Senin, 09 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Pesan Terakhir

6 bulan telah berlalu. Banyak sekali yang telah terjadi, Henry menjadi Ketua OSIS dan Diah sebagai wakilnya, Ismail berpacaran dengan Nada, dan yang paling luar biasa adalah Henry mendapatkan ranking 1 disusul oleh Diah dan Hadi. Di liburan ini, mereka berempat sedang di rumah Henry untuk merayakan tahun baru. Jam sudah menunjukan pukul 23.30, mereka berempat sedang duduk-duduk di Ruang Tamu, ngobrol-ngobrol sambil makan snack yang sudah disediakan.

‘Hen, nanti kita tidur dimana?’ Tanya Diah.
‘Hah?! Kita kan bukan muhrim. Masa mau tidur bareng?’ Tanya Henry bingung. Semuanya tertawa terbahak-bahak mendengar reaksi Henry. 
‘Lumayan hen, kapan lagi?’ Sambar Ismail yang masih tertawa.
‘Maksud aku, kita itu aku sama si Nada.’ Kata Diah kesal.
‘Terus, aku sama siapa?’ Tanya Ismail.
‘Sama aku lah, jangan kira kalau kamu pacaran sama si Nada berarti kamu boleh tiduran sama dia. Kasihan dia, entar bangun-bangun bantalnya kebanjiran.’ Jawab Henry gurau.
Semuanya pun tertawa terbahak-bahak lagi.

‘Jadi, kita tidur dimana hen?’ Tanya Nada.
‘Kalian yakin mau nginap?’ Tanya Henry.
‘Iya lah, kan bahaya kalau cewekpulang malem-malem kan?’ Tambah Diah.
‘Iya sih, entar kalian ketemu nenek sihir dijalan terus dikutuk jadi terompet tahun baru gara-gara pulang sendirian.
‘Bukan!’ Kata Diah kesal.
Henry dan Ismail pun tertawa. 

‘Iya udah, tapi aku cuma ngasih tau aja kalau rumah ini angker loh.’ Kata Henry.
‘Wah? Ada setannya?’ Tanya Ismail nggak percaya.
‘Yo’i.’ Jawab Henry kalem.

‘Widih! Bisa uji nyali nih! Emang siapa setannya?’ Tanya Ismail girang.
‘Aku.’ Jawab Henry kalem.

Mereka berdua pun tertawa lepas. 2 teman perempuannya yang mulanya diam ketakutan malah jadi ikut tertawa bersama 2 teman laki-lakinya.

‘Hen, kita tidur dimana nih? Jangan bercanda terus ah.’ Tanya Diah kesal.
‘OK, OK. Di atas, di seberang kamar aku.’ Jawab Henry yang masih tertawa kecil. ‘Pada mau masuk jurusan mana nih? Kalau aku jelas mau masuk IPA!’ Lanjut Henry.
‘Sama.’ Kata mereka kompak.
‘Wah sama nih.’ Kata Henry.
‘Ya hen, tapi bantuin aku di Kimia dong.’ Kata Ismail. ‘OK.’ Jawab Henry.
‘Bantuin aku di Matematika dong hen.’ Kata Nada.
‘Sip. Tapi, bantuin aku di Fisika juga ya?’ Kata Henry.
‘OK.’ Kata Nada yang mengacungkan jempolnya pada Henry.
‘Bantuin aku di Bahasa Inggris dong hen.’ Kata Diah.
‘OK, tapi bantu aku di Biologi juga ya.’ Kata Henry.
‘OK.’ Kata Diah.

‘Udah tahun baru nih, diluar udah ada kembang api loh! Lihat yuk!’ Ajak ibu yang tiba-tiba menghampiri mereka berempat.

Mereka berempat pun langsung keluar untuk melihat indahnya kembang api yang meledak di angkasa. Mereka meniup terompet mereka masing-masing dengan riang. 
Henry mendekati Diah dan bertanya. ‘Apa keinginan kamu di tahun ini?’
‘Aku mau ibu aku sehat wal afiat.’ Kata Diah. ‘Kalau kamu?’ Lanjutnya.
‘Aku juga mau sehat terus biar bisa sekelas sama kamu di kelas IPA nanti.’ Jawab Henry.

Diah pun tersenyum pada Henry dan begitupula Henry. Malam awal tahun baru berasa sempurna bagi mereka berdua.

‘Heh, pacaran aja. Ayo masuk, udah malam nih. Kalian harus tidur sekarang.’ Kata ibu yang menepuk pundak mereka berdua.
‘Sekamar bu?’ Tanya Henry.
‘Nggak lah ngaco!’ Kata ibu.

Mereka berdua pun masuk dan mereka sadar 1 hal. Ismail dan Nada meninggalkan mereka agar Henry bisa berduaan dengan Diah. Henry terlihat kesal menyadari hal itu. Henry memasuki kamarnya dan terlihat Ismail yang sedang tiduran di kasurnya dengan senyum tengil menghiasi wajahnya. ‘Cie yang pacaran sama Diah, gimana? Udah nembak belum?’ Goda Ismail.

‘Belum.’ Jawab Henry datar.
‘Gimana sih? Aku aja udah pacaran, masa kamu nggak?’ Tanya Ismail kesal.
‘Aku takut.’ Jawab Henry datar.
‘Takut ditolak?’ Tebak Ismail.
‘Bukan.’ Kata Henry. ‘Aku takut kehilangan dia. Aku nggak mau kehilangan temen aku cuma gara-gara cinta. Aku nggak mau mengubah senyumnya menjadi kesedihan dan kebencian.’ Jelas Henry.
‘Widih, puitis banget! Habis makan buku pantun pak?’ Ledek Ismail.

Henry pun melempar bantal ke arah Ismail dan perang bantalpun terjadi di kamar mereka.

Sementara itu, Diah memasuki kamarnya dan Nada terlihat sedangnasyik membaca buku sambil tiduran. ‘Cie, yang habis mesra-mesraan sama si Henry.’  Goda Nada.
‘Apaan sih?’ Tanya Diah jutek.
‘Udah ada tanda dia mau nembak belum?’ Goda Nada.
‘Maksud kamu apa?’ Tanya Diah heran.
‘Ya, kayak tanda-tanda dia suka kamu gitulah.’ Jelas Nada.
‘Kayaknya ada.’ Kata Diah angkuh.
‘Wih, sombongnya!’ Ledek Nada.
‘Biarin.’ Ledek Diah menjulurkan lidahnya.
‘Tapi, kamu juga suka sama si Henry kan?’ Tanya Nada mulai serius.
‘Nggak lah.’ Jawab Diah datar.
‘Masa sih? Dia kan guardian angel kamu yang benar-benar mencintaimu.’ Goda Nada.
‘Kalau gitu, kenapa kamu nggak jadi pacarnya aja. Biar dia bisa jadi guardian angle kamu?’ Sindir Diah.
Sorry ya, aku udah punya Ismail.’ Kata Nada. ‘Kamu aja yang sama si Henry, udah cocok kok.’ Lanjut Nada.

Diah pun melempar bantalnya ke arah Nada. Dan keadaan rumah yang seharusnya hening malah jadi berisik gara-gara ada 2 kamar yang sedang dilanda perang bantal.

‘Tidur woy! Udah malam nih!’ Teriak ibu dari bawah. Mereka pun berhenti berperang dan kembali tidur karena ketakutan. Dan suasana rumah pun tenang seperti seharusnya.


Malam tahun baru telah berlalu, Matahari sudah menyinari hari yang baru. Anak-anak turun dari kamarnya sambil membawa tasnya masing-masing, kecuali Henry. Mereka berempat berjalan menuju ruang makan untuk berpamitan dengan ibu. Terlihat ibu sedang duduk di kursi makan dengan 1 buah bungkus plastik yang terlihat penuh diatas meja makan.

‘Bu, pamit dulu yah.’ Kata Ismail.
‘Eh? Udah mau pulang? Sarapan dulu yuk! Tante udah beli bubur buat sarapan nih.’ Ajak ibu sambil menunjuk-nunjuk plastik itu.

‘Makasih tante. Tapi, ibu udah nunggu dirumah.’ Tolak Diah sopan.
‘Oh, yaudah deh.’ Kata ibu. ‘Kalian tahu jalan pulang?’ Tanya ibu.
‘Tahu tante, kan ada Ismail.’ Jawab Nada.
‘Kalau Diah?’ Tanya ibu melirik Diah.
‘Saya tahu kok tante. Saya sendiri aja nggak apa-apa kok.’ Jawab Diah ramah.
‘Dianterin Henry aja ya?’ Bujuk ibu. 
Henry terlihat kaget bercampur malu mendengar itu. Mukanya agak memerah sedikit.

‘Nggak usah tante. Takut ngerepotin.’ Tolak Diah ramah.
‘Udah ah, dianterin Henry aja ya?’ Bujuk ibu. ‘Hen, anterin Diah ke rumahnya gih.’ Suruh ibu.
‘Iya bu.’ Kata Henry. Henry pun segera ke kamarnya untuk mengambil ongkos dan jaketnya.
‘Ambil ini. Buat dimakan di rumah.’ Kata ibu sambil membagikan masing-masing 1 bungkus bubur.
‘Makasih tante. Assalamualaikum.’ Kata mereka bertiga.

Diah dan Nada pun keluar sementara itu, Ismail sedang mengeluarkan motornya dari dalam rumah Henry. Setelah sekian lama, akhirnya Henry dan Ismail keluar juga. Ismail sudah menyalakan motornya dan Nada duduk di belakangnya.

‘Duluan ya!’ Kata Ismail.
‘OK.’ Balas Henry sambil melambaikan lengannya.
Ismail dan Nada pun meninggalkan mereka berdua. Henry menoleh pada Diah dan bertanya. ‘Nggak apa-apa kalau kita naik angkot? Tenang, aku yang ongkosin.’

‘Nggak apa-apa.’ Jawab Diah.
‘Tapi, kita harus jalan dulu sampai depan gang. Nggak apa-apa kan?’ Tanya Henry.

Diah hanya menganggukan kepalanya. Mereka berdua pun nerjalan menuju depan gang. Sepanjang jalan, Diah pun bertanya pada Henry untuk melepas kebosanan. ‘Kenapa kamu nggak pake motor?’
‘Aku kasihan sama ibu aku. Motor kan mahal.’ Jawab Henry.
‘Emangnya kerjaan ibu kamu apa?’ Tanya Diah.
‘Translator.’ Jawab Henry.
‘Bisa beli motor dong kalau gitu. Gaji Translator kan gede. Atau ibu kamu emang pelit?’ Tanya Diah gurau.

Henry pun tertawa dan menjawab. ‘Iya sih, tapi umur aku masih 15 tahun. Kan yang boleh naik motor itu minimal harus 17 tahun kan? Ibu aku nggak pelit kok, akunya aja yang nggak mau dibeliin motor.’

Diah hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Tak terasamereka sudah berada di depan Gang lagi. Henry menanyakan dimana Diah tinggal tapi, tiba-tiba Diah menghentikan sebuah Angkot dan menaikinya, Henry pun mengikuti Diah.

Mereka berhenti di sebuah gang dan Diah langsung bergegas masuk gang itu, Henry cepat-cepat memberikan ongkosnya ke si supir dan langsung berlari untuk mengejar Diah sambil berteriak dengan kelelahan. ‘Diah, tunggu!’

Diah berhenti sejenak untuk menunggu Henry yang mengejarnya dengan susah payah. Henry berhasil mendekati Diah dengan nafas yang sudah terengah-engah akibat kelelahan mengejar Diah.

‘Kenapa buru-buru sih?’ Tanya Henry dengan nafasnya yang masih belum beraturan.

Tiba-tiba hujan turun dengan lebat. ‘Takut hujan tau. Gara-gara nunggu kamu, kita jadi kehujanan kan?’ Kata Diah kesal.

‘Oh, gara-gara ini toh? Ya udah  ayo jalan.’ Ajak Henry sambil melepaskan jaketnya dan mengenakannya pada Diah. ‘Hei? Kenapa? Ini kan jaket kamu.’ Tanya Diah terkejut.
‘Tidak adil kalau hujan aku pake jaket sementara kamu nggak kan? Ibu aku yang ngajarin tata krama itu.’ Jelas Henry.

Diah hanya tersenyum malu dan langsung mengajak Henry untuk kembali berjalan. Mereka pun kembali berjalan ke rumah Diah.


Sesampainya disana, mereka melihat ibu Diah sedang membaca majalah dengan asyiknya di sofa. Ibu Diah melihat mereka berdua berdiri di depan pintu, dia agak batuk dan dengan senangnya ia berkata. ‘Eh, Diah udah pulang? Ayo masuk, ganti baju kamu.’

Diah menganggukan kepalanya dan segera melepas jaket Henry dan menggantungkannya di pintu dan dia pun pergi ke kamarnya untuk ganti baju. Ibu Diah melihat Henry yang masih berdiri disana sambil bersin-bersin. Melihat itu, dia mempersilahkan Henry masuk. Henry masuk dengan segannya dan duduk di kursi di sebelah sofa yang diduduki ibu Diah. ‘Diah, kalau udah ganti baju, buatin teh hangat buat teman kamu ya.’ Kata ibu Diah dengan nada keras.

‘Iya bu.’ Jawab Diah dari kamarnya.
‘Jadi, nak Henry.’ Kata ibu Diah membuka percakapan.
‘Iya tante?’ Kata Henry.
‘Menurut Henry, Diah itu kayak gimana?’ Tanya ibu Diah penasaran.
‘Diah itu cewek yang baik kok bu.’ Jawab Henry santai.

Tiba-tiba Diah datang membawa nampan dengan 2 cangkir teh hangat. Dia meletakan cangkir itu di atas meja mendekati ibunya dan Henry. Karena kedinginan, Henry langsung meminum teh itu dengan terburu-buru. ‘Henry suka sama Diah nggak?’ Tanya ibu Diah.

Tiba-tiba Henry memuntahkan tehnya sampai jatuh ke baju dan celananya karena kaget pada apa yang baru ditanyakan oleh ibu temannya ini.

‘Loh, ditanya kok gitu?’ Tanya ibu Diah.
‘Ibu apa-apaan sih?’ Tanya Diah kesal.
‘Ibu cuma nanya doang kok.’ Jawab ibu Diah dengan polosnya.

Henry terbatuk-batuk dan merasa perut dan pahanya kepanasan gara-gara teh yang ia muntahkan itu.

‘Diah, kamu istirahat dulu aja ya. Kamu pasti kecapean kan?’ Suruh ibu Diah.
‘Henry gimana?’ Tanya Diah.
‘Udah kamu tidur aja.’ Kata ibu Diah memaksa.

Diah pun berjalan ke kamarnya untuk istirahat. Henry sudah terlihat baik-baik saja. ‘Pertanyaan tante belum dijawab loh.’ Kata ibu Diah.

Muka Henry pun memerah. Dia pun menghela nafasnya dan dengan malu-malu, ia berkata. ‘I, iya bu.’

‘Sudah tante duga.’ Kata ibu Diah yang sudah merasa menang.
‘Kenapa tante tahu?’ Tanya Henry penasaran.

Ibu Diah batuk-batuk lagi. Ia pun menjawab. ‘Dari aksi nekat kamu nyelametin Diah itu. Tante yakin, kamu nyelametin dia karena suka kan?’

Henry hanya terdiam, mukanya pun makin memerah. Ibu Diah mulai batuk-batuk lagi dan berkata. ‘Kondisi tante saat ini benar-benar lemah. Jadi, kalau tante sudah mati, tolong jaga Diah ya.’

‘Hush, jangan bilang gitu tante! Pamali.’ Bentak Henry.
‘Tapi kamu memang suka kan?’ Tanya ibu Diah.
‘Iya sih tapi, saya nggak berani nembak. Pasti dia bakal nolak saya dan memusuhi saya.’ Kata Henry malu.
‘Diah itu anak baik kok. Tante yakin, dia pasti bakal nerima Henry apa adanya.’ Hibur ibu Diah.

Henry pun mulai tersenyum.

‘Tolong jaga Diah ya.’ Kata ibu Diah.

Hujan sudah reda, Henry menoleh keluar dan menoleh lagi ke ibu Diah. ‘Pasti! Saya pamit dulu ya bu. Assalamualaikum.’ Kata Henry yang sudah moodnya sudah kembali membaik.

‘Waalaikum salam.’ Kata ibu Diah.

Henry berdiri dari kursinya dan meraih jaketnya. Dia membuka pintu dan dia menoleh lagi ke ibu Diah.

‘Titip salam ke Diah ya tante.’ Kata Henry.

Ibu Diah menganggukan kepalanya dan berkata ‘OK.’ Henry tersenyum padanya dan segera pulang meninggalkan rumah Diah.


Henry sudah pulang. Dia berjalan agak lunglai dan terbaring ke sofa, nafasnya terengah-engah dan ia merasa sangat kepanasan. Ibu yang melihat itu, bergegas menghampiri anaknya  dan segera membawanya ke kamarnya.

Ibu merawat anaknya dengan penuh kasih sayang. Kompres sudah menutupi kening Henry, bubur sudah disiapkan dan obat sudah disiapkan.
Ibu duduk disebelah anaknya dan bertanya. ‘Tadi kamu hujan-hujanan ya?’
Henry menganggukan kepalanya. ‘Kenapa kamu hujan-hujanan?’ Tanya ibu khawatir.
‘Henry ngasih jaket Henry ke Diah biar Diah nggak kehujanan bu. Kan ibu yang ngajarin Henry buat gitu kan?’ Jelas Henry.

Ibu langsung mengecup pipi anaknya karena bangga pada anaknya yang gentle ini. Henry pun tersenyum karena senangnya.

‘Gitu dong anak ibu. Ingat, melindungi perempuan itu sama seperti melindungi ibu. Mengerti?’ Kata ibu dengan bangganya.
‘Iya.’ Jawab Henry senang.

Tiba-tiba wajah ibu berubah menjadi datar saat melihat bekas luka Henry yang sudah menggembung. Ibu menyuruh anaknya untuk berdiri dari kasurnya. Ibu mencoba menekan-nekan bekas luka yang menggembung itu.

‘Gimana rasanya? Sakit nggak?’ Tanya ibu khawatir.
‘Nggak.’ Jawab Henry datar.

Ibu merasa takut. Dia teringat pada perkataan Dokter itu bahwa ada tumor di dalam luka itu.

Ibu pun menghela nafasnya dan berkata. ‘Hen, ibu mau jujur. Sebenarnya kamu harus tahu ini sejak 6 bulan yang lalu.

Henry menganggukan kepalanya. 
‘Ada tumor di bekas luka kamu. Dan itu harus dioperasi biar tumor itu bisa diangkat.’ Jelas ibu.
‘Kapan Henry bakal di operasi?’ Tanya Henry.
‘Insyaallah bulan depan, pas ibu gajian. Apa kamu siap?’ Tanya ibu.
Henry menelan air liurnya. Ia terlihat bimbang dan ketakutan.

‘Henry?’ Kata ibu.
‘Insyaallah aku siap bu.’ Kata Henry agak ketakutan.

Ibu memeluk anaknya yang terlihat ketakutan. Dia mengeluarkan air matanya dan berkata. ‘Tenang aja hen, kamu pasti bakal baik-baik aja kok.’

Henry pun mengeluarkan air matanya. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya bisa menganggukan kepalanya saja.


Henry sedang berbaring di kasurnya. Dia terlihat bimbang memikirkan operasi itu. Dia mengusap-usap bekas lukanya yang mengembung itu dengan sedih.

“Apa aku akan baik-baik saja?” Pikirnya.

Henry memang takut pada operasi. Dia selalu melihat berita-berita mengenai mal praktek yang berujung kematian. Bagaimana jika itu terjadi pada Henry?
Henry mencoba menutup matanya. Mencoba untuk tidur, untuk menenangkan pikirannya. Setelah sekian lama, tiba-tiba Henry terbangun.  Jam sudah menunjukan jam 1 pagi. Henry mendapatkan mimpi buruk lagi.

Dia sedang tertidur di ruang yang serba putih. Ia dikelilingioleh orang-orang yang berpakaian abu-abu dan bermasker. Mereka sedang mengoperasi bekas luk Henry dan Henry hanya bisa diam karena ia telah dibius. Tiba-tiba terjadi mati lampu di tengah-tengah operasi dan........ 1 dari mereka tak sengaja menyayat pipi Henry karena terkejut.

Henry benar-benar ketakutan pada mimpi itu. Bagaimana jika mimpi itu adalah suatu tanda seperti mimpinya tentang Fauzi? Apakah ini akan menjadi kenyataan?

“Aku harus beritahu perasaanku pada Diah sebelum itu terjadi!” Pikir Henry.

Setelah menenangkan diri. Henry pun kembali tidur.


Sementara itu, ibu sedang duduk di kursinya. Memikirkan tentang operasi Henry.

“Bulan depan? Bagaimana aku bisa mengumpulkan banyak uang dalam waktu 1 bulan?” Pikir ibu.

Ibu pun meraih HPnya dan menelepon seseorang.

‘Halo..?’ Kata orang di seberang telepon sana.
‘Halo Haris.’ Kata ibu. ‘Ganggu nggak?’ Tanyanya.
‘Nggak kok. Ada apa ya?’ Tanya Haris.
‘Aku pikir, aku bakal terima tawaran kamu itu.’ Kata ibu agak bimbang.
‘Tawaran itu ya? Kamu yakin mau ngelakuin itu?’ Tanya Haris.
‘Udah deh. Kapan kita bisa ketemuan?’ Tanya ibu resah.
‘Di rumah aku aja. Jam 5 sore tanggal 6 Januari.’ Jelas haris.
‘Bisa aku ambil uangnya langsung?’ Tanya ibu.
‘Tentu.’ Kata Haris.
‘OK, kita ketemu disana jam 5, tanggal 6 ya.’ Kata ibu.
‘OK.’ Kata Haris. Haris pun menutup teleponnya.

Ibu mulai menangis. Salah satu hal terpentingnya akan segera hilang untuk selamanya. Tapi, ini semua demi anak semata wayangnya. Seorang ibu pasti akan mempertaruhkan segalanya asalkan anaknya baik-baik saja.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates