Selasa, 03 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Luka Lama Yang Terbuka

MOS telah berakhir. Besok adalah awal perjuangan Henry di jenjang SMA. Henry sedang sibuk menyiapkan perlengkapan sekolahnya seperti buku, pulpen, pensil, seragam, dll. Ibu melihat anaknya yang sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah dari balik pintu kamarnya.
“Hasan, Henry sudah besar. Aku harap dia bisa menjadi seorang Dokter seperti kamu. Andai saja kamu melihat Henry sekarang, kamu pasti akan bahagia.” Ucap Ibu.
Ibu melihat Henry yang sedang menyiapkan perlengkapan sekolahnya seolah-olah melihat almarhum suaminya yang sedang mempersiapkan peralatan kerjanya. Badannya yang jangkung, berkulit coklat, wajahnya mirip dengan Henry, memakai baju dokternya. Ibu mulai mengeluarkan air matanya, Hasan adalah ayah Henry yang meninggal saat Henry berumur 4 tahun, ia meninggal akibat serangan jantung. Ibu pun pergi meninggalkan kamar Henry dengan sedihnya.

Henry telah selesai menyiapkan perlengkapannya. Dia berbaring di kasurnya dengan santai.
“Besok adalah awal perjuanganku disana, 3 tahun terakhir! Aku harus berjuang keras agar aku bisa menjadi Dokter seperti ayah” Ucap benak Henry.
Henry pun tertidur dengan pulas.

Dia bermimpi bertemu dengan Diah dan Ismail di kelas barunya. Mereka bertiga asyik mengobrol disana tapi, tiba-tiba Fauzi datang menyerang Diah dan Ismail tanpa ampun. Henry berusaha menolong mereka tapi Fauzi membelah badan Henry menjadi 2 dengan sebuah pedang, Fauzi pun tertawa terbahak-bahak pada mereka bertiga. Namun anehnya, Henry masih hidup dan melihat Ismail yang terbaring penuh darah dan Diah yang berada tepat didepannya dengan wajahnya yang telah berdarah akibat Fauzi, dia menangis pada Henry dan berkata. ‘Henry, tolong aku.’ Henry tidak bisa melakukan apa-apa. Tiba-tiba Fauzi menginjak kepala Diah sampai kepala Diah lenyap dan menyundut pipi Henry dengan sebatang rokok yang telah dipanaskan.


Tiba-tiba Henry terbangun dari tidurnya. Dia memegang badan dan pipinya memastikan dia baik-baik saja. Dia pun tertunduk lesu dengan trauma masa lalunya yang kembali menghantui benaknya, dia takut mimpi itu adalah suatu pertanda buruk.

“Fauzi??? Tidak, tidak mungkin dia bakal ada di sana. Ini cuma mimpi. Aku tidak perlu takut.” Ucap benaknya yang ketakutan setengah mati.

Henry pun kembali tidur dengan sedikit ketakutan dalam benaknya. Dia merasakan hal buruk akan terjadi pada dirinya di sekolah nanti.

Keesokan harinya. Henry telah mengenakan seragamnya lengkap dengan rompi abu almamaternya, sepatu hitam dan tas barunya. Henry pun turun dari tangga untuk menyantap sarapannya.
Sesampainya di ruang makan. Dia melihat ibunya sudah duduk di kursi makan dengan makan favorit Henry diatas meja makan. Ada nasi, perkedel dan tempe bacem kesukaannya.

‘Ayo makan hen!’ Ajak ibu.
Henry langsung duduk dikursinya dan langsung menyantap makanannya dengan lahap. Ibunya senang melihat Henry yang sedang makan dengan lahapnya. Henry pun selesai menyantap sarapannya sampai semua yang ada di meja makan ludes bersih.

‘Aduh, anak SMA nih. Emangnya udah siap gitu?’ Goda ibu.
Henry meminum airnya dengan buru-buru. Dia menaruh kembali gelasnya dan berkata ‘Insya Allah bu, Henry siap.’

‘Kamu udah punya teman baru?’ Tanya ibu.
‘Alhamdulillah bu.’ Jawab Henry.
‘Jangan pacaran dulu ya.’ Goda ibu.
‘Iya bu.’ Kata Henry.
Tiba-tiba Henry tertunduk lesu. Dia teringat mimpi buruknya kemarin.
‘Kamu kenapa hen?’ Tanya ibu.
‘Henry takut bu.’ Jawab Henry datar.
‘Takut kenapa? Kan kamu udah punya teman.’ Kata ibu.
‘Kemarin aku mimpi Fauzi nyerang aku dan teman-temanku dikelas. Menurut ibu, itu pertanda apa?’ Tanya Henry.
‘Itu cuma mimpi hen, tidak ada pertanda apa-apa dari mimpi itu.’ Jawab ibu.
‘Henry takut bu. Nanti kalau Henry dibully lagi gimana?’ Tanya Henry.
‘Lawan aja hen! Kalau dia nuntut, biar ibu yang lawan.’ Jawab ibu ketus.
‘OK.’ Kata Henry.
‘Jangan takut dibully hen, kamu punya hak buat hidup. Dan mereka pantas mendapatkan serangan balik dari kamu.’ Kata ibu.
Henry menganggukan kepalanya. Dia berdiri dari kursinya dan mendekati kursi ibunya.
‘Bu, Henry pergi dulu ya.’ Kata Henry.
‘Ya udah, hati-hati ya.’ Ingat pesan ibu.
‘Ya bu.’ Kata Henry.
‘Kunci rumah bawa?’ Tanya ibu.
‘Ada di tas bu.’ Jawab Henry.

Henry pun mencium tangan ibunya dan langsung pergi ke sekolah barunya. Ibunya masih duduk di kursinya.
“Tidak boleh ada yang menyakitinya lagi! Dia sudah cukup menderita selama 9 tahun. Tidak akan kumaafkan jika ada seseorang yang menyakiti anakku baik secara fisik ataupun mental!” Ucap benaknya.

Ibu pun meraih tasnya dan pergi meninggalkan rumah  yang sudah dikunci untuk bekerja.


Sesampainya di sekolah. Sekolah terlihat sepi, tidak ada siapapun disana kecuali seorang Satpam yang sedang bertugas di posnya. Henry melihat jam tangannya, jamnya menunjukan jam 6 pagi.
“Pantesan aja sepi. Masuk sekolah kan jam 7.” Pikirnya.
Henry pun mulai mencari-cari kelasnya. Dia teringat pada ucapan Ahmad kemarin.
“Kalau ruang kelas X ada di lantai 2.”
Henry menaiki tangga yang berada di sebelah kanan lapangan. Dia melihat 2 kelas di mana di masing-masing pintunya tertempel sebuah kertas, sepertinya kertas itu adalah pengumuman penghuni kelas X yang baru.
Henry berjalan menuju kelas yang didekatnya. Diatas pintu kelas itu menggantung sebuah kayu kecil bertuliskan “Kelas X.1.”

 Henry membaca kertas itu. Ternyata, namanya tercantum di kertas itu! Itu berarti, Henry adalah siswa kelas X.1. Dia membaca kertas itu lagi, berharap bisa sekelas dengan teman-temannya. Ismail, Bagus dan Hadi berada di kelas yang sama dan sayangnya, Adi berada di kelas sebelah. Henry menjadi grogi mengetahui bahwa Diah sekelas dengannya, Henry mulai deg-degan dan wajahnya menjadi merah lagi.

Tapi, perasaan kasmaran itu tiba-tiba sirna saat ia membaca nama Fauzi di kertas itu. Dia teringat pada mimpinya kemarin, ternyata dugaannya benar. Dia akan bertemu Fauzi di sekolah barunya ini. Dia juga takut Fauzi akan macam-macam pada teman barunya, dia harus melindungi teman-temannya dari orang seperti Fauzi. Henry benar-benar ketakutan sampai kakinya bergetar. Apa penderitaan di SD akan terulang lagi?
“Kuharap itu bukan Fauzi yang itu.” Ucap benaknya.

Rasa cemas itu terusik oleh bunyi langkah kaki seseorang. Semakin lama, suara langkah itu semakin jelas, kecemasan Henry makin menjadi-jadi. Apakah itu dia?
‘Hai Henry.’ Kata orang itu dengan suar cemprengnya.

Suara itu sudah tidak asing bagi Henry, dia melihat orang itu dan tenyata itu Diah! Henry merasa lega saat tahu kalau itu Diah. Dia pun tersenyum padanya dengan jantungnya yang berdebar-debar.

‘Hai Diah, alhamdulillah, aku baik. Kita sekelas loh!’ Kata Henry.
Diah mulai berlari ke arah Henry. Wajah Henry memerah melihat Diah yang berlari mendekatinya dengan senyumannya menghiasi wajahnya. Diah melihat kertas itu dan dia mulai ketawa-ketawa geli.

‘Nggak nyangka ya kita bisa sekelas.’ Kata Diah.
‘Kenapa? Kamu nggak suka?’ Tanya Henry kecewa.
‘Oh, nggak kok. Malah aku senang kita bisa sekelas kok.’ Hibur Diah.
Henry pun tersenyum padanya. ‘Aku juga senang, boleh nggak aku sebangku sama kamu?’
‘Kenapa?’ Tanya Diah bingung.
‘Ya, aku cuma ngajak aja. Mau nggak?’ Tanya Henry salah tingkah.
Diah menggelengkan telunjuknya pada Henry dan berkata ‘Eitt, bukan muhrim ya.’
Mereka berdua pun tertawa. Tapi, tawa mereka terhenti oleh sebuah suara yang mengatakan. ‘Aduh, masih pagi gini udah pacaran aja.’

Henry menoleh ke arah suara itu datang. Ia pun melambaikan tangannya dan berkata ‘Hai Mail! Siapa yang pacaran lagi? Suudzon aja kamu.’

‘Masa sih? Terus ngapain kalian berduaan disini? Apa kalian butuh privasi?’ Goda Ismail.
‘Udah deh. Eh, kita sebangku yuk! Kita kan sekelas.’ Ajak Henry.
‘OK deh.’ Jawab Ismail.
‘Diah, kamu nggak marah kan kalau aku sebangku sama si Mail?’ Tanya Henry dengan nada menggoda.

Diah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, ia berkata ‘Nggak, aku bakal sebangku sama si Nada, teman sekelompok aku.’
‘Ya udah kalau kamu merestui. Tapi, boleh sejajar dong?’ Tanya Henry.
‘Ciee, mau sejajar nih.’ Goda Ismail.
Henry dan Diah hanya tersenyum satu sama lain. Mereka tidak peduli pada ocehan Ismail.
‘Hen, ayo masuk! Nanti aja pacarannya.’ Ajak Ismail yang menghancurkan momen indah mereka berdua.

Mereka bertiga pun memasuki kelas baru mereka. Henry langsung menaruh tasnya di atas bangkunya yang terletak di depan kelas barisan kedua. Henry pun menyuruh Diah untuk duduk di bangku yang berada di sebelah kanan bangkunya, Diah pun mengiyakan permintaan Henry dan langsung menaruh tasnya diatas meja di bangku yang Henry maksud. Henry pun langsung duduk di sebelah Diah, Diah terkejut dan bertanya. ‘Loh? Kok kamu duduk disini? Bangku kamu kan disebelah.’

‘Emang nggak boleh ya? Kita nggak boleh sebangku di jam pelajaran tapi, kalau diluar jam pelajaran kita boleh sebangku dong.’ Jelas Henry dengan nada menggoda.
Diah hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya.
Setelah sekian lama mengobrol, tiba-tiba seorang cewek berkerudung, agak tinggi dari Diah dan berkulit putih memasuki kelas. Diah berdiri dari kursinya dan berkata dengan keras ‘Nada! Disini!’

Cewek itu mendekati Henry dan bertanya dengan sopannya ‘Maaf, boleh saya menyimpan tas saya disini?’

Henry pun terdiam sejenak. Dia berdiri dari kursinya dan berkata ‘Silahkan.’
Nada pun memasang tasnya di belakang kursi yang baru diduduki Henry. Ia pun bertanya ‘Apa kalian butuh privasi?’

‘Udah deh, jangan goda kami terus.’ Kata Diah.
‘Jangan marah dong. Iya deh, aku bakal ninggalin kamu sama pacar kamu.’ Kata Nada.
‘Kami tidak pacaran.’ Teriak Henry dan Diah sewot.
‘Hei Nada, bisa kesini sebentar? Ada yang mau aku bicarain nih.’ Ajak Ismail yang duduk dibelakang Nada.
Nada menatap mereka berdua dengan dalam. Dia tersenyum dang mengedipkan mata kirinya dan berkata ‘Have fun.’ Dan Nada pun duduk disebelah Ismail. 
Henry pun kembali duduk di sebelah Diah dan mereka berdua kembali mengobrol.

‘Kamu suka sama si Nada ya?’ Goda Diah.
‘Nggak kok, kenapa?’ Tanya Henry.
‘Soalnya kamu daritadi diem aja sih. Kamu suka sama si Nada ya gara-gara cinta pandangan pertama.’ Goda Diah.

Henry tertawa geli. Ia pun berkata ‘Nggak juga ah, aku nggak mau pacaran di sekolah. Orang tua kita nyekolahin kita buat belajar bukan pacaran.’
Diah terdiam kagum mendengar apa yang dikatakan Henry, Diah pun berkata ‘Iya, aku juga mau belajar dulu. Aku mau menggapai cita-citaku sebelum menikah.
Henry hanya tersenyum kecut pada Diah.

“Dasar bodoh! Kenapa bisa-bisanya aku bilang gitu ke si Diah.” Ucap benak Henry kesal.

Ismail dan Nada hanya memandangi Henry dan Diah yang sedang asyik mengobrol.
‘So sweet banget ya mereka?’ Tanya Nada.
‘Iya.’ Jawab Ismail.
‘Kenapa sih mereka nggak pacaran aja? Mereka itu kan serasi amat, padahal banyak momen bagus yang bisa Henry pake buat nembak si Diah kan?.’ Tanya Nada kesal.

‘Henry memang suka sama si Diah.’ Potong Ismail.
Nada pun terdiam.
‘Tapi dia mengurungkan niatnya untuk nembak si Diah. Dia bisa saja nembak si Diah kemarin-kemarin bahkan sekarang tapi, dia punya alasan kenapa dia nggak mau nembak si Diah.’ Lanjut Ismail.
‘Kenapa? Apa alasannya?’ Tanya Nada.
‘Dia mau konsen dulu belajar. Dia bilang belajar lebih penting daripada pacaran’ Jawab Ismail.
‘Iya, kamu benar. Bisa dibilang Henry sedang menjaga perasaan Diah.’ Kata Nada.
Ismail menaikan alisnya dan bertanya. ‘Maksudnya?’
‘Coba aku tanya, Kamu pernah ditolak nggak?’ tanya Nada.
‘Pernah, kalau nggak salah nyampe 10X.’ Jawab Ismail.
‘Kamu punya mantan?’ Tanya Nada.
‘Mantan pacar atau mantan majikan nih?’ Tanya Ismail.
‘Mantan pacar lah.’ Jawab Nada kesal.
‘Ada 3.’ Kata Ismail.
‘Gimana hubungan kamu dengan mantan pacar dan mantan gebetan kamu?’ Tanya Nada.
Ismail terdiam.
‘Pasti hubungan kalian canggung kan? Pasti kamu nggak mau ketemu bahkan bicara dengan mereka. Itu yang Henry lakukan, dia tidak mau kehilangan Diah gara-gara hal seperti itu.’ Jelas Nada.
‘Benar juga ya. Tapi, apa dia nggak ngerasa nyesek ya?’ Tanya Ismail.
‘Pasti dia nyesek, tapi itulah konsenkuensinya.’ Jelas Nada.

Setelah sekian lama mereka mengobrol. Tiba-tiba masuklah seorang laki-laki bertubuh kurus dan rambutnya rancung. Henry melihatnya dan seketika merubah ekspresi wajahnya menjadi tegang.

‘Hen? Kamu kenapa?’ Tanya diah heran.

Henry hanya terdiam. Dia memandang laki-laki itu penuh kebencian, wajah tengilnya mengingatkannya pada masa lalu kelamnya di SD. Lelaki itu menoleh pada Henry, alisnya turun dan tersenyum dengan angkuhnya pada Henry, ia berkata ‘Halo Black Henry, lu masih ingat gue?’ Dengan angkuhnya.

Heh, jangan ngehina orang seenaknya dong!’ Sambar Diah marah.
‘Diam lu! Dasar cempreng!’ Hina Fauzi dingin.
‘Ngomong apa tadi kamu?!’ Tanya Diah marah.

Henry hanya memegang pundak Diah bermaksud menenangkan Diah yang emosinya sudah naik melebihi kepalanya. Henry hanya menatap Fauzi dengan dinginnya. 

‘Aku nggak kenal sama orang kayak kamu.’ Kata Henry.
‘Sombong banget lu ya? Lu masih kesal gara-gara mainan itu ya?’ Kata Fauzi dengan angkuhnya. ‘Si cempreng ini pacar lu ya? Boleh nggak gue mainin dia? Semenit aja.’ Lanjutnya.

Henry tiba-tiba berdiri dari kursinya dan mencengkram kerah seragam Fauzi dengan keras. ‘Jangan coba-coba ganggu dia!’ Ancam Henry yang sudah mengarahkan tinjunya ke kepala Fauzi. Ternyata mimpi kemarin itu adalah pertanda bahwa dia akan bertemu dengan Fauzi lagi.

‘Oh? Lu ngancem gue ya? Lu nggak akan berani! Gembel kayak lu nggak akan pernah berani ngelawan gue.’ Ancam Fauzi dengan angkuhnya.
Dengan emosi yang meluap-luap. Henry langsung melayangkan tinjunya tepat ke kepala Fauzi sampai Fauzi jatuh ke lantai. ‘Siapa Bilang?!!!’ Teriak Henry ngamuk.

Fauzi pun langsung berdiri dan langsung membalas. Mereka pun berkelahi dengan penuh emosi. Memang terlihat seperti pertarungan yang tidak adil, Henry yang besar melawan Fauzi yang kecil dan pastinya Henry yang menang. Tapi anehnya, malah Fauzi yang menang. Fauzi berhasil menghindar dari serangan-serangan yang dikeluarkan oleh Henry sebaliknya, malah Henry yang tersiksa oleh Fauzi. Henry terkena pukulan dan tendangan yang dilayangkan oleh Fauzi secara membabi buta. Sepertinya Fauzi sudah bertambah kuat, serangannya lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Henry pun terjatuh, Fauzi menyiapkan pukulannya namun Ismail langsung mencengkram tang Fauzi dan Ismail dengan berteriak dengan kesalnya. ‘Berhenti!! Kamu pikir kamu lagi ngapain?! Mau jadi jeger ya?! Dasar preman kampung!!.’
Fauzi menatap Ismail dengan tatapan dinginnya. Diah dan Nada terdiam karena schoked melihat apa yang baru saja terjadi pada Henry, mereka berdua baru kali ini melihat betapa kejamnya bully di dunia ini. Dengan angkuhnya, Fauzi berkata 

‘Mau jadi pahlawan ya? Apa sih untungnya nolongin gembel kayak dia ini.’ Sambil menginjak-injak kepala Henry.

Ismail hanya terdiam. Dia merasa benci pada Fauzi yang menyiksa Henry dengan sadisnya, Ismail pun mengerti kenapa tadi Henry merasa tegang dan ketakutan saat Fauzi masuk.

Lalu, Fauzi memanas-manasi mereka dengan menendan-nendang perut Henry secara bertubi-tubi sambil berkata. ‘Apa untungnya kalian kasihan ke gembel kayak dia ini. Salah sendiri, kenapa dia itu item kayak gini. takdirnya memang kayak gini! Dasar manusia tidak berguna! Mampus aja lu!’ Fauzi menghentikan tendangannya dan mendekatkan kepalanya ke telinga Henry dan berkata ‘Gue bener kan? Salah lu sendiri kenapa lu harus item kayak gini? Gembel kayak kamu nggak pantes idup disini tau! Sekali lagi lu berani ngelawan gue, lu bakal mampus!’ Henry hanya berbaring pasrah berlinangan air mata.
Diah mengeluarkan air matanya. Betapa kejamnya diskriminasi di dunia ini, bisa saja orang seperti Henry mati gara-gara di bully karena mereka didiskriminasi di sekolahnya. Dengan amarahnya yang sudah memuncak, Diah pun berteriak ‘Hei Fauzi! Jangan pikir lu bisa nyiksa orang sesuka elu ya?! Mungkin menurut lu si Henry rendah, tapi menurut Gue lu lebih rendah dari dia!’

Fauzi memandang Diah dengan dinginnya, Dia pun tertawa dan berkata ‘Hei, pacar lu berani ngebela elu! Boleh gue mainin si kampret itu nggak?’
‘Jaga tuh mulut! Dia ini cewek tau! Anjing lu.’ Bela Nada kesal.
Fauzi mulai kesal, dia menatap mereka dalam-dalam dan berkata. ‘Cerewet lu 2 ah! Enaknya gue apain ya?’

Diah dan Nada pun terdiam agak ketakutan. Fauzi mulai berjalan mendekati mereka berdua namun, langkahnya terhenti oleh Henry yang memegang kaki kanannya. Henry mengangkat kepalanya, wajahnya terlihat marah sekali pada Fauzi. Ia pun berkata ‘Jangan ganggu temanku! Kamu memang boleh menyiksaku tapi jangan sakiti mereka terutama Diah dan Nada!’

Fauzi menoleh kearah Henry, dia memandang Henry dengan sifat masa bodonya. ‘Kenapa? Apa urusannya? Emangnya mereka berdua itu pacar lu? Ada juga ya cewek yang mau sama gembel kayak lu, 2 lagi.’ Katanya dengan nada menghina.
Henry menahan rasa sakitnya dan bertanya. ‘Bukan! Pernahkah kamu diberitahu kalau menyakiti cewek itu sama saja dengan menyakiti ibumu?’ Henry menahan rasa sakitnya lagi dan berteriak. ‘APA KAMU TEGA MENYAKITI IBUMU SENDIRI??!!!’

‘Jangan banyak bacot lu!’ Teriak Fauzi yang menendang kepala Henry dengan keras sampai membuat Henry terpelanting ke tembok. Henry tak sadarkan diri, dia terbaring lesu menempel pada tembok dengan darah yang keluar dari hidungnya“Diah, Nada. Maafkan aku, aku tidak bisa menyelamatkan kalian.” Ucap batinnya.

Fauzi pun kembali berjalan mendekati Diah dan Nada perlahan. Diah dan Nada meras takut, mereka terpojok dan mereka merasa sedih melihat Henry yang pingsan gara-gara mencoba menyelamatkan mereka berdua.
Tiba-tiba kursi melayang ke arah Fauzi dan seketika jatuhlah Fauzi.
‘Jangan ganggu mereka!’ Teriak Ismail emosi.

Fauzi pun berdiri. Dia tersenyum pada Ismail dengan lingkaran ungu menghiasi pelipisnya, senyuman itu benar-benar mengerikan, Fauzi terlihat seperti setan yang tersenyum padanya, siap untuk menyiksanya tanpa ampun. Ismail yang tadinya marah kini, merasa ketakutan pada apa yang akan Fauzi lakukan padanya? Apakah dia akan berakhir seperti Henry?

Karena keributan itu, tiba-tiba Fajar masuk ke kelas. Dia terkejut melihat apa yang ada didepannya. Henry yang pingsan dengan darahnya yang menodai tembok dan Fauzi yang memiliki lingkaran biru di pelipisnya. ‘Ada apa ini?!’ Tanya Fajar emosi.

‘Mau apa lu? Ikut campur aja.’ Hina Fauzi.

Fajar langsung mencengkram kerah Fauzi dan berkata ‘Lu jangan kurang ajar ya? Lu apain si Henry? Lu mau jadi preman disini?’
Fauzi menatap Fajar dengan dinginnya dan berkata. ‘Jadi preman ya? Bagus juga tuh.’

‘Lu apain si Henry? Lu udah banyak bikin masalah disini! Lu udah nonjokin temen sekelompok lu pas MOS, kabur dari sekolah dan sekarang lu apain si Henry?’ Tanya Fajar yang sudah kehabisan kesabaran.

‘Dia yang mulai kak. Aku cuma diem aja daritadi.’ Jawab Fauzi yang tiba-tiba menjadi polos.

‘Bohong kak! Dia yang manas-manasin Henry sampai dia ngamuk agar dia bisa nyiksa si Henry sampai kayak gini!’ Potong Ismail.

‘Ini kriminal! Gue bakal laporin ini ke kepsek! Biar lu dikeluarin dari sini!’ Ancam Fajar.

Tiba-tiba Henry sadar, ia berbaring di lantai dan berkata ‘Ja, jangan kak…’ Dengan lemasnya.
Diah langsung mendekati Henry dengan penuh kecemasan. ‘Henry, jangan bicara dulu!’ Larang Diah yang sudah bercucuran air mata sampai kacamatnya berembun.

‘Tolong jangan laporkan Fauzi ke kepsek kak. Dia benar, aku yang salah. Bodohnya aku yang bisa mudahnya mengamuk gara-gara ocehannya.’ Kata Henry dengan lemasnya.
Fauzi pun tersenyum dan berkata ‘Bener kan? Dia yang salah! Bukan gue. Enak aja nyalahin gue.’

‘Bener-bener lu…’ Kata Fajar kesal.
‘Udah kak! Mending kita bawa Henry ke UKS! Nggak ada gunanya dengerin gonggongan setan itu!’ Teriak Diah marah.
Diah, Ismail dan Nada langsung membawa Henry ke UKS. Sementara itu, Fajar dan Fauzi masih berada di kelas.

‘Sebaiknya lu bawa gembel itu ke UKS sebelum dia mampus.’ Kata Fauzi dengan senyuman setannya.
‘Banyak bacot lu! Kenapa lu tega nyiksa si Henry kayak gitu?’ Tanya Fajar emosi.
‘Kenapa? Gue nggak suka sama gembel kayak dia dan gue suka kalau dia disiksa kayak gitu! Sampah kayak dia emang pantes digituin!’
Kak Fajar dengan emosinya langsung meninju wajah Fauzi sampai Fauzi mimisan.

‘Lu punya perasaan nggak sih? Dia punya hak buat hidup kayak lu lagi! Dia itu manusia bukan sand sack yang bisa lu pukul sesenaknya!’ Teriak kak Fajar dengan emosinya yang meluap-luap.
Fauzi hanya tertawa kecil dan berkata ‘Sand sack yang besar.’

Kak Fajar memukul wajah Fauzi lagi. Fauzi masihlah tertawa dan berkata ‘Beritahu gue kalau si gembel itu masih hidup.’
Emosi Fajar pun mereda, dia tidak percaya pada apa yang Fauzi katakan.

‘Gue masih mau nyiksa dia.’ Lanjut Fauzi.
Emosi Fajar pun meluap kembali dan berteriak ‘Lu udah gila!’ Fajar langsung membanting Fauzi ke lantai.

Fajar pun pergi menyusul mereka bertiga, meninggalkan Fauzi yang terbaring di lantai sambil tertawa terbahak-bahak.


Di UKS, Henry segera dirawat oleh teman-temannya. Dia tertidur lesu di ranjangnya dengan plester tertempel di pelipisnya. Diah hanya diam duduk di kursi yang berada di dekat pintu, ia hanya memandang Henry yang malang terbaring di ranjangnya.
Tak lama kemudian, Henry pun siuman. Ismail, Nada dan Fajar terkejut dan segera mendekatinya sementara itu, Diah masih duduk di kursinya seolah-olah tidak peduli.

‘Dimana aku?’ Tanya Henry.
‘Kamu di UKS hen, kamu tiduran aja disini.’ Bujuk Fajar.
‘Tiduran gimana? Ini kan hari pertama aku disini, masa aku harus tidur di hari pertamaku?’ Keluh Henry.
‘Itu semua salah kamu sendiri.’ Potong Diah dengan dinginnya.
Semuanya memandang Diah penuh kebingungan. Mereka penasaran pada apa yang telah diucapkan oleh Diah, tak terkecuali Henry yang kondisinya sedang tidak baik kali ini. Henry tiba-tiba bediri dari ranjangnya dan duduk di kursi yang ada di sebelah kanan ranjangnya.
‘Maksud kamu apa?’ Tanya Henry kalem.
Diah berdiri dari kursinya dan dengan emosinya, ia berkata ‘Iya, itu salah kamu sendiri! Kenapa kamu malah tetap bicara bukannya tidur aja tadi?! Kalau kamu gitu, pasti kamu nggak akan kayak gini! Kenapa kamu tega ngelakuin itu?!’

Henry menghela nafasnya. Ia pun berkata ‘Aku nggak tahan ngeliat kamu ketakutan pas si Fauzi ngedeketin kamu. Aku udah kenal dia sejak SD dan percayalah, dia benar-benar jahat. Terutama ke cewek.’

‘Terus kenapa?!’ Bantah Diah kesal. ‘Kamu mau mati?! Udah bagus kamu nggak apa-apa sekarang. Coba kalau kak Fajar nggak ada, kamu pasti udah mati.’ Lanjutnya kesal.

‘Biar aku aja yang disiksa, aku nggak tega ngeliat teman-temanku disiksa oleh setan seperti Fauzi. Jujur, ngelihat kalian disiksa Fauzi lebih sakit rasanya daripada aku yang disiksa Fauzi sampai babak belur. Aku nggak mau ngelihat kalian terluka sedikitpun.’ Jelas Henry.

Suasana seketika menjadi hening. Entah mengapa tiba-tiba debat antara Henry dan Diah menjadi terhenti. Henry hanya diam lesu di kursinya, Diah hanya diam dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Diah pun berjalan mendekati Henry, Ismail, Nada dan Fajar yang duduk disebelah ranjang hanya diam saja tak tahu harus berbuat apa.
Diah membungkukan dirinya seleher Henry. Dia memegang pundak Henry dengan lembut dengan air mata yang berjatuhan. ‘Tolong, jangan berkorban untukku lagi.’ Kata Diah sambil menangis.
‘Apa?’ Tanya henry terkejut.

Diah masih menangis sambil berkata. ‘Tolong, jangan lakukan ini lagi, jangan ada luka lagi, jangan ada kesedihan lagi. Aku nggak mau ngeliat teman aku menderita lagi gara-gara aku. Tolong jangan biarkan ini terulang lagi!’

Ditengah pembicaraan itu, Fajar tiba-tiba mendekati Ismail dan Nada dan berbisik pada mereka. ‘Ayo kita pergi! Kita berikan mereka sedikit privasi!’ Ismail mengacungkan jempolnya dan mereka bertiga mengendap-endap keluar dari UKS. Diah dan Henry tidak menyadarinya.

Henry menatap Diah yang menangis didepannya dengan penuh rasa kasihan. ‘Baik aku tidak akan mengulanginya lagi. Tapi, demi Allah, aku benar-benar nggak tega ngeliat si Fauzi mempermainkan kamu.’ Jawab Henry.
‘Kenapa?! Kenapa kamu sangat peduli padaku?!’ Tanya Diah dengan kesedihan dan emosi yang melebur menjadi satu.
‘Karena kamu adalah temanku.’ Jawab Henry kalem.

Suasana mulai mencair. Diah tertunduk dan Henry hanya diam menunggu respon Diah yang sedang gundah didepannya.

‘Begitu ya?’ kata Diah. ‘Kamu benar-benar tahu dan menghargai arti dari kata “teman” itu. Tapi, tolong jangan lakukan itu lagi ya, aku juga nggak mau melihat temanku menderita.’ Lanjut Diah.

Henry memandang Diah dengan iba. Dia menghela nafasnya dan berkata ‘Baik, aku tidak akan melakukannya lagi. Tapi dengan 1 syarat.’
‘Apa?’ Tanya Diah heran.
‘Berhati-hati lah. Terutama pada Fauzi.’ Jawab Henry.
‘Siap.’ Kata Diah. ‘Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih dia benar-benar benci sama kamu? Apa kamu pernah salah ke dia?’ Tanya Diah penasaran.
‘Aku tidak pernah berbuat salah padanya. Yang jelas, dia melakukan itu karena dia mendiskriminasikan aku.’ Jawab henry.
‘Terus kalau kamu hitam kenapa?! Kalau kamu gendut kenapa?! Dia benar-benar kejam!’ Kata Diah terisak.

Henry mengambil sapu tangannya dan mengusap air mata Diah yang jatuh. Henry tersenyum padanya dan berkata ‘Aku kan udah bilang. Jangan pernah menjatuhkan air mata setetespun dihadapanku.’

Diah masih saja menangis. Dia melihat wajah Henry yang sangat jelas terlihat didepannya, belum pernah dia sedekat ini dengan Henry. Perhatian Diah tertuju pada bekas luka yang ada di pipi kiri Henry. Bekas luka itu berbentuk lingkaran hitam seperti bekas jerawat bukan, ini lebih mirip bekas bisul.

‘Apa itu?’ Tanya Diah menunjuk bekas luka itu.
‘Apa?’ Tanya Henry heran.
‘Itu, bekas luka itu. Apa itu bekas bisul?’ Tanya Diah menyentuh bekas luka Henry.
‘Bukan.’ Ucap Henry lembut. Ekspresinya berubah menjadi datar, Henry pun berkata. ‘Bekas luka ini aku dapat gara-gara nyentak si Fauzi pas SD.’
‘Apa?! Kok bisa?’ Tanya Diah terkejut.
‘Pas aku kelas 5. Dia pernah ngerokok dikelas…’
‘Tunggu, kok bisa sih dia ngerokok di kelas? Gurunya kemana sih?’ Potong Diah.
‘Gurunya lagi rapat.’ Jelas Henry.
‘Oh, gitu, lanjutkan!.’ Kata Diah.
‘OK. Fauzi duduk dibelakang aku dan asapnya itu bikin aku sesak. Karena aku udah nggak tahan lagi, aku langsung deketin dia dan aku minta dia buang rokoknya dengan sopan. Tapi, dia nggak peduli, aku coba lagi tapi dia masih nggak peduli. Terus aku langsung minta dia untuk buang rokoknya sambil nampar dia.’ Jelas Henry
‘Terus?’ Tanya Diah.
‘Dia bilang dia bakal buang rokoknya tapi, dia malah manyundut rokoknya ke pipi kiriku sampai aku punya bekas luka ini.’ Jelas Henry sambil memegang bekas lukanya.
‘Ya Allah! Emang nggak ada yang ngebela kamu gitu?’ Tanya Diah khawatir.
‘Tidak, mereka semua takut pada Fauzi. Fauzi terkenal sangat nakal dan kalau ada yang macem-macem sama dia, dia bakal ngelaporin ke bapaknya. Bapaknya itu guru killer di SD aku.’ Jawab Henry.

Diah memandang Henry dengan iba. Betapa malang nasib orang yang duduk didepannya ini, banyak bekas luka ditubuh Henry seperti di wajah, kaki dan tangan. Sebenarnya Diah penasaran pada apa yang terjadi pada luka-luka itu, tapi dia urungkan niatnya itu.

‘Tunggu dulu, apa yang terjadi pada Fauzi setelah itu?’ Tanya Diah.
‘Apa?’ Tanya Henry.
‘Iya, pasti setelah kejadian itu, si Fauzi pasti kena masalah kan?’
‘Masalah apa?’
‘Iya masalah. Kayak dikeluarkan dari penjara lah, masuk penjara lah, masuk rumah sakit jiwa lah, atau yang lainnya gitu?’
‘Tidak ada yang terjadi pada Fauzi setelah kejadian itu.’
‘Kenapa?’ Tanya Diah heran.
‘Entahlah, katanya dia nyogok Kepsek buat tutup mulut. Gosipnya sih gitu.’ Jelas Henry.
‘Ya Allah! Gimana reaksi orang tua kamu? Pasti mereka schoked kan?’ Tanya Diah terkejut.
‘Jelas, mama aku aja sampai marahin dia abis-abisan sampai nampar dia. Fauzi malah akting kayak anak polos.’ Jelas Henry.
‘Terus? Gimana si Fauzi di hari sesudah itu?’ Tanya Diah.
‘Dia malah nyiksa aku lebih parah lagi. Katanya, ini gara-gara mama aku yang udah mempermalukan dia.’ Keluh Henry.

Diah merasa simpati pada Henry. Terbayang dalam benaknya penderitaan Henry di bully selam 6 tahun disana. Entah mengapa rasa empati muncul di hatinya. Diah menepuk pundak Henry dan tersenyum padanya, ia berkata ‘Yang sabar ya.’
Henry tersenyum pada Diah dan berkata ‘Iya.’

‘Tolong jangan berurusan dengan Fauzi lagi ya. Aku takut kamu kenapa-napa.’ Pinta Diah.
‘Itu pasti! Aku berjanji!.’ Kata Henry riang.
Mereka pun saling tersenyum satu sama lain. Aneh, baru saja mereka kenal sudah sedekat ini. Apa arti semua ini?

‘Tunggu dulu. Dimana yang lainnya?’ Tanya Henry yang menghancurkan keheningan itu.
Diah melihat sekitarnya. Trtnyata selama ini mereka hanya berdua saja.

‘Dimana yang lain? Sial, mereka malah ninggalin kita berdua disini.’ Keluh Diah.
Henry melihat jendela didepannya. Terlihat Ismail, Nada dan Fajar yang melihat mereka dari luar, mereka senyum-senyum saja melihat mereka.
Henry dan Diah melihat mereka bertiga dengan ekspresi kesal, sementara itu mereka bertiga hanya tertawa melihat mereka yang sudah tersadar dengan hilangnya mereka.

‘Beraninya kalian ninggalin kami!’ Teriak Henry dan Diah kesal.
Ismail, Nada dan Fajar langsung berlari meninggalkan mereka di UKS.
Henry dan Diah terdiam sejenak. Ternyata selama ini mereka berdua telah dikerjai oleh mereka bertiga!

‘Sepertinya, di kelas nanti bakal ada gosip besar nih.’ Keluh henry.
‘Iya, gawat nih.’ Tambah Diah.
‘Kita harus mencegah gosip ini tersebar!’ Usul Henry.
‘Kita? Biar aku aja, kamu istirahat aja disini!’ Suruh Diah.
‘Tidak!’ Tolak Henry yang sudah berdiri dari kursinya.
‘Kenapa?! Kenapa kamu masih mau ke kelas?! Apa kamu masih mau disiksa Fauzi?! Ingat janji kita hen!!’ Tanya Diah emosi.
‘Iya, aku ingat. Aku nggak peduli sama si Fauzi. Aku mau masuk kelas, karena ini hari pertamaku belajar disini.’ Jawab Henry.
Diah hanya terdiam. Dia pun bertanya ‘Emang kamu nggak apa-apa?’
Henry menggelengkan kepalanya. ‘Aku udah biasa kayak gini waktu SD.’
‘Sama si Fauzi?’ Tanya Diah.
Wajah Henry berubah menjadi datar, ia pun menganggukan kepalanya.
‘Tolong jangan berurusan dengan Fauzi ya.’ Pinta Diah cemas.
Henry mulai tersenyum dan berkata ‘Pasti.’

Mereka saling tersenyum lagi. Henry terlihat baik-baik saja, tidak ada bekas luka yang ia dapatkan tadi pagi kecuali pelipisnya yang membenjol dan badannya yang masih sakit jika badannya dipukul. Pasti tidak akan ada yang menyadari apa yang telah terjadi pada Henry.

Bel tanda masuk pun berbunyi. Diah mengajak Henry untuk pergi ke kelas, Henry mengiyakan ajakan Diah dan mereka pun berlari menuju kelas mereka.

Henry memang terlihat tenang namun, ketakutannya pada Fauzi kembali lagi. Dia membayangkan penderitaanya selama 6 tahun di SD akan terulang lagi disini. Luka lama yang ada di hati Henry  mulai terbuka lagi dan menjadi lebih parah lagi.
“Ya Allah, selamatkanlah aku.” Ucap batin Henry.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates