‘Halo…’ Kata Bu Kokom.
‘Halo, ini dengan
ibu Diah. Saya mau tanya bu.’ Kata wanita di seberang telepon itu.
‘Iya bu. Boleh.’
Jawab bu Kokom.
‘Apa ada jam
tambahan di sekolah bu?’ Tanya ibu Diah.
‘Nggak. Semuanya
sudah pulang bu.’ Jawab bu Kokom keheranan.
‘Kok anak saya
belum pulang ya bu?’ Tanya ibu Diah khawatir.
‘Saya juga tidak
tahu bu. Diah sudah tidak ada di kelasnya sejak jam istirahat. Tapi tidak ada
laporan ada yang keluar pas jam istirahat bu.’ Jawab bu Kokom khawatir.
‘Terus? Anak saya
gimana bu? Saya telepon nggak diangkat, SMS juga nggak dibales bu.’ Tanya ibu
Diah khawatir.
‘Maaf bu, saya
akan berusaha mencari Diah. Saya janji bu.’ Kata bu Kokom.
‘Maaf, maaf. Maaf
nggak bisa balikin anak saya bu! Sekolah macam apa ini?! Apa tiap tahunnya ada
anak yang tiba-tiba menghilang begitu saja?’ Kata ibu Diah emosi.
‘Gini aja bu,
saya akan lapor polisi untuk mencari Diah. Biar pihak sekolah yang mecari Diah
ya bu. Gimana?’ Tawar bu Kokom yang berusaha mencairkan suasana.
‘Ya terserah deh!
Yang jelas anak saya bisa pulang!’ Kata ibu Diah marah sambil membanting
teleponnya. ‘Yah, gimana nih? Diah nggak ada di sekolah.’ Keluh ibu Diah
menoleh pada pria yang sedang membaca koran itu.
Pria itu
membanting korannya dan berkata. ‘Udah deh bu, kita lapor polisi aja! Nggak
mungkin Diah masih main malam-malam begini.’
‘Nggak yah! Biar
ibu yang cari Diah.’ Kata ibu Diah khawatir.
Suaminya memegang
lengan istrinya dan membujuknya. ‘Jangan! Ibu masih sakit, mending kita diam
disini dan membiarkan polisi yang nyari Diah ya?’
‘Tapi Diah gimana
yah? Apa dia udah makan? Diah pasti kenapa-napa diluar sana yah.’ Kata ibu Diah
cemas.
‘Ibu juga ingat
sama kesehatan ibu! Ayah juga khawatir. Ayah yakin Diah baik-baik saja disana,
kita serahkan pada Allah saja ya bu.’ Bujuk ayah Diah.
‘Masa kita harus
pasrah aja yah?’ Keluh ibu Diah.
‘Ayah akan lapor
polisi. Besok kita cari Diah ya? Diluar dingin, nanti penyakit ibu tambah parah
lagi.’ Hibur ayah Diah.
Ibu Diah
menganggukan kepalanya dan langsung berjalan ke kamarnya untuk beristirahat.
Dia bisa mendengar suaminya sedang menelepon polisi dari balik kamarnya. Ibu
Diah hanya berbaring pasrah diatas ranjangnya. Kalau saja dia masih sehat, dia
pasti sudah keluar rumah untuk mencari putri semata wayangnya yang hilang itu.
“Diah, cepat
pulang nak. Jangan buat ibu khawatir.” Ucap batin ibu Diah sampai-sampai
mengeluarkan air matanya.
Sementara itu, bu
Kokom sedang membereskan mejanya di ruang guru. Ruang guru sudah sepi karena
guru-guru yang lain sudah pulang dan hanya bu Kokom yang belum pulang.
“Kenapa Diah
belum pulang ya? Tasnya juga sudah hilang sejak jam istirahat. Apa ini ada
kaitannya dengan masalah Henry? Tidak, aku tidak boleh su’udzon. Lagipula,
bukan cuma Diah yang hilang. Fauzi, Hadi dan Fajar juga hilang.” Pikir bu
Kokom.
Bu Kokom meraih
tasnya dan keluar dari ruang guru. Dia bergegas ke gerbang sekolah dan terlihat
seorang pria tua berseragam Satpam sedang duduk beristirahat di dalam sebuah
pos di samping gerbang sekolah. Bu Kokom menghampiri dan berkata. ‘Maaf ya pak
Yayan, sampai bikin bapak nunggu disini sampai malam gini.’
Pria itu berdiri
dari kursinya dan tersenyum ramah pada bu Kokom dan berkata ‘Nggak apa-apa bu.
Memang sudah tugas saya menjaga sekolah ini sampai kosong.’
‘Pak Yayan
yakin,nggak lihat ada anak baru yang keluar pas jam istirahat?’ Tanya bu Kokom.
‘Sumpah bu, saya
nggak liat seorang anak pun yang keluar dari gerbang pas jam istirahat.’ Jawab
pak Yayan. ‘Tapi, semua staff kebersihan juga hilang loh bu, bukan cuma
anak-anak itu. Lebih baik kita lapor polisi bu.’ Lanjut pak Yayan.
‘Sudah pak, tapi
mereka bisa datang besok.’ Kata bu Kokom.
‘Dasar polisi
jaman sekarang. Yaudah deh, ibu pulang saja ya, biar saya cek sekolah dulu.
Pasti mereka ada di sekitar sini, tidak mungkin mereka ada di luar karena jalan
keluar dari sekolah ini cuma gerbang ini saja.’ Usul pak Yayan kesal.
‘Emang nggak
apa-apa pak? Nanti istri dan anak bapak khawatir lagi.’ Tanya bu Kokom khawatir.
‘Tenang aja bu!
Ibu pulang aja deh.’ Jawab pak Yayan ramah.
Bu Kokom pun
pergi meninggalkan pak Yayan untuk pulang. Pak Yayan meraih senternya dan
berjalan menyusuri sekolah untuk mencari anak-anak dan para staff kebersihan
yang menghilang secara misterius. Setelah pak Yayan berada di sekitar gudang,
belakang kepala pak Yayan terasa ditembak oleh batu. Pak Yayan melihat
sekitarnya tapi, dia tidak melihat siapa-siapa disekelilingnya. Saat pak Yayan
kembali berjalan, tiba-tiba belakang kepalanya dipukul dengan keras hingga
membuat pak Yayan pingsan.
‘Sekap tua bangka
ini!’ Suruh orang yang memukul pak Yayan.
Temannya hanya
menganggukan kepalanya dan menyeret pak Yayan yang sedang pingsan itu ke suatu
tempat.
Keesokan harinya.
Henry sedang berjalan menuju sekolahnya dengan ketakutan yang menghantui
pikirannya, sepanjang jalan ia hanya berpikir bagaimana caranya mengalahkan
Fauzi. Sekian lama ia berjalan, langkahnya terhenti di gerbang sekolah. Dia
melihat sebuah mobil polisi ada di tempat parkir sekolah.
‘Ada apa ini?’
Kata Henry bingung.
Henry pun mulai
berlari sampai lapangan. Dia melihat bu Kokom sedang berbicara dengan seorang
polisi, Henry terlihat resah.
“Apa sekolah tahu
kalau Diah ada disini?” Pikir Henry.
Henry pun
berjalan menuju kelasnya. Tidak ada siapa-siapa di kelasnya, seperti biasa,
Henry datang kepagian lagi. Dia pun duduk di kursinya dan mulai berpikir.
“Kalau si Fauzi
mengurung Diah di gudang, harusnya Diah sudah ketahuan sama sekolah kan? Tidak
mungkin tidak ada yang membuka gudang selain Fauzi. Apa sih kerjaan staff kebersihan
di sekolah ini?” Pikir Henry kesal.
Tiba-tiba lamunan
Henry dikacaukan oleh seseorang yang tiba-tiba menepuk pundaknya.
‘Pagi-pagi udah
melamun aja. Entar kesambet loh.’ Kata orang itu gurau.
Henry pun menoleh
ke orang itu dan berkata ‘Ngagetin aja kamu mail.’
‘Hehehe. Maaf
deh. Eh, gimana kemarin? Diah udah maafin kamu?’ Tanya Ismail.
‘Belum, kayaknya
dia masih marah deh.’ Kata Henry lesu.
‘Kayaknya nggak
deh.’ Potong Nada yang tiba-tiba ada di belakang Ismail.
‘Nada? Sejak
kapan kamu ada di belakang aku?’ Tanya Ismail kaget.
‘Kamu nggak inget
ya? Kita kan udah barengan dari gerbang tadi.’ Jelas Nada.
‘Oh iya ya,
Kayaknya kita jodoh ya? Segala bareng mulu.’ Goda Ismail.
‘Udah deh
pacarannya. Kenapa kamu bilang gitu nad?’ Tanya Henry yang merusak pertengkaran
konyol mereka berdua.
‘Apaan sih? Aku
tau kalau Diah bukan cewek kayak gitu.’ Jawab Nada.
‘Tau dari mana?
Kalian kan masih baru jadi temen kan?’ Sindir Ismail.
‘Kita kan teman 1
SMP ya udah nggak aneh kan kalau aku lebih kenal dari kalian.’ Jawab Nada bete.
‘Oh.’ Kata Ismail
salah tingkah.
‘Kayaknya dia
diculik deh, kamu lihat ada mobil polisi yang ada di tempat parkir kan? Kemarin
juga dia nggak ada di rumahnya.’ Jelas Nada.
‘Kayaknya Fauzi
dalangnya deh. Dia juga hilang di jam istirahat kan?’ Tambah Ismail.
‘Kalian berdua
kayak detektif aja deh. Nggak mungkin si Diah diculik, emang dia anak kecil?
Emang buat apa si Fauzi nyulik si Diah? Nggak ada kerjaan amat kayaknya.’ Kata
Henry bete.
‘Terus? Ngapain
tuh mobil polisi parkir di sekolah?’ Tanya Nada.
‘Aku nggak tahu.
Udah deh, aku mau ke kantin dulu ah.’ Kata Henry pergi meninggalkan mereka
berdua.
“Darimana mereka
tahu? Apa aku harus beritahu mereka apa yang sebenarnya terjadi? Tidak, ini
urusanku, mereka tidak ada kaitannya dengan ini. Yang terpenting adalah, Diah
harus selamat. Dia tidak ada kaitannya dengan semua ini.” Pikir Henry.
Ismail dan Nada
merasa heran pada sikap aneh Henry hari ini.
‘Ada yang aneh
sama si Henry.’ Kata Nada.
‘Aneh apanya?’
Tanya Ismail.
‘Dia kayak
nyembunyiin sesuatu gitu lah.’ Jawab Nada.
‘Nyembunyiin
apa?’ Tanya Ismail makin penasaran.
‘Kayaknya ada
sesuatu deh, kayaknya tentang si Diah. Mukanya keliatan panik pas aku
nanya-nanya soal si Diah.’ Jelas Nada.
‘Benar juga ya?
Apa kamu pikir Henry yang nyulik si Diah?’ Tanya Ismail.
‘Ngaco kamu!
Ngapain dia nyulik si Diah?’ Kata Nada kesal. ‘Tapi kayaknya ada sesuatu deh,
gimana kalau kita buntuti si Henry pas pulang sekolah?’ Usul Nada.
‘Kayaknya kamu
kebanyakan nonton “Detective Conan” deh.’ Sindir Ismail.
‘Mau nggak?’
Tanya Nada kesal.
‘Iya deh.’ Kata
Ismail bete.
Kelas benar-benar
kondusif. Pria berkumis tebal itu sedang serius menerangkan materinya di depan
kelas. Para murid terlihat serius mendengarkan dan menulis materi dari pria
itu. Henry terus saja melihat kursi Diah yang kosong.
“Bersabarlah
Diah, aku akan menyelamatkanmu!” Ucap batin Henry.
Tiba-tiba
terdengar pintu diketuk cukup keras. Pria itu membuka pintu dan telihat seorang
ibu-ibu yang bertubuh tambun dan berkacamata berdiri di hadapan pria itu.
‘Maaf pak Heri,
apa saya ganggu?’ Tanya ibu itu sopan.
‘Oh, bu Eli?
Nggak kok, ada apa ya?’ Tanya pak Heri ramah.
‘Ada sedikit
pengumuman. Boleh saya masuk?’ Tanya bu Eli.
‘Silahkan bu.’
Kata pak Heri mempersilahkan bu Eli masuk dengan ramahnya.
Bu Eli pun masuk
ke kelas dan berdiri di depan mereka.
‘Kenapa bu Eli
datang ya? Apa ini soal si Diah?’ Bisik Ismail.
‘Aku nggak tahu.’
Jawab Henry ketus.
Ismail pun mulai
diam. Dia pikir Henry masih kesal dengan kejadian tadi pagi.
‘Kalian mungkin
tahu, beberapa teman kalian tidak masuk hari ini…’ Kata bu Eli.
“Diah! Ternyata
sekolah sudah tahu!” Ucap benak Henry terkejut.
‘Diah, Fauzi dan
Hadi. Orang tua mereka cemas karena mereka bertiga belum pulang dari kemarin.
Mereka juga sudah hilang dari kemarin, tepatnya saat jam istirahat. Dan anehnya,
semua staff kebersihan dan kak Fajar juga menghilang. Bagi yang punya petunjuk
atau informasi yang berkaitan dengan ini, tolong beri tahu ibu di TU ya.’ Jelas
bu Eli.
“Kak Fajar dan semua
staff juga hilang?! Berarti, Diah sudah seharian disana!! Kurang ajar!! Awas
kamu Fauzi!” Ucap benak Henry marah.
Ismail yang
melihat raut wajah Henry yang berubah menjadi kesal, dia semakin yakin bahwa
Henry menyembunyikan sesuatu.
‘Henry.’ Panggil
bu Eli.
‘Iya bu.’ Jawab
Henry terkejut.
‘Ikut ibu ke
ruang TU sekarang!’ Perintah bu Eli.
‘Iya bu.’ Jawab
Henry yang sudah keluar dari bangkunya.
Bu Eli pun pamit
pada pak Heri dan keluar kelas diikuti oleh Henry.
Sementara itu,
Ismail langsung meraih tas Henry dan merogohnya untuk mengambil HP Henry.
Setelah HP Henry didapatkan, is langsung mengecek inboxnya, Ismail terkejut melihat SMS yang dikirim oleh Fauzi kemarin.
“Begitu ya?
Pulang sekolah, di gudang? Sebaiknya aku beritahu Nada soal ini.” Pikir Ismail.
Ismail pun
mengembalikan HP Henry ke tempatnya semula.
Bel tanda pulang
pun sudah berbunyi. Semuanya sudah pulang kecuali Henry yang masih duduk di
kursinya. Dia tertunduk ke mejanya dia teringat saat kejadian di TU tadi, 1 jam
dia diintrogasi oleh bu Eli dan polisi yang dia lihat tadi, dan dia hanya bisa
menjawab “tidak” saja. Dia terbangun dari lamunannya dan melihat sekelilingnya
sambil berdiri dari kursinya. Dia mengikatkan jaketnya di sekeliling bawahan
perutnya seperti layaknya sabuk, dia menyelipkan sebuah penggaris besi di celah
antara jaket dan perutnya disamping kiri dan kanan.
‘Diah, tunggu
aku.’ Kata Henry pelan.
Henry pun
meninggalkan kelasnya dan pergi ke gudang sekolah diikuti Ismail dan Nada yang
membututi Henry.
Henry sudah ada
di depan gudang. Ismail dan Nada bersembunyi sambil melihat Henry di balik
semak-semak yang ada di teras kelas.
‘Perang akan
dimulai!’ Kata Ismail.
‘Iya, sepertinya
Henry sudah siap.’ Tambah Nada. ‘Saat mereka sedang sibuk berkelahi, kita
selamatkan Diah terus kita beri tahu sekolah ya. Mengerti?’ Jelas Nada.
Ismail
menganggukan kepalanya dan kembali melihat Henry.
‘Fauzi! Dimana
kamu?!’ Teriak Henry marah.
‘Disini!’ Teriak
Fauzi yang tiba-tiba berlari keluar dari gudang sambil bersiap menyerang Henry
dengan sebuah tongkat besi. Henry pun langsung mengeluarkan kedua penggarisnya
secara menyilang untuk menahan serangan tongkat besi Fauzi.
Mereka pun saling
mengunci dengan senjatanya masing-masing. Fauzi menujukan senyum “setan”nya
pada Henry dan Henry membalasnya dengan tatapan penuh kebencian. Inilah
kesempatan Henry untuk menghentikan penderitaannya dan ketakutannya pada Fauzi.
Henry harus melawan rasa takutnya dengan memenangkan pertempuran ini.
Dan perang pun
dimulai!
0 komentar:
Posting Komentar