Jumat, 13 Juni 2014

The Ugly Guardian Angel : Jangan Menangis Didepanku

Henry sedang terbaring pasrah di sebuah ranjang. Sekitarnya gelap, ia hanya melihat lampu yang menyilaukan matanya. ‘Tenang dek, ini tidak akan lama kok.’ Kata seseorang yang memakai baju abu-abu dan bermasker di sampingnya.

Henry hanya terdiam, dia hanya bisa pasrah saja. Dia sempat hendak menghubungi teman-temannya untuk minta maaf namun, dia mengurungkan niatnya karena dia yakin mereka masih marah padanya. Bayang-bayang mimpi itu masih menghantuinya sampai sekarang. Dia hanya bisa berpasrah diri saja.

Dia teringat pada kebodohannya kemarin. Jika saja dia tidak menembak Diah, pasti mereka bertiga sudah ada di ruang tunggu menunggu Henry selesai operasi. Tapi, itu semua sudah terjadi dan tidak berguna jika terus menyalahkan kesalahan di masa lalu.

Henry teringat pada fotonya dengan Diah itu. Diah terlihat sangat bahagia sekali. Henry sangat senang melihat Diah yang ceria seperti itu tapi, sepertinya dia tidak akan melihat itu untuk selamanya.

“Aku harap mimpi itu hanyalah mimpi biasa. Aku masih punya ibu.” Ucap benak Henry.

Orang-orang berpakaian serba abu dan bermaskerpun mengeliling Henry.
‘ade tidur dulu ya.’ Kata salah satu dari mereka sambil membius Henry dan operasi pun dimulai.


Setelah sekian lama, Henry pun terbangun. Dia melihat sekitarnya putih, dia tidak merasakan dingin karena itu bukanlah salju. Tiba-tiba muncullah kabut putih dan ia melihat bayangan seseorang di balik kabut itu. ‘Henry!!’ Panggil orang itu.
Henry mengenal suara itu. Sudah lama ia tidak mendengar suara itu dan mustahil jika orang itu masih hidup. ‘Ayah?’ Kata Henry heran.
‘Kemari nak!’ Suruh orang itu.
‘Ayah!’ Kata Henry terkejut. Dia langsing berlari menghadang kabut itu untuk menemui ayah tercintanya.


Dan benar saja, orang itu adalah anaknya. Wajahnya mirip Henry, tubuhnya tinggi dan ia mengenakan baju serba putih.

‘Ayah?! Apa ini benar-benar ayah?!’ Tanya Henry tidak percaya.
‘Iya nak. Ini ayah.’ Kata orang itu mantap.

Henry memeluk ayahnya dengan erat sambil mengeluarkan air matanya. Ayah melepaskan pelukannya. Ia tersenyum pada anaknya dan bertanya. ‘Apa kabar hen? Apa ibu sehat?’

Henry mengusap air matanya dan menganggukan kepalanya dengan canggung.

‘Ayo ikut ayah.’ Ajak ayah.

Ayahpun berjalan diikuti Henry. Mereka menyusuri padang putih itu bersama-sama. Ditengah perjalanan, Henry bertanya. ‘Ayah, sebenarnya kita dimana?’
‘Ayah juga nggak tau.’ Jawab ayah datar.
‘Terus? Ayah mau ngajak aku kemana?’ Tanya Henry.
‘Ayah mau cari jalan keluar.’ Jawab ayah. ‘Ayah udah liat semuanya. Kamu udah jadi orang yang hebat! Ayah benar-benar bangga hen.’ Lanjut ayah sambil mengusap-usap rambut anaknya.
‘Kok ayah tau?’ Tanya Henry heran.
‘Ayah memang sudah mati, tapi ayah selalu ada di hati kamu.’ Jawab ayah yang tidak sadar sudah keceplosan.

‘Tunggu dulu.’ Kata Henry. ‘Kalau ayah udah mati, berarti aku....’
‘Iya, kamu udah mati nak.’ Kata ayah datar.

Henry pun schoked. Ia pun menangis karena tidak percaya bahwa ia sudah mati. 

‘Nggak mungkin! Apa mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan?’ Tanya Henry yang masih menangis.
‘Nggak, Rumah Sakit itu kebakaran akibat radiasi HP di Ruang Operasi.’ Jelas ayah.
‘Ibu gimana? Apa ibu selamat?’ Tanya Henry panik.
‘Alhamdulillah ibu selamat. Tapi, ibu benar-benar schoked.’ Jelas ayah.

Henry menangis makin menjadi-jadi. Ayahnya pun menggenggam pundak putranya dan berkata dengan lembut. ‘Nak, kematian bukanlah hal yang bisa dihindari. Bahkan seorang Dokter seperti ayah juga tidak dapat menghindari kematian. Mengerti?’

Henry menganggukan kepalanya.

‘Ayo ikut ayah! Ada sesuatu yang ingin ayah tunjukan.’ Kata ayah sambil menggendong putranya.

Henry mengiyakan ajakan ayahnya.Setelah sekian lama berjalan, ayah pun menurunkan Henry. ‘Kita sudah sampai.’ Kata ayah.

Henry melihat sebuah gerbang batu berbentuk persegi dengan cahaya didalamnya. ‘Apa ini ayah?’ Tanya Henry.
‘Ini adalah Gerbang Dimensi. Gerbang penghubung dunia nyata dan dunia kita.’ Jelas ayah.
‘Berarti, kita bisa melihat keadaan ibu saat ini.’ Kata Henry.
‘Pintar kamu.’ Puji ayah.
‘Tapi, aku nggak tau udah berapa lama aku tertidur. Jangan-jangan ibu udah berubah jadi nenek-nenek lagi.’ Kata Henry cemas.

Ayah pun tertawa dan berkata. ‘Inilah bagusnya gerbang ini. Kita bisa pergi ke masa kini, masa lalu, bahkan masa depan!’

Henry pun terkagum-kagum pada Gerbang Dimensi ini. ‘Bagaimana cara menggunakannya?’ Tanya Henry.

‘Tutup matamu dan bayangkan waktu dan tempatnya.’ Jawab ayah.
Henry menganggukan kepalanya. Dia dan ayahnya mendekati Gerbang Dimensi. ‘Bayangkan sekarang Henry! Pada hitungan ke-3 kita akan masuk bersama-sama!’ Jelas ayah memegang pundak putranya.

Henry mengiyakan instruksi dari ayahnya. Dia menutup matanya, membayangkan tempat dan waktunya. Ayahnya  menghitung sampai 3 dan mereka berdua pun memasuki Gerbang Dimensi.


Mereka berdua tiba di Ruang Operasi. ‘Ini kan Ruang Operasi. Kenapa kamu mau ke sini?’ Tanya ayah.

‘Aku mau tahu bagaimana aku mati yah.’ Jawab Henry tegang. ‘Lebih baik kita sembunyi, nanti ada yang liat kita lagi.’ Lanjut Henry.

Ayah hanya tertawa lepas dan berkata. ‘Hey, kita ini sudah mati, kita udah jadi ruh. Nggak mungkin ada yang bisa ngeliat kita.’
‘Benar juga ya?’ Kata Henry.
‘Iya. Ingat, kita hanya bisa menonton. Kita tidak bisa melakukan apa-apa selain menonton.’ Jelas ayah.
‘OK.’ Kata Henry.

Mereka melihat para Dokter itu sudah selesai mengoperasi Henry. ‘Dia masih tertidur. Sepertinya efek obat biusnya belum hilang. Biarkan dia tidur dulu.’ Kata salah satu dari mereka.

Mereka pun hendak keluar namun, mereka terhenti karena mereka melihat seseorang dari mereka duduk di sebuah kursi dan dia hendak menelepon.
‘Hai Andre, Jangan nelpon disini! Terlalu berbahaya!’ Cegah seorang Dokter yang bertubuh tinggi.

‘Alah, tenang aja Jaja. Aku udah tau itu, tenang aja, semuanya aman terkendali.’ Kata Andre santai.
‘Iya deh. Tapi kamu yang tanggung jawab kalau ada apa-apa.’ Kata Jaja meninggalkan Ruang Operasi dengan yang lainnya.

Andre tidak peduli pada ancaman Jaja. Dia asyik menelepon pacarnya  dengan asiknya, dia tidak sadar bahwa radiasi dari HPnya akan membahayakan pasiennya. Sekian lama dia asyik menelepon, tiba-tiba mesin pemeriksa tekanan Jantung mengeluarkan percikan api akibat radiasi dari HP Andre.
Percikan api itu mengenai kabel listrik dan terjadilah krbakaran. Andre terkejut setengah mati. Api itu menyebar kemana-mana sampai seluruh ruangan terbakar. Andre pun melarikan diri dan meninggalkan Henry yang tertidur di kasurnya sendirian dikelilingi api yang siap membakar dirinya.

Melihat itu, Henry hendak berlari namun tangannya di pegang oleh ayahnya. 

‘Kamu mau ngapain?’ Tanya ayah. ’ Kamu nggak bisa ngeakuin apa-apa.’ Lanjut ayah.
‘Ibu yah, ibu!.’ Kata Henry panik.

Ayah pun membentuk dirinya dan putranya menjadi gumpalan asap biru dan mereka terbang dengan cepat untuk melihat ibu. Ayah dan Henry kembali ke bentuk semula dan mereka sudah berada di Ruang Tunggu. ‘Tadi itu apa?’ Tanya Henry terkejut.

‘Kabut gaib. Saat kamu ada di dunia nyata, kamu bisa berubah seperti itu dan terbang lebih cepat daripada Pesawat Jet.’ Jelas ayah.
‘Gimana caranya?’ Tanya Henry.
‘Nanti ayah kasih tahu. Sekarang coba lihat ibu.’ Suruh ayah.

Henry melihat ibunya menangis histeris. Ia dibawa para suster untuk keluar tapi ibu tetap berusaha melawan. ‘Tunggu sus, anak saya ada disana!’ Teriak ibu histeris.

‘Apinya terlalu besar bu! Ibu harus segera keluar dari sini!’ Teriak salah satu suster itu.
‘Biar saya bawa anak saya sus. Cuma dia yang saya punya!’ Teriak ibu.

Suster-suster itu membawa ibu lebih kuat lagi sehingga ibu tidak bisa melawan lagi. Ibu tetap menangis, ia terus menerus meneriaki nama anak semata wayangnya itu.

Henry pun menangis melihat ibunya menangis seperti itu.

‘Hidup memang kejam nak. Salah satunya adalah kematian, ia lah yang tega memisahkan kita dengan orang yang kita sayangi.’ Kata ayah. Ayah pun memeluk putranya dengan hangat. ‘Tapi, kita tetap menjaga mereka selamanya.’ Hibur ayah. 
‘Hei, kamu mau liat apa yang terjadi di terjadi di masa kini?’ Ajak ayah.
Henry mengusap air matanya dan bertanya. ‘Maksud ayah?’

‘Kita pergi ke masa yang terjadi sekarang. Jangan pikir kita sudah membuang-buang waktu, disaat seseorang yang mati pergi ke masa lalu atau masa depan, maka masa kini akan membeku sampai dia kembali ke alamnya atau ke masa kini itu sendiri.’ Jelas ayah. ‘Mangerti?’ Tanya ayah.

‘Iya, bawa aku kesana yah.’ Jawab Henry.

Ayah mengetuk dinding dan terbentuklah sebuah pusaran cahaya sebesar tubuh mereka berdua. ‘Masuklah ke portal ini.’ Suruh ayah.
Mereka pun masuk ke portal itu bersama-sama.


Mereka berdua tiba di depan rumah mereka. Henry memandangi rumahnya dengan sedih. ‘Home sweet home, sayang sekali kita tidak bisa bersama lagi seperti 12 tahun yang lalu ya?’ Tanya ayah.
Henry hanya menganggukan kepalanya dengan canggung.

‘Hei? Siapa itu?’ Tanya ayah menoleh ke kanan.

Henry menoleh ke kanan. Pandangannya berubah total melihat Diah, Ismail dan Nada yang sedang berjalan menuju rumahnya.

’Sepertinya mereka mau melayat. Padahal udah sore, apa mereka nggak telat ya?’ Tanya ayah keheranan.

Mereka bertiga mengetuk pintu dan ibu mebukakannya dan mempersilahkan mereka masuk. Henry pun mengajak ayahnya untuk masuk juga.
Ibu memberi mereka masing-masing secangkir teh di ruang tamu. Henry dan ayahnya berdiri di depan pintu dengan tegangnya terutama Henry.

‘Tante, maaf, kami hanya bisa membawa ini saja.’ Kata Ismail sambil memberi buah-buahan pada ibu.
‘Terima kasih.’ Kata ibu datar.
‘Tante pasti kesepian ya?’ tanya Nada.

Ibu mulai mengeluarkan air matanya. ‘Sangat, tanpa Henry, tante udah nggak tau mau ngapain lagi. Apalagi membayangkan mayat Henry yang benar-benar terbakar seperti…….’ Kata ibu menangis.

‘Tante, kami juga merasa kehilangan. Kami mengerti perasaan tante.’ Kata Ismail berusaha menenangkan.

Ibu pun mengusap air matanya. ‘Diah? Kok kamu diam aja?’ Hibur ibu pada Diah yang dari tadi terlihat sedih.

Diah hanya terdiam sambil mengeluarkan air matanya.

‘Ayah? Apa aku bisa membaca pikikran?’ Tanya Henry.

Ayah menganggukan kepalanya dan berkata. ‘Acungkan telunjukmu ke arah orang itu.’

Henry mengikuti instruksi ayahnya dan ia melihat momen-momen indahnya bersama Diah. Saat mereka bertemu, kejadian di rooftop, saat Henry mengusap air mata Diah, saat di UKS, saat Henry menyelamatkan Diah dari Fauzi, saat malam tahun baru, saat hujan-hujanan dan saat Henry menyatakan perasaannya pada Diah. 

“Bodoh sekali aku! Beraninya aku menyakiti hatinya sebelum ajalnya, dasar bodoh!’ Ucap batin Diah.

Henry merasa sedih melihat hal-hal indah itu. Dia dapat merasakan betapa sakitnya hati Diah menerima ini semua.

‘Saya benar-benar kehilangan tante.’ Kata Diah menangis.
‘Hei, bukan kamu aja yang merasa kehilangan. Kita juga kehilangan tau.’ Kata Ismail.

Ibu mulai tertawa. ‘Tante ingat. Dulu, Henry selalu cerita tentang kamu. Sebenarnya dia benar-benar suka sama kamu tapi sayangnya, dia tidak sempat mengatakannya langsung.’ Kata ibu.

Diah tertunduk lesu.

Henry menatap Diah dengan sedih. Seandainya saja dia bisa melakukan sesuatu. ‘Ayah, apa aku bisa menampakan diri?’ Tanya Henry.
‘Bisa sih, tapi cuma ke 1 orang saja.’ Kata ayah.
‘Itu cukup. Tolong beritahu aku yah.’ Kata Henry.

Ayah pun membisikan caranya pada Henry.

‘Tolong sering-sering main kesini ya. Tante senang banget kalau kalian bertiga ada disini. Seolah-olah tante melihat Henry ada diantara kalian.’ Kata ibu yang berlinangan air mata.

“Aku memang disini bu.” Pikir Henry.

‘Iya tante. Kami bakal sering-sering main kesini kok.’ Hibur Ismail.
‘Udah sore nih. Ntar keburu gelap loh.’ Kata ibu.

Mereka bertiga pun berpamitan pada ibu dan mereka pun kelujar diikuti Henry dan ayahnya.


Matahari hampir tenggelam. Mereka bertiga sedang berdiri di depan rumah Henry.

‘Diah, kenapa kamu diam aja tadi?’ Tanya Ismail.

Diah hanya terdiam membisu.

‘Aku mau jujur Diah, acara kejutan ulang tahun itu adalah rencana Henry bukan rencana Nada. Dia ingin kamu tersenyum padanya sebelum kematiannya.’ Jelas Ismail. Diah masih diam. ‘Ya udah, duluan ya.’ Lanjut Ismail.

Diah hanya menganggukan kepalanya. Ismail dan Nada pergi meninggalkan Diah sendirian. Diah mengeluarkan air matanya dan mulai menangis. Akhirnya ia tahu seberapa besar cinta Henry pada dirinya.

Tiba-tiba dia berhenti menangis karena ia mendengar suara yang selalu membuatnya  sedih. 

‘Jangan menangis didepanku Diah.’ Bunyi suara itu.

Suara itu berasal dari belakangnya dan ia menoleh kebelakang. Dia terkejut melihat Henry berdiri sambil tersenyum didepannya, dia mengenakan pakaian serba putih bagaikan seorang Malaikat.

‘Henry? Apa itu kamu?’ Tanya Diah tak percaya.
‘Iya, tolong, hapus dulu air matamu.’ Kata Henry lembut.

Diah mengusap air matanya. Diah pun berkata. ‘Bukannya kamu udah meninggal? Bagaimana kamu bisa ada di sini kamu kan…’

‘Aku memang udah mati tapi, aku akan selalu hidup di hati kamu.’ Kata Henry santai.

Diah mulai tersenyum dan begitupula Henry. Henry mengulurkan tangannya dan berkata dengan lembut. ‘Aku sayang kamu.’

Diah mengulurkan tangannya, mencoba menggenggam tangan Henry. Tapi dia tidak merasa menggenggam tangan manusia dia hanya merasakan dingin di tangannya. 

‘Aku juga sayang kamu.’ Kata Diah.

Mereka pun tersenyum satu sama lain. Henry melihat ibu Diah sedang berdiri di dekat tiang listrik dibelakang Diah. Dia tersenyum kepada Henry dan mengacungkan jempol padanya.

Ayahnya yang berada di belakang Henry hanya tersenyum pada anaknya. Dia mengulurkan tangan kananya dan menjentikan jarinya. Datanglah portal cahaya di atas ayah dan Henry. Portal itu menyerap ayah bagaikan debu yang dihisap oleh vaccum cleaner dan itu juga terjadi pada Henry.

Mulanya, tangan Henry mengikis menjadi pasir putih dan pasir itu naik ke angkasa. Henry melihat ada portal cahaya di depannya. 

“Ayah, kok harus pulang sih?” Keluh benak Henry.

‘Henry?! Ada apa ini?!’ Tanya Diah terkejut.

Henry hanya tersenyum padanya dan berkata. ‘Selamat tinggal Diah.’

‘Jangan pergi! Masih banyak hal yang mau aku tanyakan!’ Kata Diah panik.
‘Suatu saat nanti, kita akan bertemu. Because, I am your guardian angel.’ Kata Henry lembut.

Tubuhnya pun mengikis dan tinggal wajahnya yang belum terkikis. Dia sempat berkata ‘I love you.’ pada Diah. Lalu, lenyaplah Henry.

Matahari telah terbenam. Diah memandang angkasa dengan sedih. ‘I love you too.’ Kata Diah berlinangan air mata.

Diah pun berjalan pulang sambil menangis di tengah kegelapan malam. Dia teringat Henry yang selalu tersenyum hangat didepannya dan selalu mengusap air mata Diah yang jatuh membasahi air matanya yang jatuh dengan lembut. Dan kini, dia harus mengusap air matanya sendiri.

“BODOHNYA AKU!!” Teriak batin Diah sedih menyesali apa yang telah ia perbuat pada Henry sebelum kematiannya.
                    SELESAI                 


0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerpen Go 4 Blog © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates