry pun langsung
duduk di sebelah Diah, Diah terkejut dan bertanya. ‘Loh? Kok kamu duduk disini?
Bangku kamu kan disebelah.’
‘Emang nggak boleh ya? Kita nggak boleh
sebangku di jam pelajaran tapi, kalau diluar jam pelajaran kita boleh sebangku
dong.’ Jelas Henry dengan nada menggoda.
Diah hanya tersenyum dan menganggukan
kepalanya.
Setelah sekian lama mengobrol, tiba-tiba
seorang cewek berkerudung, agak tinggi dari Diah dan berkulit putih memasuki
kelas. Diah berdiri dari kursinya dan berkata dengan keras ‘Nada! Disini!’
Cewek itu mendekati Henry dan bertanya dengan
sopannya ‘Maaf, boleh saya menyimpan tas saya disini?’
Henry pun terdiam sejenak. Dia berdiri dari
kursinya dan berkata ‘Silahkan.’
Nada pun memasang tasnya di belakang kursi
yang baru diduduki Henry. Ia pun bertanya ‘Apa kalian butuh privasi?’
‘Udah deh, jangan goda kami terus.’ Kata
Diah.
‘Jangan marah dong. Iya deh, aku bakal
ninggalin kamu sama pacar kamu.’ Kata Nada.
‘Kami tidak pacaran.’ Teriak Henry dan Diah
sewot.
‘Hei Nada, bisa kesini sebentar? Ada yang mau
aku bicarain nih.’ Ajak Ismail yang duduk dibelakang Nada.
Nada menatap mereka berdua dengan dalam. Dia
tersenyum dang mengedipkan mata kirinya dan berkata ‘Have fun.’ Dan Nada pun
duduk disebelah Ismail.
Henry pun kembali duduk di sebelah Diah dan mereka
berdua kembali mengobrol.
‘Kamu suka sama si Nada ya?’ Goda Diah.
‘Nggak kok, kenapa?’ Tanya Henry.
‘Soalnya kamu daritadi diem aja sih. Kamu
suka sama si Nada ya gara-gara cinta pandangan pertama.’ Goda Diah.
Henry tertawa geli. Ia pun berkata ‘Nggak
juga ah, aku nggak mau pacaran di sekolah. Orang tua kita nyekolahin kita buat
belajar bukan pacaran.’
Diah terdiam kagum mendengar apa yang
dikatakan Henry, Diah pun berkata ‘Iya, aku juga mau belajar dulu. Aku mau
menggapai cita-citaku sebelum menikah.
Henry hanya tersenyum kecut pada Diah.
“Dasar bodoh! Kenapa bisa-bisanya aku bilang
gitu ke si Diah.” Ucap benak Henry kesal.
Ismail dan Nada hanya memandangi Henry dan
Diah yang sedang asyik mengobrol.
‘So sweet banget ya mereka?’ Tanya Nada.
‘Iya.’ Jawab Ismail.
‘Kenapa sih mereka nggak pacaran aja? Mereka
itu kan serasi amat, padahal banyak momen bagus yang bisa Henry pake buat
nembak si Diah kan?.’ Tanya Nada kesal.
‘Henry memang suka sama si Diah.’ Potong
Ismail.
Nada pun terdiam.
‘Tapi dia mengurungkan niatnya untuk nembak
si Diah. Dia bisa saja nembak si Diah kemarin-kemarin bahkan sekarang tapi, dia
punya alasan kenapa dia nggak mau nembak si Diah.’ Lanjut Ismail.
‘Kenapa? Apa alasannya?’ Tanya Nada.
‘Dia mau konsen dulu belajar. Dia bilang belajar
lebih penting daripada pacaran’ Jawab Ismail.
‘Iya, kamu benar. Bisa dibilang Henry sedang
menjaga perasaan Diah.’ Kata Nada.
Ismail menaikan alisnya dan bertanya.
‘Maksudnya?’
‘Coba aku tanya, Kamu pernah ditolak nggak?’
tanya Nada.
‘Pernah, kalau nggak salah nyampe 10X.’ Jawab
Ismail.
‘Kamu punya mantan?’ Tanya Nada.
‘Mantan pacar atau mantan majikan nih?’ Tanya
Ismail.
‘Mantan pacar lah.’ Jawab Nada kesal.
‘Ada 3.’ Kata Ismail.
‘Gimana hubungan kamu dengan mantan pacar dan
mantan gebetan kamu?’ Tanya Nada.
Ismail terdiam.
‘Pasti hubungan kalian canggung kan? Pasti
kamu nggak mau ketemu bahkan bicara dengan mereka. Itu yang Henry lakukan, dia
tidak mau kehilangan Diah gara-gara hal seperti itu.’ Jelas Nada.
‘Benar juga ya. Tapi, apa dia nggak ngerasa
nyesek ya?’ Tanya Ismail.
‘Pasti dia nyesek, tapi itulah
konsenkuensinya.’ Jelas Nada.
Setelah sekian lama mereka mengobrol.
Tiba-tiba masuklah seorang laki-laki bertubuh kurus dan rambutnya rancung.
Henry melihatnya dan seketika merubah ekspresi wajahnya menjadi tegang.
‘Hen? Kamu kenapa?’ Tanya diah heran.
Henry hanya terdiam. Dia memandang laki-laki
itu penuh kebencian, wajah tengilnya mengingatkannya pada masa lalu kelamnya di
SD. Lelaki itu menoleh pada Henry, alisnya turun dan tersenyum dengan angkuhnya
pada Henry, ia berkata ‘Halo Black Henry, lu masih ingat gue?’ Dengan
angkuhnya.
‘Heh, jangan ngehina orang seenaknya dong!’
Sambar Diah marah.
‘Diam lu! Dasar cempreng!’ Hina Fauzi dingin.
‘Ngomong apa tadi kamu?!’ Tanya Diah marah.
Henry hanya memegang pundak Diah bermaksud
menenangkan Diah yang emosinya sudah naik melebihi kepalanya. Henry hanya
menatap Fauzi dengan dinginnya.
‘Aku nggak kenal sama orang kayak kamu.’ Kata
Henry.
‘Sombong banget lu ya? Lu masih kesal
gara-gara mainan itu ya?’ Kata Fauzi dengan angkuhnya. ‘Si cempreng ini pacar lu
ya? Boleh nggak gue mainin dia? Semenit aja.’ Lanjutnya.
Henry tiba-tiba berdiri dari kursinya dan
mencengkram kerah seragam Fauzi dengan keras. ‘Jangan coba-coba ganggu dia!’
Ancam Henry yang sudah mengarahkan tinjunya ke kepala Fauzi. Ternyata mimpi
kemarin itu adalah pertanda bahwa dia akan bertemu dengan Fauzi lagi.
‘Oh? Lu ngancem gue ya? Lu nggak akan berani!
Gembel kayak lu nggak akan pernah berani ngelawan gue.’ Ancam Fauzi dengan
angkuhnya.
Dengan emosi yang meluap-luap. Henry langsung
melayangkan tinjunya tepat ke kepala Fauzi sampai Fauzi jatuh ke lantai. ‘Siapa
Bilang?!!!’ Teriak Henry ngamuk.
Fauzi pun langsung berdiri dan langsung
membalas. Mereka pun berkelahi dengan penuh emosi. Memang terlihat seperti
pertarungan yang tidak adil, Henry yang besar melawan Fauzi yang kecil dan
pastinya Henry yang menang. Tapi anehnya, malah Fauzi yang menang. Fauzi
berhasil menghindar dari serangan-serangan yang dikeluarkan oleh Henry
sebaliknya, malah Henry yang tersiksa oleh Fauzi. Henry terkena pukulan dan
tendangan yang dilayangkan oleh Fauzi secara membabi buta. Sepertinya Fauzi
sudah bertambah kuat, serangannya lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Henry pun terjatuh, Fauzi menyiapkan
pukulannya namun Ismail langsung mencengkram tang Fauzi dan Ismail dengan
berteriak dengan kesalnya. ‘Berhenti!! Kamu pikir kamu lagi ngapain?! Mau jadi
jeger ya?! Dasar preman kampung!!.’
Fauzi menatap Ismail dengan tatapan
dinginnya. Diah dan Nada terdiam karena schoked
melihat apa yang baru saja terjadi pada Henry, mereka berdua baru kali ini
melihat betapa kejamnya bully di dunia ini. Dengan angkuhnya, Fauzi berkata
‘Mau jadi pahlawan ya? Apa sih untungnya nolongin gembel kayak dia ini.’ Sambil
menginjak-injak kepala Henry.
Ismail hanya terdiam. Dia merasa benci pada
Fauzi yang menyiksa Henry dengan sadisnya, Ismail pun mengerti kenapa tadi
Henry merasa tegang dan ketakutan saat Fauzi masuk.
Lalu, Fauzi memanas-manasi mereka dengan
menendan-nendang perut Henry secara bertubi-tubi sambil berkata. ‘Apa untungnya
kalian kasihan ke gembel kayak dia ini. Salah sendiri, kenapa dia itu item
kayak gini. takdirnya memang kayak gini! Dasar manusia tidak berguna! Mampus
aja lu!’ Fauzi menghentikan tendangannya dan mendekatkan kepalanya ke telinga
Henry dan berkata ‘Gue bener kan? Salah lu sendiri kenapa lu harus item kayak
gini? Gembel kayak kamu nggak pantes idup disini tau! Sekali lagi lu berani
ngelawan gue, lu bakal mampus!’ Henry hanya berbaring pasrah berlinangan air
mata.
Diah mengeluarkan air matanya. Betapa
kejamnya diskriminasi di dunia ini, bisa saja orang seperti Henry mati
gara-gara di bully karena mereka didiskriminasi di sekolahnya. Dengan amarahnya
yang sudah memuncak, Diah pun berteriak ‘Hei Fauzi! Jangan pikir lu bisa nyiksa
orang sesuka elu ya?! Mungkin menurut lu si Henry rendah, tapi menurut Gue lu
lebih rendah dari dia!’
Fauzi memandang Diah dengan dinginnya, Dia
pun tertawa dan berkata ‘Hei, pacar lu berani ngebela elu! Boleh gue mainin si
kampret itu nggak?’
‘Jaga tuh mulut! Dia ini cewek tau! Anjing
lu.’ Bela Nada kesal.
Fauzi mulai kesal, dia menatap mereka
dalam-dalam dan berkata. ‘Cerewet lu 2 ah! Enaknya gue apain ya?’
Diah dan Nada pun terdiam agak ketakutan.
Fauzi mulai berjalan mendekati mereka berdua namun, langkahnya terhenti oleh
Henry yang memegang kaki kanannya. Henry mengangkat kepalanya, wajahnya
terlihat marah sekali pada Fauzi. Ia pun berkata ‘Jangan ganggu temanku! Kamu
memang boleh menyiksaku tapi jangan sakiti mereka terutama Diah dan Nada!’
Fauzi menoleh kearah Henry, dia memandang
Henry dengan sifat masa bodonya. ‘Kenapa? Apa urusannya? Emangnya mereka berdua
itu pacar lu? Ada juga ya cewek yang mau sama gembel kayak lu, 2 lagi.’ Katanya
dengan nada menghina.
Henry menahan rasa sakitnya dan bertanya.
‘Bukan! Pernahkah kamu diberitahu kalau menyakiti cewek itu sama saja dengan
menyakiti ibumu?’ Henry menahan rasa sakitnya lagi dan berteriak. ‘APA KAMU
TEGA MENYAKITI IBUMU SENDIRI??!!!’
‘Jangan banyak bacot lu!’ Teriak Fauzi yang
menendang kepala Henry dengan keras sampai membuat Henry terpelanting ke
tembok. Henry tak sadarkan diri, dia terbaring lesu menempel pada tembok dengan
darah yang keluar dari hidungnya“Diah, Nada. Maafkan aku, aku tidak bisa
menyelamatkan kalian.” Ucap batinnya.
Fauzi pun kembali berjalan mendekati Diah dan
Nada perlahan. Diah dan Nada meras takut, mereka terpojok dan mereka merasa
sedih melihat Henry yang pingsan gara-gara mencoba menyelamatkan mereka berdua.
Tiba-tiba kursi melayang ke arah Fauzi dan
seketika jatuhlah Fauzi.
‘Jangan ganggu mereka!’ Teriak Ismail emosi.
Fauzi pun berdiri. Dia tersenyum pada Ismail
dengan lingkaran ungu menghiasi pelipisnya, senyuman itu benar-benar mengerikan,
Fauzi terlihat seperti setan yang tersenyum padanya, siap untuk menyiksanya tanpa
ampun. Ismail yang tadinya marah kini, merasa ketakutan pada apa yang akan
Fauzi lakukan padanya? Apakah dia akan berakhir seperti Henry?
Karena keributan itu, tiba-tiba Fajar masuk
ke kelas. Dia terkejut melihat apa yang ada didepannya. Henry yang pingsan
dengan darahnya yang menodai tembok dan Fauzi yang memiliki lingkaran biru di
pelipisnya. ‘Ada apa ini?!’ Tanya Fajar emosi.
‘Mau apa lu? Ikut campur aja.’ Hina Fauzi.
Fajar langsung mencengkram kerah Fauzi dan
berkata ‘Lu jangan kurang ajar ya? Lu apain si Henry? Lu mau jadi preman
disini?’
Fauzi menatap Fajar dengan dinginnya dan
berkata. ‘Jadi preman ya? Bagus juga tuh.’
‘Lu apain si Henry? Lu udah banyak bikin
masalah disini! Lu udah nonjokin temen sekelompok lu pas MOS, kabur dari
sekolah dan sekarang lu apain si Henry?’ Tanya Fajar yang sudah kehabisan
kesabaran.
‘Dia yang mulai kak. Aku cuma diem aja
daritadi.’ Jawab Fauzi yang tiba-tiba menjadi polos.
‘Bohong kak! Dia yang manas-manasin Henry
sampai dia ngamuk agar dia bisa nyiksa si Henry sampai kayak gini!’ Potong
Ismail.
‘Ini kriminal! Gue bakal laporin ini ke
kepsek! Biar lu dikeluarin dari sini!’ Ancam Fajar.
Tiba-tiba Henry sadar, ia berbaring di lantai
dan berkata ‘Ja, jangan kak…’ Dengan lemasnya.
Diah langsung mendekati Henry dengan penuh
kecemasan. ‘Henry, jangan bicara dulu!’ Larang Diah yang sudah bercucuran air
mata sampai kacamatnya berembun.
‘Tolong jangan laporkan Fauzi ke kepsek kak.
Dia benar, aku yang salah. Bodohnya aku yang bisa mudahnya mengamuk gara-gara
ocehannya.’ Kata Henry dengan lemasnya.
Fauzi pun tersenyum dan berkata ‘Bener kan?
Dia yang salah! Bukan gue. Enak aja nyalahin gue.’
‘Bener-bener lu…’ Kata Fajar kesal.
‘Udah kak! Mending kita bawa Henry ke UKS!
Nggak ada gunanya dengerin gonggongan setan itu!’ Teriak Diah marah.
Diah, Ismail dan Nada langsung membawa Henry
ke UKS. Sementara itu, Fajar dan Fauzi masih berada di kelas.
‘Sebaiknya lu bawa gembel itu ke UKS sebelum
dia mampus.’ Kata Fauzi dengan senyuman setannya.
‘Banyak bacot lu! Kenapa lu tega nyiksa si
Henry kayak gitu?’ Tanya Fajar emosi.
‘Kenapa? Gue nggak suka sama gembel kayak dia
dan gue suka kalau dia disiksa kayak gitu! Sampah kayak dia emang pantes
digituin!’
Kak Fajar dengan emosinya langsung meninju
wajah Fauzi sampai Fauzi mimisan.
‘Lu punya perasaan nggak sih? Dia punya hak
buat hidup kayak lu lagi! Dia itu manusia bukan sand sack yang bisa lu pukul sesenaknya!’ Teriak kak Fajar dengan
emosinya yang meluap-luap.
Fauzi hanya tertawa kecil dan berkata ‘Sand sack yang besar.’
Kak Fajar memukul wajah Fauzi lagi. Fauzi
masihlah tertawa dan berkata ‘Beritahu gue kalau si gembel itu masih hidup.’
Emosi Fajar pun mereda, dia tidak percaya
pada apa yang Fauzi katakan.
‘Gue masih mau nyiksa dia.’ Lanjut Fauzi.
Emosi Fajar pun meluap kembali dan berteriak
‘Lu udah gila!’ Fajar langsung membanting Fauzi ke lantai.
Fajar pun pergi menyusul mereka bertiga,
meninggalkan Fauzi yang terbaring di lantai sambil tertawa terbahak-bahak.
Di UKS, Henry segera dirawat oleh
teman-temannya. Dia tertidur lesu di ranjangnya dengan plester tertempel di
pelipisnya. Diah hanya diam duduk di kursi yang berada di dekat pintu, ia hanya
memandang Henry yang malang terbaring di ranjangnya.
Tak lama kemudian, Henry pun siuman. Ismail, Nada dan Fajar
terkejut dan segera mendekatinya sementara itu, Diah masih duduk di kursinya
seolah-olah tidak peduli.
‘Dimana aku?’ Tanya Henry.
‘Kamu di UKS hen, kamu tiduran aja disini.’
Bujuk Fajar.
‘Tiduran gimana? Ini kan hari pertama aku
disini, masa aku harus tidur di hari pertamaku?’ Keluh Henry.
‘Itu semua salah kamu sendiri.’ Potong Diah dengan
dinginnya.
Semuanya memandang Diah penuh kebingungan.
Mereka penasaran pada apa yang telah diucapkan oleh Diah, tak terkecuali Henry
yang kondisinya sedang tidak baik kali ini. Henry tiba-tiba bediri dari
ranjangnya dan duduk di kursi yang ada di sebelah kanan ranjangnya.
‘Maksud kamu apa?’ Tanya Henry kalem.
Diah berdiri dari kursinya dan dengan
emosinya, ia berkata ‘Iya, itu salah kamu sendiri! Kenapa kamu malah tetap
bicara bukannya tidur aja tadi?! Kalau kamu gitu, pasti kamu nggak akan kayak
gini! Kenapa kamu tega ngelakuin itu?!’
Henry menghela nafasnya. Ia pun berkata ‘Aku
nggak tahan ngeliat kamu ketakutan pas si Fauzi ngedeketin kamu. Aku udah kenal
dia sejak SD dan percayalah, dia benar-benar jahat. Terutama ke cewek.’
‘Terus kenapa?!’ Bantah Diah kesal. ‘Kamu mau
mati?! Udah bagus kamu nggak apa-apa sekarang. Coba kalau kak Fajar nggak ada,
kamu pasti udah mati.’ Lanjutnya kesal.
‘Biar aku aja yang disiksa, aku nggak tega
ngeliat teman-temanku disiksa oleh setan seperti Fauzi. Jujur, ngelihat kalian
disiksa Fauzi lebih sakit rasanya daripada aku yang disiksa Fauzi sampai babak
belur. Aku nggak mau ngelihat kalian terluka sedikitpun.’ Jelas Henry.
Suasana seketika menjadi hening. Entah
mengapa tiba-tiba debat antara Henry dan Diah menjadi terhenti. Henry hanya
diam lesu di kursinya, Diah hanya diam dengan air mata yang sudah membasahi
pipinya. Diah pun berjalan mendekati Henry, Ismail, Nada dan Fajar yang duduk
disebelah ranjang hanya diam saja tak tahu harus berbuat apa.
Diah membungkukan dirinya seleher Henry. Dia
memegang pundak Henry dengan lembut dengan air mata yang berjatuhan. ‘Tolong,
jangan berkorban untukku lagi.’ Kata Diah sambil menangis.
‘Apa?’ Tanya henry terkejut.
Diah masih menangis sambil berkata. ‘Tolong,
jangan lakukan ini lagi, jangan ada luka lagi, jangan ada kesedihan lagi. Aku
nggak mau ngeliat teman aku menderita lagi gara-gara aku. Tolong jangan biarkan
ini terulang lagi!’
Ditengah pembicaraan itu, Fajar tiba-tiba
mendekati Ismail dan Nada dan berbisik pada mereka. ‘Ayo kita pergi! Kita
berikan mereka sedikit privasi!’ Ismail mengacungkan jempolnya dan mereka
bertiga mengendap-endap keluar dari UKS. Diah dan Henry tidak menyadarinya.
Henry menatap Diah yang menangis didepannya
dengan penuh rasa kasihan. ‘Baik aku tidak akan mengulanginya lagi. Tapi, demi
Allah, aku benar-benar nggak tega ngeliat si Fauzi mempermainkan kamu.’ Jawab
Henry.
‘Kenapa?! Kenapa kamu sangat peduli
padaku?!’ Tanya Diah dengan kesedihan dan emosi yang melebur menjadi satu.
‘Karena kamu adalah temanku.’ Jawab Henry
kalem.
Suasana mulai mencair. Diah tertunduk dan
Henry hanya diam menunggu respon Diah yang sedang gundah didepannya.
‘Begitu ya?’ kata Diah. ‘Kamu benar-benar
tahu dan menghargai arti dari kata “teman” itu. Tapi, tolong jangan lakukan itu
lagi ya, aku juga nggak mau melihat temanku menderita.’ Lanjut Diah.
Henry memandang Diah dengan iba. Dia menghela
nafasnya dan berkata ‘Baik, aku tidak akan melakukannya lagi. Tapi dengan 1
syarat.’
‘Apa?’ Tanya Diah heran.
‘Berhati-hati lah. Terutama pada Fauzi.’
Jawab Henry.
‘Siap.’ Kata Diah. ‘Tapi ngomong-ngomong,
kenapa sih dia benar-benar benci sama kamu? Apa kamu pernah salah ke dia?’
Tanya Diah penasaran.
‘Aku tidak pernah berbuat salah padanya. Yang
jelas, dia melakukan itu karena dia mendiskriminasikan aku.’ Jawab henry.
‘Terus kalau kamu hitam kenapa?! Kalau kamu
gendut kenapa?! Dia benar-benar kejam!’ Kata Diah terisak.
Henry mengambil sapu tangannya dan mengusap
air mata Diah yang jatuh. Henry tersenyum padanya dan berkata ‘Aku kan udah
bilang. Jangan pernah menjatuhkan air mata setetespun dihadapanku.’
Diah masih saja menangis. Dia melihat wajah
Henry yang sangat jelas terlihat didepannya, belum pernah dia sedekat ini
dengan Henry. Perhatian Diah tertuju pada bekas luka yang ada di pipi kiri
Henry. Bekas luka itu berbentuk lingkaran hitam seperti bekas jerawat bukan,
ini lebih mirip bekas bisul.
‘Apa itu?’ Tanya Diah menunjuk bekas luka
itu.
‘Apa?’ Tanya Henry heran.
‘Itu, bekas luka itu. Apa itu bekas bisul?’
Tanya Diah menyentuh bekas luka Henry.
‘Bukan.’ Ucap Henry lembut. Ekspresinya
berubah menjadi datar, Henry pun berkata. ‘Bekas luka ini aku dapat gara-gara
nyentak si Fauzi pas SD.’
‘Apa?! Kok bisa?’ Tanya Diah terkejut.
‘Pas aku kelas 5. Dia pernah ngerokok
dikelas…’
‘Tunggu, kok bisa sih dia ngerokok di kelas?
Gurunya kemana sih?’ Potong Diah.
‘Gurunya lagi rapat.’ Jelas Henry.
‘Oh, gitu, lanjutkan!.’ Kata Diah.
‘OK. Fauzi duduk dibelakang aku dan asapnya
itu bikin aku sesak. Karena aku udah nggak tahan lagi, aku langsung deketin dia
dan aku minta dia buang rokoknya dengan sopan. Tapi, dia nggak peduli, aku coba
lagi tapi dia masih nggak peduli. Terus aku langsung minta dia untuk buang rokoknya
sambil nampar dia.’ Jelas Henry
‘Terus?’ Tanya Diah.
‘Dia bilang dia bakal buang rokoknya tapi,
dia malah manyundut rokoknya ke pipi kiriku sampai aku punya bekas luka ini.’
Jelas Henry sambil memegang bekas lukanya.
‘Ya Allah! Emang nggak ada yang ngebela kamu
gitu?’ Tanya Diah khawatir.
‘Tidak, mereka semua takut pada Fauzi. Fauzi
terkenal sangat nakal dan kalau ada yang macem-macem sama dia, dia bakal
ngelaporin ke bapaknya. Bapaknya itu guru killer
di SD aku.’ Jawab Henry.
Diah memandang Henry dengan iba. Betapa
malang nasib orang yang duduk didepannya ini, banyak bekas luka ditubuh Henry
seperti di wajah, kaki dan tangan. Sebenarnya Diah penasaran pada apa yang
terjadi pada luka-luka itu, tapi dia urungkan niatnya itu.
‘Tunggu dulu, apa
yang terjadi pada Fauzi setelah itu?’ Tanya Diah.
‘Apa?’ Tanya
Henry.
‘Iya, pasti
setelah kejadian itu, si Fauzi pasti kena masalah kan?’
‘Masalah apa?’
‘Iya masalah.
Kayak dikeluarkan dari penjara lah, masuk penjara lah, masuk rumah sakit jiwa
lah, atau yang lainnya gitu?’
‘Tidak ada yang
terjadi pada Fauzi setelah kejadian itu.’
‘Kenapa?’ Tanya
Diah heran.
‘Entahlah,
katanya dia nyogok Kepsek buat tutup mulut. Gosipnya sih gitu.’ Jelas Henry.
‘Ya Allah! Gimana
reaksi orang tua kamu? Pasti mereka schoked
kan?’ Tanya Diah terkejut.
‘Jelas, mama aku
aja sampai marahin dia abis-abisan sampai nampar dia. Fauzi malah akting kayak
anak polos.’ Jelas Henry.
‘Terus? Gimana si
Fauzi di hari sesudah itu?’ Tanya Diah.
‘Dia malah nyiksa
aku lebih parah lagi. Katanya, ini gara-gara mama aku yang udah mempermalukan
dia.’ Keluh Henry.
Diah merasa
simpati pada Henry. Terbayang dalam benaknya penderitaan Henry di bully selam 6
tahun disana. Entah mengapa rasa empati muncul di hatinya. Diah menepuk pundak Henry dan tersenyum padanya, ia berkata ‘Yang sabar ya.’
Henry tersenyum
pada Diah dan berkata ‘Iya.’
‘Tolong jangan
berurusan dengan Fauzi lagi ya. Aku takut kamu kenapa-napa.’ Pinta Diah.
‘Itu pasti! Aku
berjanji!.’ Kata Henry riang.
Mereka pun saling
tersenyum satu sama lain. Aneh, baru saja mereka kenal sudah sedekat ini. Apa
arti semua ini?
‘Tunggu dulu.
Dimana yang lainnya?’ Tanya Henry yang menghancurkan keheningan itu.
Diah melihat
sekitarnya. Trtnyata selama ini mereka hanya berdua saja.
‘Dimana yang
lain? Sial, mereka malah ninggalin kita berdua disini.’ Keluh Diah.
Henry melihat
jendela didepannya. Terlihat Ismail, Nada dan Fajar yang melihat mereka dari
luar, mereka senyum-senyum saja melihat mereka.
Henry dan Diah
melihat mereka bertiga dengan ekspresi kesal, sementara itu mereka bertiga
hanya tertawa melihat mereka yang sudah tersadar dengan hilangnya mereka.
‘Beraninya kalian
ninggalin kami!’ Teriak Henry dan Diah kesal.
Ismail, Nada dan
Fajar langsung berlari meninggalkan mereka di UKS.
Henry
dan Diah terdiam sejenak. Ternyata selama ini mereka berdua telah dikerjai oleh
mereka bertiga!
‘Sepertinya,
di kelas nanti bakal ada gosip besar nih.’ Keluh henry.
‘Iya,
gawat nih.’ Tambah Diah.
‘Kita
harus mencegah gosip ini tersebar!’ Usul Henry.
‘Kita?
Biar aku aja, kamu istirahat aja disini!’ Suruh Diah.
‘Tidak!’
Tolak Henry yang sudah berdiri dari kursinya.
‘Kenapa?!
Kenapa kamu masih mau ke kelas?! Apa kamu masih mau disiksa Fauzi?! Ingat janji
kita hen!!’ Tanya Diah emosi.
‘Iya, aku ingat.
Aku nggak peduli sama si Fauzi. Aku mau masuk kelas, karena ini hari pertamaku
belajar disini.’ Jawab Henry.
Diah hanya
terdiam. Dia pun bertanya ‘Emang kamu nggak apa-apa?’
Henry
menggelengkan kepalanya. ‘Aku udah biasa kayak gini waktu SD.’
‘Sama si Fauzi?’
Tanya Diah.
Wajah Henry
berubah menjadi datar, ia pun menganggukan kepalanya.
‘Tolong jangan
berurusan dengan Fauzi ya.’ Pinta Diah cemas.
Henry mulai
tersenyum dan berkata ‘Pasti.’
Mereka saling
tersenyum lagi. Henry terlihat baik-baik saja, tidak ada bekas luka yang ia
dapatkan tadi pagi kecuali pelipisnya yang membenjol dan badannya yang masih
sakit jika badannya dipukul. Pasti tidak akan ada yang menyadari apa yang telah
terjadi pada Henry.
Bel tanda masuk
pun berbunyi. Diah mengajak Henry untuk pergi ke kelas, Henry mengiyakan ajakan
Diah dan mereka pun berlari menuju kelas mereka.
Henry memang
terlihat tenang namun, ketakutannya pada Fauzi kembali lagi. Dia membayangkan
penderitaanya selama 6 tahun di SD akan terulang lagi disini. Luka lama yang
ada di hati Henry mulai terbuka lagi dan
menjadi lebih parah lagi.
“Ya Allah,
selamatkanlah aku.” Ucap batin Henry.
0 komentar:
Posting Komentar